Makalah Kapita Selekta Islamiyyah Negara Dalam Perspektif Islam

MAKALAH KAPITA SELEKTA ISLAMIYYAH

NEGARA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

 

 

 

















          

disusun oleh :

Berry Sastrawan
(D. 11 10 150)






PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL, ILMU POLITIK DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR

2013


KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menuntaskan Makalah ini dengan tepat waktu dalam menyelesaikannya yaitu makalah Kapita Selekta Islamiyyah yang berjudul “Negara dalam Perspektif Islam

            Dengan rendah hati penulis menciptakan makalah ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Dimana dalam pembentukan dan penyusunan makalah ini penulis melakukannya penuh dengan kerja keras, dari mencari materi materi, penyusunan, hingga peninjauan pustaka dari banyak sekali macam buku dan sumber-sumber yang lain, sehingga penulis sanggup menyusun dan menuntaskan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh lantaran itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan hal tersebut dijadikan Motivasi dan Evaluasi dalam menciptakan goresan pena karya Ilmiah yang lebih baik lagi di hari yang akan datang.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala perjuangan kita. Amin.







Bogor, 22 Juni 2013

                               

Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
...............................
I
DAFTAR ISI
...............................
II
BAB I             PENDAHULUAN
...............................
1
1.1.Latar Belakang Masalah
...............................
1
1.2.Rumusan Masalah
...............................
3
1.3.Tujuan
...............................
3
BAB II            PEMBAHASAN
...............................
4
2.1.Definisi dan Makna Negara
...............................
4
2.2.Konsepsi Negara Perspektif Al-Qur’an Dan As-Sunnah
...............................
5
2.3.Syarat Pembentukan Negara
...............................
7
2.4.Urgensi Negara Dalam Dakwah
...............................
8
BAB IV          PENUTUP
...............................
14
3.1.Kesimpulan
...............................
14
DAFTAR PUSTAKA
...............................
15




BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Tinjauan hubungan agama-negara –secara ideologis– pertama-tama harus diletakkan pada proporsinya dengan benar. Yaitu sebagai pemikiran cabang ihwal kehidupan, yang lahir dari pemikiran fundamental ihwal alam semesta, manusia, dan kehidupan (aqidah). Oleh lantaran itu, pembahasan hubungan agama-negara pertama-tama harus bertolak dari pemikiran fundamental tersebut, gres kemudian dibahas hubungan agama-negara, sebagai pemikiran cabang yang lahir dari pemikiran fundamental tersebut. Yang dimaksud pemikiran fundamental tersebut (aqidah), ialah pemikiran menyeluruh (fikrah kulliyyah) ihwal alam semesta, manusia, dan kehidupan, serta ihwal apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan setelah kehidupan dunia, serta hubungan kehidupan dunia dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudahnya (An Nabhani, Nizham Al-Islam, 2002).
Mengingat kini ideologi yang ada di dunia ada 3 (tiga), yaitu Sosialisme (Isytirakiyyah), Kapitalisme (Ra`sumaliyyah), dan Islam, maka aqidah atau pemikiran fundamental ihwal kehidupan pun setidaknya ada 3 (tiga) macam pula, yakni aqidah Sosialisme, aqidah Kapitalisme, dan aqidah Islamiyah. Masing-masing aqidah ini merupakan pemikiran fundamental yang di atasnya dibangun pelbagai pemikiran cabang ihwal kehidupan, termasuk di antaranya hubungan agama-negara.
Agama Islam  mempunyai konsepsi ihwal sistem ketatanegaraan atau  tidak, nampaknya terus menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Para ilmuan dan pencetus dalam dekade ini termasuk ilmuan Indonesia dan terutama intelektual kampus sering mendiskusikannya.
Bermacam pendapat muncul dalam rangka menganalisis teori ihwal kedudukan negara dalam agama Islam. Tampaknya H.Munawir Sjadzali mewarnai penjabaran pakar Islam masa kontemporer mengenai konsepsi negara dalam Islam.
Pendapat pertama, menyatakan bahwa Islam ialah agama yang tepat dan lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan insan termasuk kehidupan berpolitik dan bernegara. Pendapat kedua menyatakan bahwa, Islam ialah sebagai suatu agama, dan tidak ada hubungannya dengan hal yang berkaitan ketatanegaraan. Pendapat ketiga, menyatakan mereka tidak sepakat bahwa Islam merupakan agama yang serba lengkap dan didalamnya juga mengatur mengenai aturan ketatanegaraan yang lengkap pula, tetapi ini bukan berarti didalam Islam tidak ada hubungan dengan polotik dan ketatanegaraan, berdasarkan mereka, Islam merupakan fatwa totalitas, tetapi hanya dalam bentuk petunjuk-petunjuk pokoknya saja. Sehingga kendati pun Islam tidak memuat fatwa mengenai politik dan ketatanegaraan secara teoritis, namun didalam fatwa Islam terdapat sejumlah tata nilai dan etika bagi kehidupan bernegara.
Adapun para ilmuan Islam pendapat mengenai hubungan sistem ketatanegaraan dengan Islam, apakah dalam Islam diajarkan atau dituntut biar mendirikan negara atau tidak, namun kenyataannya umat Islam selalu membutuhkan sistem kenegaraan yang islami. Karena bagaimanapun untuk mengamankan suatu kebijakan diharapkan suatu kekuatan institusi politik untuk menegakkan keadilan dan memelihara perdamaian dan ketertiban misalnya, diharapkan kekuasaan, apakah itu dalam organisasi politik maupun negara. Andaikata kebijakan-kebijakan itu merupakan kebijakan Islam, maka perangkat peraturan keamanannya juga harus Islam. Kurang bahkan tidak tepat jikalau kita mengunakan kebijakan Islam namun memakai sistem non Islam.      Realitas sejarah Islam memperlihatkan bahwa negara dibutuhkan dalam rangka menyebarkan dakwah.
Masalah konsep Negara berdasarkan perspektif Islam hingga kini masih menjadi perdebatan. Setidaknya ada tiga pendapat mengenai hal ini menyerupai yang telah disampaikan diatas, namun disini tidak akan menjelaskan perbedaan pendapat tiga pendapat tersebut, dalam makalah ini akan menguraikan  mengenai Negara dalam Perspektif Islam. Baik dari definisi negara, konsep negara berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, syarat pembentukan suatu negara, serta urgensi negara dalam dakwah.

1.2.Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini ialah mengenai :
1.      Apa definisi dan makna negara berdasarkan para ahli ?
2.      Bagaimana konsep negara berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah ?
3.       Apa saja syarat dalam pembentukan suatu  Negara ?
4.       Bagaiman urgensi negara dalam dakwah Islam ?

1.3.Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu Negara.
2.      Untuk mengenal bagaimana konsep negara berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3.      Untuk mengetahui syarat dalam pembentukan suatu  Negara.
4.      Untuk mengetahui Bagaiman urgensi negara dalam dakwah Islam.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Definisi dan Makna Negara
Sebelumnya mari kita lihat apa definisi dan makna negara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, negara ialah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Ini berarti, negara merupakan pemegang kekuasaan yang tertinggi dalam masyarakat yang tinggal dan hidup disuatu negara tersebut.
Secara etimologis, kata negara berasal dari kata state (inggris), staat (belanda,Jerman), E’tat (Perancis), dan status,statum (Latin) yang berarti meletakkan dalam keadaan berdiri. Di Indonesia, kata negara berasal dari bahasa sansekerta, yaitu negara atau nagari yang berarti wilayah, kota, atau penguasa.
Selain itu ada beberapa tokoh yang mendefinisikan mengenai negara, contohnya George Jellinek, ia mendefinisikan negara sebagai organisasi kekuasaan dari sekelompok insan yang mendiami wilayah tertentu. Sedangkan R. Djokosoentono menyatakan negara sebagai organisasi atau kumpulam insan yang berada dalam pemerintahan yang sama.
Diatas merupakan beberapa dari definisi negara, kini akan kita membahas mengenai Negara Islam.
Negara Islam merupakan negara yang didirikan atas dasar keyakinan (aqidah), bukan atas dasar letak geografis, etnis, ataupun aspek-aspek alam lainnya. Karena itu, Negara Islam bersifat universal (dan karenanya multietnis). Meskipun Negara Islam bersifat universal, namun tidaklah harus berwilayahkan seluruh penjuru bumi, untuk bisa disebut sebagai sebuah Negara Islam. Negara Madinah pun hanya mempunyai wilayah yang tidak terlalu luas, namun toh sudah bisa disebut sebagai sebuah Negara Islam, bahkan sebuah negara yang ideal. Yang terpenting disini ialah bahwa wilayah tersebut dikuasai oleh satu payung kekuasaan. Satu wilayah dihentikan dikuasai oleh lebih dari satu payung kekuasaan yang sama tinggi.

2.2.Konsepsi Negara Perspektif Al-Qur’an Dan As-Sunnah
Berbicara mengenai kata negara dalam Al-Qur’an dan As Sunnah maka sama halnya dengan mencari kata bom dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia beratus tahun silam. Namun begitu dalam Al-Qur’an juga tak lepas dari pembahasan mengenai hal tersebut, meskipun tidak secara gamblang disebutkan mengenai kata negara.
Beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang membahas mengenai negara terdapat dalam Qs. An-Nissa : 58-59.
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kau memberikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila memutuskan aturan di antara insan supaya kau memutuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah ialah Maha mendengar lagi Maha melihat”.
Berbeda dengan citra sejumlah masyarakat yang memandang agama sebagai kasus individu dan hubungan antara dirinya dan pencipta, agama samawi, khususnya Islam, ajarannya diperuntukkan bagi individu dan sosial. Islam bahkan melihat dogma dan agama mempunyai kelaziman untuk memelihara keadilan dan amanah dalam masyarakat.
Amanah yang ada di bahu insan ada tiga. Pertama, antara insan dan Tuhan. Artinya, memelihara hukum dan batas-batas ilahi sendiri merupakan amanah yang ada di bahu manusia. Kedua, antara insan dengan manusia. Seseorang yang diberikan amanah harus mengembalikannya kepada sang pemilik tanpa ditambah dan dikurangi. Ketiga, amanah yang ada pada diri insan itu sendiri menyerupai usia, kekuasaan, kemampuan jasmani dan mental. Dari sisi agama, semua itu ialah amanah Tuhan yang ada di tangan kita. Bahkan kita insan bukan pemilik diri kita sendiri  melainkan  hanya mengemban amanah. Anggota badan kita harus dimanfaatkan  dengan baik di jalan keridhaan Tuhan.
Dari ayat tadi terdapat  lima  pelajaran yang sanggup dipetik :
1.      Setiap amanah memiliki  pemiliknya  yang harus diserahkan kepadanya. Penyerahan amanah sosial menyerupai pemerintahan dan pengadilan kepada orang orang yang bukan ahlinya ialah tidak sejalan dengan iman.
2.      Amanah harus diserahkan kepada pemiliknya, baik ia itu  Kafir ataupun  Musyrik. Dalam menunaikan amanah kemukminan si pemilik tidaklah disyaratkan.
3.      Bukan hanya hakim yang harus adil,  tapi  semua orang  mukmin haruslah memelihara keadilan dalam segala bentuk penanganan duduk kasus keluarga dan sosial.
4.      Dalam memelihara amanah dan menjaga keadilan, haruslah kita tahu bahwa Tuhan sebagai pengawas. Karena DiaMaha Mendengar dan Melihat.
5.      Manusia memerlukan nasehat dan penasehat yang terbaik ialah Tuhan yang  Maha Esa.
Kemudian dalam ayat selanjutnya disebutkan   yang  artinya :”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jikalau kau berlainan Pendapat ihwal sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jikalau kau benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Dalam ayat sebelumnya telah disebutkan  bahwa dianjurkan  menyerahkan urusan pemerintahan dan keadilan kepada  orang  yang layak dan adil. Ayat ini menyampaikan kepada kaum  Mukmin, selain taat kepada Tuhan dan Rasulnya, maka haruslah kalian taat kepada para pemimpin yang adil. Karena ketaatan itu merupakan kelaziman dogma kepada Tuhan dan Hari Kiamat.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang sanggup dipetik :
1.      Ketaatan kepada Rasul dan Ulil Amri dalam ayat ini bersifat mutlak, tanpa ada syarat yang ditaati harus tidak mempunyai kekurangan.
2.      Rasul mempunyai dua kedudukan. Pertama, menjelaskan hukum-hukum Tuhan dan menunaikan risalahNya. Kedua, mengelola urusan masyarakat dan menjelaskan peraturan-peraturan pemerintahan berdasarkan kebutuhan.
3.      Jalan yang terbaik menuntaskan perselisihan mazhab Islam ialah merujuk kepada al-Quran dan  Sunnah Rasul yang diterima oleh semua orang.
4.      Masyarakat haruslah mendapatkan pemerintahan Islam dan mendukung para pimpinan yang adil.

2.3.Syarat Pembentukan Negara
Syarat terbentuknya negara apabila ingin didaulat menjadi suatu negara minimal harus melengkapi 4 syarat :
1.      Memiliki Wilayah ini ialah syarat mutlak bagi calon sebuah negara. Karena tanpa wilayah/tempat, maka akan sulit bagi calon negara untuk membentuk negara yang berdaulat. Contoh negara yang sudah terbentuk tapi masih belum memilik syarat ini ialah Israel yang menempati wilayah dari Palestina.
2.      Memiliki Rakyat, ini juga merupakan syarat mutlak bagi calon negara untuk membentuk negara. Karena tanpa rakyat, maka calon negara menyerupai tanpa tujuan yang jelas. Dan juga diharapkan adanya kumpulan orang-orang yang tinggal di negara tersebut dan dipersatukan oleh suatu perasaan. Tanpa adanya orang sebagai rakyat pada suatu negara maka pemerintahan tidak akan berjalan. Rakyat juga berfungsi sebagai sumber daya insan untuk menjalankan kegiatan kehidupan sehari-hari.
3.      Memiliki Pemerintahan yang Berdaulat. Memiliki pemerintahan yang berdaulat juga salah satu syarat mutlak bagi calon negara untuk membentuk negara, lantaran tanpa pemerintahan, maka suatu negara tersebut akan jadi kacau balau lantaran tidak ada aturan-aturan yang dibentuk oleh pemerintah. 3 syarat ini merupakan syarat de facto (jelas). Masih ada satu syarat lagi yaitu syarat de jure :
4.      Diakui oleh Negara Lain. Sekelompok orang bisa saja mengakui suatu wilayah yang terdiri atas orang-orang dengan sistem pemerintahan, namun tidak akan disetujui dunia internasional jikalau didirikan di atas negara yang sudah ada.

2.4.Urgensi Negara Dalam Dakwah
Secara garis besar fungsi Negara yang diungkapkan oleh Yusuf Qordhowi terbagi menjadi dua yaitu :
1.      Negara berfungsi menjamin segala kebutuhan minimum rakyat. Fungsi pertama ini bermakna bahwa Negara harus menyediakan atau menjaga tingkat kecukupan kebutuhan minimum dari masyarakat.
2.      Negara berfungsi mendidik dan membina masyarakat. Dalam fungsi ini yang menjadi ruang lingkup kerja Negara ialah menyediakan kemudahan infrastuktur, regulasi, institusi sumber daya manusia, pengetahuan sekaligus kualitasnya. Sehingga keilmuan yang luas dan mendalam serta menyeluruh (syamil mutakalimin) tersebut berkorelasi positif pada pelestarian dan peningkatan keimanan yang telah dimunculkan oleh poin pertama dari fungsi Negara ini.
Sebab-sebab dakwah ialah lantaran Allah Swt, telah memerintahkan kepada insan dan Jin untuk menyembah hanya kepada Allah Swt tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Maka cara yang ditempuh-Nya tiada lain ialah dengan mengutus para Rasul untuk memberikan dan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjadikannya sebagai kiprah dan kewajiban. Dengan demikian kiprah dan kewajiban ini berlaku juga bagi setiap insan yang sudah mengikrarkan diri dalam syahadatnya. Paling tidak sanggup dikemukakan enam kiprah dan kewajiban tersebut :
1.      Memberikan bimbingan kepada nalar insan untuk mengenal Allah dalam segala aspek dengan manhaj yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Memberitahukan kepada ummat insan kabar-kabar ghaib yang perlu diketahui manusia. Hal ini dilakukan guna mendatangkan ketenangan dan hati yang jernih, sehingga dalam beribadah insan mendapatkan nikmatnya.
2.      Menerangkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan apa yang diharamkan-Nya bagi manusia. Memberikan pengarahan kepada insan dan menganjurkan kepada mereka biar hidup didunia ini mengedepankan persaudaraan dan saling menyayangi dengan tetap menjadikannya sebagai ibadah demi kemajuan Islam.
3.      Memperhalus jiwa dan mendidik jiwa mereka dengan cara mengarahkan jiwa dan tabiat pada nilai-nilai yang mulia.
4.      Menerangkan apa yang menjadi kontradiksi umat manusia, konflik-konflik yang terjadi akhir syahwat manusia.
Lalu bagaimana urgensi negara dalam jalan dakwah ini? Negara merupakan organisasi terbesar yang menghimpun masyarakat yang ada di dalamnya, maka dari itu, negara mempunyai kiprah penting dalam dakwah ini. Tahapan yang harus di lakukan dalam jadwal dahwah meliputi :
1.      Membangun sebuah organisasi yang besar lengan berkuasa dan solid sebagai kekuatan utama yang akan mengoperasikan dakwah, ini disebut dengan Mihwar Tanzimi.
2.      Membangun basis sosial yang luas dengan merata sebagai kekuatan pendukung dakwah, ini disebut dengan Mihwar Sya’bi.
3.      Membangun banyak sekali institusi untuk mewadahi pekerjaan-pekerjaan dakwah diseluruh sektor kehidupan dan diseluruh segmen masyarakat, ini disebut dengan Mihwar Muassasi.
4.      Setelah tiga tahap di atas, maka sampailah pada tingkat institusi negara. Sebab institusi dibutuhkan dakwah dalam merealisasikan secara legal dan besar lengan berkuasa seluruh kehendak Allah SWT, hal ini disebut dengan Mihwar Daulah.
Tahapan diatas merupakan tahapan yang saling terkait dan berkesinambungan. Sehingga dikala kita melangkah menuju tahap yang gres itu tidak berarti kita meninggalkan tahap yang sebelumnya. Misalnya, dikala kita memutuskan untk masuk kedalam mihwar muassasi (tahapan institusi) bukan berarti kita tidak lagi melaksanakan kaderisasi.
Dalam perspektif islam, politik ialah subsistem Islam. Dalam pembangunan peradaban islam, dakwah harus mempunyai power dan pemberian kekuasaan untuk merealisasikan islam dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Begitu pula dalam negara demokrasi, dimana ada kebebasan didalamnya, lantaran kebebasan merupakan penyangga dari demokrasi. Fungsi negara ialah memfasilitasi masyarakat untuk hidup bersama secara damai. Negara bertugas melindungi setiap individu dan entitas untuk hidup dengan cara mereka. Dasar yang dipakai negara dalam bekerja ialah janji bersama antarwarga negara, dengan sesuatu yang kemudian disebut sebagai konstitusi, undang-undang, atau hukum.
Maka, semua orang menikmati demokrasi. Dakwah pun menikmati demokrasi lantaran disini para dai menemukan kebebasan untuk bertemu dan berinteraksi secara terbuka dan eksklusif dengan para objek dakwah. Namun kenikmatan ini tetap ada harga yang harus dibayar, terutama bagi dakwah, kita memang bebas berdakwah, namun pelaku kemungkaran juga bebas melaksanakan kemungkaran. Karena yang berlaku disini bukan aturan benar-salah tapi aturan legalitas. Sesuatu itu harus legal walaupun salah. Dan, sesuatu yang benar namun tidak legal akan tetap menjadi sesuatu yang salah. Begitulah aturan main dari demokrasi.
Karena pentingnya legalitas tersebut, maka donasi negara sebagai alat dalam dakwah sangatlah penting. Negara memperlihatkan kemudahan bagi berjalannya dakwah ini, mulai dari kepala negara, hingga rakyatnya.
Kepala negara mengurus kepantingan umat secara praktis, syara’ memperlihatkan tanggung jawab kepada penguasa yaitu kepala negara (khalifah) dan penguasa lainnya yang diangkat oleh khalifah ataupun melalu bai’at. Pengurusan rakyat dalam islam memang diserahkan kepada penguasa (khalifah), sebagaimana salah satu dalil mengenai hal itu ialah "Dahulu, Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya (tasûsûhum) oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak akan ada nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan banyak khalifah'. (H.R. Imam Muslim dari Abi Hazim).
Dari hadist diatas, maka pengaturan kepentingan umat baik internal maupun eksternal sepenuhnya berada ditangan kepala negara. Kemudian, bagaimana dengan kiprah kepala negara dalam politik islam ?
Peran kepala Negara dalam hal ini berupa :
1.      Seorang kepala negara wajib untuk menjalankan aturan islam sebagai konstitusi (hukum) negara. Ia dihentikan mengadopsi aturan yang berada di luar konteks islam baik metode pangambilan aturan ataupun hukumnya sendiri.
2.      Seorang kepala negara bertanggungjawab terhadap politik dalam dan luar negeri sekaligus. Termasuk dalam hal pertahanan negara (militer).
3.      Seorang kepala negara berhak mendapatkan ataupun menolak duta asing, serta memilih dan memberhentikan duta-duta islam.
Selanjutnya ialah donasi umat (rakyat) dakam dakwah, yaitu :
1.      Kewajiban utama umat dalam dakwah ialah taat kepada amir (penguasa). Yang ditunjukkan dengan bai’at, baik bai’at in’iqod ataupun bai’at tho’at. Sebagaimana firman Allah dalam Qs. An-Nissa : 59 yang artinya ““Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. “ Selain kewajiban mentaati penguasa, umat (rakyat) mempunyai tiga kiprah penting dalam jalannya pemerintahan dalam negara yang nantinya negara dijadikan sebagai alat utama dalam dakwa, yaitu :
a.       Rakyat berhak dalam pemilihan penentuan penguasa.
b.      Terlibat dalam musyawarah.
c.       Pengoreksi kinerja pemerintah dalam dakwah dan menjalankan pemerintahan.
2.      Peran umat yang selanjutnya ialah aktif dalamm musyawarah (al syura), dimana sl syura atau pengambilan keputusan pengambilan pendapat dalam islam merupakan salah satu konsepsi pilitik yang akan menamcap ditengah masyarakat islam dan menjadi keistimewaan dari sistem yang lain.
3.      Umat sebagai pengoreksi seorang pemimpin atau penguasa
Inti dari urgensi negara dalam dakwah adalah, negara sebagai fasilitator dalam gerakan dakwah, yang memperlihatkan kelegalan dalam setiap gerak dakwah, selain itu negara sebagai forum yang besar lengan berkuasa yang dipatuhi oleh rakyat yang ada didalamnya , juga menjadi pelaksana dari aturan Islam.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Dalam makalah ini sanggup disimpulkan beberapa pokok dari pembahasan makalah, yakni :
1.      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, negara ialah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Ini berarti, negara merupakan pemegang kekuasaan yang tertinggi dalam masyarakat yang tinggal dan hidup disuatu negara tersebut.
2.      Negara Islam merupakan negara yang didirikan atas dasar keyakinan (aqidah), bukan atas dasar letak geografis, etnis, ataupun aspek-aspek alam lainnya. Karena itu, Negara Islam bersifat universal (dan karenanya multietnis).
3.      Syarat pembentukan dari sebuah negara antara lain, mempunyai wilayah daerah menjalankan kedaulatan, mempunyai rakat yang hidup didalamnya serta mau untuk tunduk dengan aturan yang ditetapkan, mempunyai pemerintah yang berdaulat yang akan memimpin negara tersebut, yang terakhir ialah adanya legalisasi dari negara lain.
4.      Urgensi negara dalam dakwah adalah, negara sebagai fasilitator dalam gerakan dakwah, yang memperlihatkan kelegalan dalam setiap gerak dakwah, selain itu negara sebagai forum yang besar lengan berkuasa yang dipatuhi oleh rakyat yang ada didalamnya , juga menjadi pelaksana dari aturan Islam.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Anis Matta, Menikmati Demokrasi, Insan Media; Jakarta, 2007
Amiruddin, M. Hasbi. Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman,UII Press;yogyakarta,2000
al-ahkam-assuthoniyyah-dan-konsepsi-negara-menurut-perspektif-al-qur-E2-80-99an-dan-assunnah.html
Konsep-Negara-Dalam-Perspektif-Islam-Dan-Hadit.html
http://indonesian.irib.ir/al-quran/-/asset_publisher/b9BB/content/tafsir-al-quran-surat-an-

Share on Google Plus

About Raden

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.