Ruang Lingkup Bahasan Ilmu Tauhid

Ilustrasi Ilmu Tauhid. (Foto. Repro)


Makalah Ruang Lingkup Ilmu Tauhid
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tauhid
Dosen Pengampu : Dra. Hj. Nur Rosyidah


Disusun Oleh :
Sudihawan                          ( 092211039 )
Ahmad Arif Hidayat           ( 122211018 ) 
Ahmad Mustaghfirin          ( 122211020 )
Nur Hamida                        ( 122211082 )




FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

I.            PENDAHULUAN
Aspek pokok dalam ilmu tauhid ialah pengetahuan, keyakinan, dan kesaksian akan eksistensi Allah Yang Maha Sempurna, Maha Kuasa dan mempunyai sifat-sifat kesempurnaan linnya. Keyakinan demikian membawa seseorang kepada kepercayaan akan adanya malaikat, kitab-kitab yang diturunkan Allah, nabi-nabi/rasul-rasul-Nya, takdir, kehidupan setelah mati, dan melahirkan kesadaran akan kewajibannya kepada Sang Kholiq (pencipta).
Sebab, semua yang disebut terakhir ini mempunyai kaitan sangat dekat dan merupakan konsekuensi dari keyakinan akan adanya Allah SWT. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai ruang lingkup pembahasan ilmu tauhid yang berkaitan dengan ma’rifat kepada Allah dan takdir atau disebut dengan ma’rifatul mabda’, selain dari itu juga akan dibahas mengenai ma’rifatul wasithah, dan ma’rifatul ma’ad.

II.            RUMUSAN MASALAH
Dari pemaparan singakt tersebut, sanggup kita tarik beberapa rumusan problem yang nantinya akan didiskusikan. Permasalahannya ialah apa yang dimaksud dengan ma’rifatul mabda’, ma’rifatul wasithah, dan ma’rifatul ma’ad serta apa saja aspek-aspek di dalamnya?

III.            PEMBAHASAN
A.  Ma’rifatul Mabda’
Ma’rifatul mabda’ membahas ihwal hal-hal yang berafiliasi dengan Allah serta qadla’ dan qadar-Nya. Ruang lingkup tersebut terangkum dalam pembahasan rukun iman, yakni iman kepada Allah dan iman kepada qadla’dan qdar.
1.    Iman Kepada Allah SWT
Yang dimaksud dengan iman kepada Allah ialah percaya sepenuhnya. Tanpa keraguan sedikitpun, akan adanya Allah SWT Yang Maha Esa dan Maha Sempurna, baik zat, sifat maupun af’al (perbuatan)-Nya. Kemudian mengikuti sepenuhnya bimbingan Allah dan Rasul-Nya serta melakukan perintah dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh keikhlasan.[1] Keimanan seseorang kepada Allah.SWT sangat besar lengan berkuasa terhadap hidup dan kehidupannya, antara lain : Ketakwaan yang senantiasa akan selalu meningkat; Kekuatan batin, ketabahan, keberanian, dan harga dirinya akan timbul lantaran ia hanya mengabdi kepada Allah dan meminta pemberian kepada-Nya. Tidak kepada yang lain; Rasa aman, damai, dan tentram dalam jiwanya lantaran ia telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.
Seperti yang sudah dipaparkan di atas bahwa iman kepada Allah SWT mencakup tiga hal, yaitu zat Allah SWT, sifat serta af’al-Nya.
a.    Dzat Allah SWT
Allah ialah wajibul wujud dan tak ada batasan bagi kesempurnaan-Nya. Karenanya tidaklah sanggup insan mengetahui dzat-Nya. Mengetahui hakikat dzat-Nya ialah mustahil, lantaran dzat Allah tidak tersusun dari beberapa unsur. Allah tidak terbatas dalam suatu batas, karenanya tidak sanggup dicapai dengan panca indra kita. Mengetahui hakekat Allah suatu hal yang tidak mungkin dicapai budi insan maka merupakan hal sia-sia membahas hal demikian.[2] Nabi Muhammad SAW bersabda : “Pikirkanlah ihwal keadaan makhluk Allah dan janganlah kau memikirkan ihwal dzat-Nya yang mengakibatkan kau binasa.” (H.R. Abu Nu’aim).
Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan insan untuk memperhatikan keadaan wujud alam, khasiatnya,sifatnya, tata aturannya, yang kesemuanya menawarkan kepada pencipta yang sangat hakim.
Al-Qur’an membawa fikiran insan kepada cakrawala dan segala isinya (Baca Al-Qur’an: S.51 : 47, S.41 : 12, S.67 : 3,5, S.36 : 38, 40). AL-Qur’an menjelaskan ihwal keadaan bumi dan gerakannya dan juga segala sesuatu yang melengkapinya dan benda-benda beku, tumbuh-tumbuhan dan binatang, yang semuanya terdapat susunan yang sangat teguh dan sunnah-sunnah Allah yang terus menerus berjalan yang mengambarkan ke Esaan Allah, kekuasaan dan ilmunya.
Keindahan ciptaan Allah yang lain, air yang menjelma hujan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Keindahan siang dan malam yang terus menerus berganti, lantaran hasil dari putaran bumi sekitar dirinya dihadapan matahari (Baca Al-Qur’an S.30 : 48, 5; S.10 : 32, 36; S.80 : 24, 32; S.23 :71, 73)
Al-Qur’an memerintahkan insan untuk memperhatikan dirinya sendiri, memperhatikan keindahan penciptaan Allah pada tumbuh-tumbuhan.
Keadaan yang menakjubkan terhadap janin dalam rahim seorang ibu, dan juga sangat menakjubkan masakan menjadi darah dan bagaimana masing-masing menjadi penggalan badan mengambil dari masakan itu unsure-unsur yang sesuai dengan keadaan dirinya.
Ringkasannya tak ada suatu makhlukpun yang tidak menawarkan kepada adanya pencipta yang Maha Agung, Maha Mengetahui dan Maha Esa (Baca Al-Qur’an S.2 : 164; S.7 : 184; S.23 : 17; S.20 : 49, 50; S.31 : 27, 28).
Pembuktian adanya Tuhan telah dibicarakan oleh aneka macam golongan Islam, baik aliran-aliran Ilmu kalam maupun filosof-filosof Islam yaitu :
a. Aliran Mu’tazilah dan Al Asy’ariyah.
Kedua aliran beropini dalil wujud Tuhan dengan dua cara :
1)   Dalil Jauhar Fard
Semua benda mengalami pergantian keadaan baik berupa bentuk, warna, gerakan, berkambang, surut dan perubahan-perubahan lain yang kesemuanya disebut aradl.
Benda sanggup dibagi terus menerus, hingga penggalan terkecil yang tidak sanggup dibagi lagi, penggalan terakhir ini disebut “Jauhar fard” (atom).
Kelemahan teori ini antara lain tidak bersumber pedoman Islam, tetapi dari Yunani, dan teori tersebut hanya dimengerti oleh orang-orang cendikiawan saja, sedang orang awam tidak sanggup menerimanya.
2)   Dalil mumgkin dan wajib
Dalil tersebut diciptakan oleh Al Juwaini dan ini diikuti oleh andal fikir Masehi kala pertengahan Thomas Aquainas (wafat 1274 M) yang beropini alam yang ada bukanlah alam yang terbaik dan sanggup terjadi yang lebih baik lagi.
Kelemahan dalil ini, lantaran tidak sejalan dengan jiwa Al-Qur’an, tidak logis bahkan menggoncangkan iman.
Dengan dalil tersebut tidak mungkin adanya sebab-sebab yang memilih wujud alam dan tujuannya, maka berarti Allah tidak mempunyai keahlian membuat alam.
b.    Aliran Al Maturidiyah
Al Maturidi beropini bahwa ada 3 jalan untuk mengambarkan wujud Allah SWT :
1)   Dalil terbatas dan tidak terbatas
Alam ini terbatas, tiap-tiap yang terbatas ialah baru, jadi ala mini baru.

2)   Dalil perlawanan aradl
Alam ini tidak mungkin qodim, lantaran itu terdapat keadaan yang berlawanan, menyerupai membisu dan gerak, besar dan kecil, dan lain-lainnya.
3)   Dalil causalitet, perubahan dan perhatian
Dalil ini berasal dari Al-Qur’an dan para filosof, lantaran itu merupakan dalil terkuat sesuai dengan syara’ dan filsafat.
Alam ini tidak sanggup mengadakan sendiri, atau memperbaiki dirinya kalau rusak, sehinnga membutuhkan zat yang mengadakan, hal ini disebut dalil Causalitet.
Alam ini ada dengan sendirinya tentulah keadaannya tetap satu, tetapi ala mini selalu berubah, yang berarti ada lantaran perubahan ini, disebut dalil perubahan. Wujud alam dalam bentuk yang sesuai dengan wujud manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan mengambarkan adanya perhatian (pemeliharaan), disebut dalil perhatian.
c.    Aliran Tasawuf
Pembuktian adanya Allah tidak memakai logika, tetapi berdasarkan isyraq (radiasi rohani) ataupenerkaan batin yang sanggup dicapai  dengan  jalan menekan hawa nafsu dan memperbanyak renungan.
Kemudian hasil pengetahuannya diperkuat dengan ayat Al-Qur’an yang dipandang sesuai pendirian mereka, dan meninggalkan ayat-ayat yang menganjurkan penggunaan akal. Kelemahan dalil ini antara lain, berkelebihan dalam penyucian jiwa yang menjadi syarat pengetahuan Tuhan.
d.   Aliran Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd beropini dalil yang digunakan oleh filosofadalah sesuai dengan Al-Qur’an yaitu:
1)   Dalil Inayah (perhatian)
Sesuatu yang ada dalam ala mini, sesuai dengan kehidupan insan dan makhluk lainnya. Persesuaian ini tidak terjadi secara kebetulan, tetapi menawarkan adanya penciptaan yang rapid an teratur.

2)   Dalil Ikhtira (penciptaan)
Penciptaan alam ini termasuk di dalamnya hewan-hewan dan tumbuhan, dan lain-lainnya. Semakin tinggi tingkatan makhluk, semakin tinggi pula macam pekerjaannya.
Kesemuanya itu menawarkan adanya Pencipta yang menghendaki supaya sebagian makhluknya lebih tinggi dari pada sebagian lainnya.
b.    Sifat-sifat Allah SWT
Adapun sifat bagi Allah SWT terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok sifat wajib, tidak mungkin dan jaiz. Sifat-sifat wajib bagi Allah SWT itu ada 20, yaitu sebagai berikut :
1.      Wujud, artinya Allah SWT itu ada;
2.      Qidam, artinya Allah SWT itu dahulu;
3.      Baqa’, artinya Allah SWT itu kekal;
4.      Mukhalafatu lilhawadits, artinya Allah SWT itu berbeda dengan segala sesuatu yang baru;
5.      Qiyamuhu binafsih, artinya Allah SWT itu berdiri dengan sendirinya;
6.      Wahdaniyyah, artinya Allah SWT itu Esa dan tidak terbilang, baik dzat-Nya, sifat-Nya, maupun af’al-Nya;
7.      Qudrah, artinya Allah SWT itu Maha kuasa;
8.      Iradah, artinya Allah SWT itu Maha berkehendak;
9.      Ilmu, artinya Allah SWT itu Maha mengetahui;
10.  Hayat, artinya Allah SWT itu Maha hidup;
11.  Sama’, artinya Allah SWT itu Maha mendengar;
12.  Bashar, artinya Allah SWT itu Maha melihat;
13.  Kalam, artinya Allah SWT itu Maha berfirman dengan tidak berhuruf dan tidak bersuara;
14.  Kaunuhu Qadiran;
15.  Kaunuhu Muridan;
16.  Kaunuhu Aliman;
17.  Kaunuhu Hayyan;
18.  Kaunuhu Sami’an;
19.  Kaunuhu Basiran;
20.  Kaunuhu Mutakalliman.
Adapun sifat tidak mungkin bagi Allah SWT itu juga ada 20, yaitu : Adam; Huduts; Fana’; Mumatsalah; Al ihtiyaju bighairih; Ta’addud; Ajzu; Karahah; Jahlu; Mautu; Shammu; A’ma; Bukmu; Kaunuhu Ajizan; Kaunuhu Karihan; Kaunuhu Jahilan; Kaunuhu Mayyitan; Kaunuhu Ashamm; Kaunuhu A’ma; Kaunuhu Abkam.
Adapun sifat jaiz bagi Allah itu ada satu sifat, yaitu Allah bebas berbuat, artinya perbuatan Allah terhadap makhluk-Nya untuk boleh diperbuat-Nya dan boleh pula tidak. Maksudnya, Allah tidak wajib membuatnya dan pula tidak tidak mungkin kalau tidak membuatnya.
2.    Iman Kepada Qadla dan Qadar
Beriman kepada qadla dan qadar berarti seseorang mempercayai dan meyakini bahwa Allah SWT telah mengakibatkan segala makhluk dengan kudrat dan iradat-Nya dan dengan segala hikmahnya.[3] Dalam Al-Qur’an Surat al-A’la : 2-3 Allah berfirman :



Artinya :
Yang menciptakan, dan menyempurnakan (pencipta-Nya).[4] Dan yang memilih kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.
Qadha’ artinya keputusan, ketentuan, perintah.[5] Maksudnya ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah SWT dalam alam semesta. Misalnya, bulan mengedari bumi, api sifatnya memperabukan dn benda tajam sifatnya melukai.
Sedangkan yang dimaksud dengan qadar artinya ukuran, ketetapan.[6] Ini berarti sesuatu yang belum ditetapkan benar-benar, tetapi kalau qadhakan barulah ia menjadi kenyataan.
Iman  kepada qadha dan qadar atau sering pula disebut iman kepada takdir sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengakibatkan insan lemah, pasif, statis, dan apatis. Iman kepada takdir, bahkan mengharuskan insan berusaha keras untuk mencapai takdir yang sesuai dengan kehendak atau yang diinginkan. Di samping itu mengalah kepada takdir dalam arti yang pasif dan negatif tidak sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat Ar-Rad ayat 11 yaitu :



Artinya :
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[7] yang ada pada diri mereka sendiri.
B.  Ma’rifatul Wasithah
Ma’rifatul Wasithah membahas mengenai hal-hal yang berafiliasi dengan utusan Allah menyerupai Malaikat, Nabi/Rasul, dan Kitab Suci. Ruang lingkup tersebut terangkum dalam pembahasan rukun iman, yaitu iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, dan iman kepada Rasul-rasul Allah. Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 136 :






Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka bergotong-royong orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
1.    Iman Kepada Malaikat-malaikat Allah SWT
Rukun Iman ke dua ialah iman kepada malaikat-malaikat Allah. Malaikat ialah makhluk ciptaan Allah yang terbuat dari nur (cahaya). Mengenai bentuk fisik dan rupanya, kita insan tidak ada yang mengetahui. Hanya Allah SWT sang pencipta yang mengetahui.
Malaikat ialah hamba Allah yang taat dan berbakti, senantiasa menuruti perintah-Nya. Malaikat tidak memerlukan makan dan minum, apalagi pakaian menyerupai manusia. Malaikat mempunyai hawa nafsu, melainkan hanya mempunyai budi sehingga mereka terpelihara dari kesalahan dan dosa. Adapun 10 malaikat yang wajib diketahui ialah Jibril, Mikail, Izro’il, Munkar, Nakir, Roqib, Atid, Isrofil, Ridwan, dan Malik
2.    Iman Kepada Kitab-Kitab Allah SWT
Rukun iman ketiga yakni iman kepada kitab Allah. Berarti kita wajib pula meyakini bahwa bergotong-royong Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada Nabi-Nya. Tujuan Allah menurunkan kitab-kitab itu yaitu biar dijadikan pedoman hidup seluruh insan pada jalan hidup yang benar dan diridhoi Allah SWT. Fungsi lain dari kitab Allah ialah sebagai penuntun jalan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kitab-kitab Allah tersebut diantaranya ialah : Taurat, Zabur, Alkitab dan Al-Qur’an.
3.    Iman Kepada Rasul Allah SWT
Beriman kepada rasul-rasul Allah merupakan rukun iman keempat. Maksudnya ialah mempercayai bahwa Allah SWT telah mengutus para Rasul-Nya untuk membawa syiar agama dan membimbing umat pada jalan lurus dan diridhoi Allah. Rasul-rasul ini mempunyai sifat diantaranya ialah sifat siddiq (jujur), amanah (terpercaya), tabligh menyampaikan, fathonah (cerdas).

C.  Ma’rifatul Ma’ad
1.    Qiyamah
Yang dimaksud dengan hari tamat ialah jatuh tempo kehidupan di dunia dan setelah itu ada kehidupan yang kekal, termasuk semua proses dan bencana yang terjadi pada hari tamat itu, mulai dari kehancuran alam semesta dan seluruh isinya serta berakhirnya seluruh kehidupan (qiyamah), kebangkitan insan dari alam kubur (ba’ats), dikumpulkannya seluruh umat insan di padang Mahsyar (hasyr), perhitungan seluruh amal perbuatan insan di dunia (hisab), penimbangan amal tersebut untuk mengetahui perbandingan amal baik dan amal buruk, hingga kepada pembahasan nirwana dan neraka. Inilah yang kemudian dikenal dengan tamat zaman besar.
Sedang tamat zaman kecil ialah maut (kematian). Setiap orang yang mati, berarti telah terjadi kiamatnya dengan telah tiba ajalnya (HR Bukhari dan Muslim).
2.    Barzah dan Alam Kubur
Kematian ialah sesuatu yang haq (benar), sesuatu realita yang tak seorang pun tidak mengetahui dan niscaya akan mengalaminya, tidak ada keraguan dan kebimbangan terhadapnya. Dalam keyakinan Islam, orang meninggal dunia, ia akan memasuki fase kehidupan gres di alam yang berbeda dari kehidupan dunia ini. Alam tersebut dikenal dengan alam kubur atau alam barzah.
Setelah seseorang memasuki alam kubur, dia akan ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir ihwal Tuhan, Agama dan Nabinya. Orang yang beriman akan menjawab, Tuhanku Allah, agamaku Islam dan nabiku Muhammad SAW. Yang memilih bisa tidaknya seseorang menjawab pertanyaan Malaikat ialah iman dan amal shalihnya selama hidup di dunia. Oleh lantaran itu, tidak ada persiapan untuk menjawab pertanyaan itu, kecuali meningkatkan kualitas iman dan memperbanyak amal shalih untuk mencari ridha Allah SWT semata.

IV.            PENUTUP
A.  Kesimpulan
Setelah dilakukannnya pemaparan materi mengenai ruang lingkup pembahasan ilmu tauhid sanggup kita tarik kesimpulan bahwasannya pembahasan ilmu tauhid mencakup tiga aspek, yaitu : ma’rifatul mabda’, ma’rifatul wasithah dan ma’rifatul ma’ad.
Ma’rifatul Mabda’ dimana dalam aspek ini pembahsannya yaitu hal-hal yang berafiliasi dengan Allah serta qadla’ dan qadar-Nya; Ma’rifatul Wasithah membahas mengenai hal-hal yang berafiliasi dengan utusan Allah menyerupai Malaikat, Nabi/Rasul, dan Kitab Suci; Ma’rifatul Ma’ad membahas mengenai hal-hal yang berafiliasi dengan hari akhir.

B.  Penutup
Dengan selesainya diskusi makalah ruang lingkup pembahsan ilmu tauhid ini dibutuhkan bisa meningkatkan pengetahuan individu mahasiswa mengenai penggalan tersebut dan aspek-aspek yang diterangkannya. Meningkatnya pengetahuan akan ke-tauhidan juga dibutuhkan bisa meningkatkan iman bagi tiap individu, sehingga diperoleh hasil yang elok dalam pengimplementasian materi dalam masyarakat. Tak berhenti hingga situ, materi pengetahuan yang didapat juga dibutuhkan terus dikembangkan dan ditingkatkan biar lebih memahami bidang tauhid dan aspek-aspeknya.


Daftar Pustaka

Asmunim, M. Yusran, 1993, Ilmu Tauhid, (Jakarta: Citra Niaga Rajawali Pers).
Ash-Shiddieqy, 2009, Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid Kalam, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra).
Mu’allim, Amir, 1998, Akidah Islam, (Jogjakarta : UII Pers).
Romas, A. Ghofir, 1997, Ilmu Tauhid, (Semarang : Badan Penerbit Fakultas Da’wah IAIN Walisongo Semarang).
Ya’qub, Hamzah, 2001, Ilmu Ma’rifah, (Jakarta : CV. Pedoman Ilmu Jaya).



[1] M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakart: Citra Niaga Rajawali Pers, 1993), hlm. 73
[2] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid Kalam, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), hal  58-59.
[3] Amir Mu’allim, Akidah Islam, (Jogjakarta : UII Pers, 1998), hlm. 100-101.
[4] Dalam suatu riwayat dikemukan bahwa apabila tiba Jibril membawa wahyu kepada Nabi SAW. dia mengulang kembali wahyu itu sebelum Jibril selesai menyampaikannya lantaran takut lupa lagi. Maka Allah menurunkan ayat ini (S.87:2-6) sebagai jaminan bahwa Rasul tidak akan lupa pada wahyu yang telah diturunkan.
(Diriwayatkan oleh at-Thabarani yang bersumber dari Ibnu Abbas. Didalam isnadnya terdapat juwaibir yang sangat lemah.)
[5] Hamzah Ya’qub, Ilmu Ma’rifah, (Jakarta : CV. Pedoman Ilmu Jaya, 2001), hlm. 139
[6] Ibid.
[7] Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.
Share on Google Plus

About Raden

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.