PENDAHULUAN
Lahirnya kebudayaan dan pertumbuhan islam tidak sanggup di pisahkan dari kebudayaan yang berkembang sebelumnya di makkah, alasannya ialah sebagai sebuah kebudayaan Islam, Islam dikemas dari kebudayaan yang sudah ada dan berkembang sebelumnya, begitu juga dengan perkembangan kebudayaan Islam berikutnya.
Kemunculan kebudayaan Islam ini terkadang memang dikatakan muncul dimulai dengan pengangkatan Rasulullah, akan tetapi pendapat ini seakan menghapuskan nilai-nilai yang telah ada dalam diri Rasulullah sebelum ia diangkat menjadi rasul. Adapun usaha yang dicapai Rasulullah dalam mendakwahkan anutan agama islam kepada penduduk zaman itu sangatlah tidak gampang dan butuh taktik dan usaha yang luar biasa. Mulai dia diangkat menjadi rasul hingga terjadinya peperangan melawan kaum kafir quraisy.
RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana asal usul diutusnya nabi Muhammad SAW?
B. Bagaimana misi usaha nabi Muhammad SAW di Mekah?
C. Apa saja metode dakwah yang dipakai Rasulullah SAW dalam menegakkan Islam di Mekah?
PEMBAHASAN
A. Asal Usul Diutusnya Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada Tahun Gajah-tahun ketika pasukan gajah Abrahah menyerang Mekah untuk menghancurkan Kabah, namun pasukan Abrahah mengalami kehancuran. Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun 570 M. (12 Rabiul Awal). Setelah diasuh beberapa usang oleh ibunya, Muhammad dipercayakan kepada Halimah dari suku Bani Sa’ad untuk diasuh dan dibesarkan hingga berusia 6 tahun dan dikembalikan kepada ibunya, Aminah, pada waktu itu ibunya bermaksud menziarahi makam suaminya di Madinah, kawasan suaminya dimakamkan. Namun, di tengah perjalanan, yaitu di Abwa, Madinah, Aminah menderita sakit dan menghembuskan nafas yang terakhir di sana. Dengan demikian, pada usia 6 tahun, Muhammad sudah kehilangan kedua orang tuanya. Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad. Namun, dua tahun, kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia alasannya ialah renta.[1]
Saat usia 12 tahun, Muhammad diamanatkan Siti Khadijah, seorang saudagar Mekah untuk menjalankan dagangannya bersama pamannya Abu Thalib ke luar negeri, Syam. Demikian juga ketika usia 25 tahun, perdagangan yang dibawa Muhammad menawarkan laba amat besar pada majikannya, Khadijah yang dinikahi oleh Muhammad ketika Khadijah berusia 40 tahun.
Peristiwa penting yang menunjukkan kecerdasan dan kebijaksanaan seorang Muhammad di ketika usia tigapuluh lima tahun. Waktu itu bangunan Ka’bah rusak parah, perbaikanpun dilakukan oleh penduduk Makkah dan disaat final mereka berselisih untuk memilih suku yang akan meletakkan hajar aswad di kawasan semula. Perselisihanpun memuncak dan hingga pada hasilnya para pemimpin Quroisy muncul akad bahwa orang yang pertama kali masuk Ka’bah melalui pintu Shafa akan ditunjuk sebagai hakim yang akan tetapkan dan menunjuk suku yang pantas untuk melatakkan hajar aswad, ternyata orang yang pertama kali masuk Ka’bah melalui Shafa ialah Muhammad maka sesuai dengan akad itulah dia ditunjuk dan dipercaya untuk menyelasaikan masalah tersebut. Kemudian, dia membentangkan kain dan meletakkan hajar aswad ditengah – tengah dan meminta kepada pemimpin – pemimpin suku untuk memegang tepi kain itu dan mengangkat bersama – sama. Setelah hingga pada ketinggian tertentu, Muhammad kemudian meletakkan kerikil itu pada tempatnya semula. Dengan demikian, perselisihan antara pemimpin suku sanggup diselsaikan dengan bijaksana dan semua pimpinan sukupun merasa puas dengan penyelesaian ibarat itu.[2]
Kemudian, pada usia itu Nabi Muhammad melihat sikap sehari-hari masyarakat yang keberagamaan menyimpang dari prinsip tauhid yang pernah diajarkan Nabi Ibrahim, hadirlah cahaya baru, yaitu Islam, yang dibawa oleh Muhammad. Melihat situasi masyarakatnya yang semakin jauh dari prinsip-prinsip kebenaran, Muhammad tetapkan untuk banyak melaksanakan kontemplasi. Orang muda yang pada zamannya dijuluki al-amin terpercaya ini ingin mendapatkan jawaban dan nasib manusia.[3]
Sambil menyendiri di Gua Hira, tepatnya ketika Muhammad berusia 40 tahun, ia terus mencari kebenaran dan makna. Malaikat Jibril tiba-tiba muncul dan memberi perintah, “Bacalah?” Muhammad menjawab, “Aku bukanlah orang yang sanggup membaca.” Malaikat memeluknya sedemikian keras hingga ia hampir tak kuasa menahannya, dan kembali memberi perintah, “Bacalah!” Muhammad mengulang kembali jawabannya, “Aku bukanlah orang yang sanggup membaca.” Malaikat Jibril kembali memluknya keras-keras, hampir membuatnya terdesak, dan mengulang kembali perintahnya, “Bacalah!” Jwabannya tetap sama: “Aku bukanlah orang yang sanggup membaca.” Sembari tetap memeluknya, Malaikat berkata, Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah membuat insan dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada insan apa yang tidak diketahuinya.
Itulah ayat pertama Quran yang diwahyukan kepada Nabi melalui malaikat Jibril.[4] Dengan wahyu pertama ini, Muhammad SAW telah diangkat sebagai Nabi Allah. Pada masa ini, ia belum disuruh untuk menyeruh kepada umatnya, biar segera mempercayai kenabiannya dan menyatakan kesediaan untuk mengikutinya adalah, antara lain, istrinya Khadijah, sepupu yang diasuhnya semenjak kecil, Ali ibn Abi Thalib, dan mantan hamba sahayanya, Zaid ibn Harits yang masih tinggal di rumahnya. Dengan demikian, pendukung pertama usaha Muhammad ialah keluarganya sendiri.[5]
B. Misi Perjuangan Nabi Muhammad SAW di Mekah
Secara historis, perjalanan nabi Muhammad SAW sebagai pembawa misi risalah langit, terbagi dalam tiga periode, yaitu pertama, periode pra kerasulan; kedua, periode kerasulan, dan ketiga pasca-kerasulan. Tahap kedua sejarah kenabian ini diawali dengan dua kondisi demografis-sosiologis Arab, yakni kondisi pada masa Makiyyah dan masa Madaniyyah. Kehadiran nabi Muhammad SAW, identik dengan latar belakang kondisi masyarakat Arab, khususnya orang-orang Mekah. Para sejarawan, baik Islam maupun non-Islam tidak berbeda dalam melukiskan keberadaan mereka.
Kehidupan masyarakat Arab secara sosiopolitis mencerminkan kehiduoan derajat yang rendah. Perbudakan, mabuk, perzinaan, eksploitasi ekonomi dan perang antarsuku menjadi aksara sikap mereka. Situasi chaos semacam ini berlangsung semenjak para pendahulu mereka mendiami negeri tersebut. Dari aspek kepercayaan atau agama, orang-orang Arab Mekah ialah para penyembah berhala. Tidak kurang dari tiga ratus berhala yang mereka anggap sebagai Tuhan atau pelindung manusia. Berangkat dari kondisi inilah dalam sejarah dicatat bahwa Muhammad sering melaksanakan kontemplasi (‘uzlah), untuk mendapatkan suatu jawaban apa dan bagaimana seharusnya membangun kehidupan masyarakat Arab. Setelah melalui proses kontemplasi yang cukup lama, tepatnya di Gua Hira, hasilnya Muhammad menerima suatu petunjuk dari Allah melalui Malaikat Jibril untuk mengubah masyarakat Arab Mekah. Dari sinilah, awal sejarah pernyebaran dan usaha Nabi Muhammad SAW dalam menegakkan anutan Islam dimulai.
Para Nabi dan rasul yang diutus oleh Allah, dilihat dari pendekatan visi dan misi, sanggup dibagi ke dalam dua bagian, pertama, Nabi yang hanya membawa iman teologis semata dan Nabi yang membawa iman teologis sekaligus membawa iman politis. Doktrin teologis ialah iman yang menekankan substansi moral dalam mempersatukan ideal moral insan dengan ideal moral Tuhan tanpa melaksanakan perubahan sosial politik sebagai bab dari proses ideal moral tersebut, sedangkan iman teologis politis ialah iman yang mengedepankan usul moral sekaligus berusaha melaksanakan perubahan sistem untuk menata institusi-institusi sosial dan politik.
Para nabi yang tergolong pembawa iman teologis politis ini, di antaranya ialah nabi-nabi yang bergelar Ulul ‘zmi. Nabi Muhammad SAW termasuk bab ini alasannya ialah ia, selain mengajarkan nilai-nilai Islam yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat aksentis (keakhiratan), juga berusaha beserta umatnya menata kekuatan untuk mengambil alih tugas kepemimpinan dan pemerintahan orang-orang Quraisy. Peran ini sangat dominan, terutama pada ketika nabi berada di Madinah.[6]
C. Metode Dakwah yang Digunakan Rasulullah SAW dalam Menegakkan Islam di Mekah
Pada awal periode Mekah, Rasulullah SAW berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Perintah untuk memulai dakwah secara sembunyi-sembunyi itu ditandai dengan turunnya wahyu kedua yaitu surat Al-Muddatstsir ayat 1-7:
Artinya : “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, kemudian berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.”(QS. Al-Muddatstsir:1-7)[7]
Pertama-tama dia melakukannya di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Karena itulah, orang yang pertama kali mendapatkan dakwahnya ialah keluarga dan sobat dekatnya. Mula-mula istrinya sendiri, Khadijah, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang gres berumur 10 tahun. Kemudian, Abu Bakar, sobat karibnya semenjak masa kanak-kanak. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu Aiman, pengasuh nabi semenjak ibunya Aminah masih hidup, juga termasuk orang yang pertama masuk Islam. Ketika Abu Bakar menyatakan masuk Islam, dan menampakkannya kepada orang-orang yang dia percayai, maka muncullah nama-nama ibarat Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah yang juga masuk Islam. Dan seterusnya diikuti oleh yang lain ibarat Abu ‘Ubaidah, Abu Salamah, Arqom bin Abi al Arqom, dll. Beliau menyebabkan rumah Arqom bin Abi al Arqom sebagai pusat pengajaran dan sekaligus pusat kutlah (kelompok) yang dalam bahasa kita tepatnya disebut sekretariat. Di kawasan ini Rasulullah mengajarkan hukum-hukum Islam, membentuk kepribadian Islam serta membangkitkan acara berpikir para sahabatnya tersebut. Mereka dibawa Abu Bakar eksklusif kepada nabi dan masuk Islam di hadapan nabi sendiri. Dengan dakwah secara belakang layar ini, belasan orang telah memeluk agama Islam. Kurang lebih selama tiga tahun mereka melaksanakan shalat secara sembunyi-sembunyi.[8]
Setelah beberapa usang dakwah tersebut dilaksanakan secara individual turunlah perintah biar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula ia mengundang dan menyeru kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib. Ia menyampaikan kepada mereka, “Saya tidak melihat seorangpun di kalangan Arab yang sanggup membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian. Ku bawakan kepadamu dunia dan darul abadi yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah di antara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?”. Namun mereka semua menolak kecuali Ali.[9]
Selama 3 tahun membangun kutlah kaum muslim dengan membangun referensi pikir yang islami (‘aqliyah islamiyah) dan jiwa yang islami (nafsiyah islamiyah), maka muncullah sekelompok orang yang mempunyai syakhsiyah islamiyah (kepribadian Islam) yang siap berdakwah di tengah-tengah masyarakat jahiliyah pada ketika itu. Hal ini bertepatan dengan turunnya surat al Hijr : 94-95, yang memerintahkan Rasulullah untuk berdakwah secara terang-terangan dan terbuka.
Artinya : “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kau daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu).” (QS. Al-Hijr : 94-95). [10]
Ini berarti Rasulullah dan para sahabatnya telah berpindah dari tahapan dakwah secara sembunyi-sembunyi (daur al istikhfa’) kepada tahapan dakwah secara terang-terangan (daur al i’lan). Dari tahapan kontak secara individu menuju tahap menyeru seluruh masyarakat.
Langkah dakwah seterusnya yang diambil Muhammad ialah menyeru masyarakat umum secara terang-terangan. Baik dari golongan darah biru maupun hamba sahaya. Serta menyeru kepada orang-orang dari aneka macam negeri untuk menunaikan ibadah haji. Jumlah pengikut Nabi yang tadinya hanya belasan orang, makin hari makin bertambah. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-orang yang tak punya. Meskipun kebanyakan mereka ialah orang-orang yang lemah, namun semangat mereka membaja.
Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam itu.[11]
- Mereka tidak sanggup membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka menduga bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib yang berarti sangat tidak mereka inginkan.
- Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara kaum darah biru dan hamba sahaya. Hal ini tidak disetujui oleh kelas darah biru Quraisy.
- Para pemimpin Quraisy tidak sanggup mendapatkan anutan perihal kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.
- Taklid kepada nenek moyang ialah kebiasaan yang mengakar pada bangsa Arab.
- Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.
Benturan antara Rasulullah dengan kafir Quraisy terjadi alasannya ialah Rasulullah dan para sobat tidak pernah berkompromi apalagi berhubungan menjalankan sistem kehidupan rusak dan sesat buatan insan jahiliyah. Al Qur’an senantiasa turun kepada Beliau, dan menyerang orang-orang kafir secara gamblang : “sesunggunya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah ialah umpan neraka jahannam.” (QS Al-anbiya’ : 98). al Qur’an juga menyerang praktek riba yang telah turun temurun mewarnai kehidupan jahiliyah : “dan segala hal yang kalian datangkan berupa riba biar sanggup menambah banyak harta manusia, maka riba itu tidak menambah apapun di sisi Allah.” (QS Ar-Rum : 39), demikian juga dengan kecurangan2 dalam dosis yang sangat biasa terjadi : “kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila mendapatkan dosis dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS Al-Mutaffifin : 1-3). Akibatnya, manusia-manusia jahil itu menghalangi dan menyakiti Rasulullah dengan fitnah, propaganda yang menyesatkan, pemboikotan bahkan penyiksaan fisik.
Ketika kaum Quraisy bertambah gencar dalam melancarkan tantangan kepada Nabi dan ara sahabatnya, paman Rasul yaitu Abu Thalib tidak tinggal diam, alasannya ialah dia sangat menyanyangi Nabi Muhammad SAW. Diantara orang-orang yang paling bengis memusuhi dia ialah paman dia sendiri. Yaitu Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil, atau yang oleh Al qur’an disebut dengan nama Hammalat al-Hathab (pembawa kayu bakar). Di tengah cobaan yang sangat berat tersebut, datanglah kabar bangga akan kemenangan dari Madinah. Hal ini terjadi ketika beberapa orang dari suku khazraj tiba ke Mekkah untuk berhaji. Kemudian Rasulullah mendatangi mereka, berdakwah kepada mereka dan merekapun hasilnya masuk Islam. Setelah selesai melaksanakan haji dan mereka kembali ke Madinah, mereka menceritakan keislaman mereka kepada kaumnya. Sejak ketika itu cahaya Islam mulai muncul di Madinah.
KESIMPULAN
Nabi Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah / 570 M. Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad SAW dipersiapkan secara fisik maupun mental oleh Allah SWT melalui aneka macam ujian dan kesulitan hidup yang dialami semenjak kecil hingga dewasa. Pada periode Makkah Muhammad berkonsentrasi terlebih dahulu untuk memperbaiki tauhid penduduk Makkah yang pada ketika itu masih menyembah berhala dan masih setia pada anutan nenek moyang mereka. Islam membawa perubahan di Makkah sesudah Muhammad membawa ajaran-ajaran Islam yang memperbaiki moral mereka dalam beragama. Kesabaran, ketabahan, kegigihan dan semangat pantang mengalah dalam menghadapi segala tantangan hasilnya membawa Muhammad SAW mencapai puncak kesuksesan dalam dakwahnya. Dalam memberikan dakwahnya, dia awalnya memakai metode dakwah secara sembunyi-sembunyi, kemudian diperintahkan Allah SWT untuk memberikan Islam dengan dakwah secara terang-terangan dan terbuka.
PENUTUP
Demikianlah makalah kami buat, semoga sanggup memberi manfaat pada penyusun khususnya dan pada pembaca yang budiman pada umumnya. Kami sadari bahwa pembuatan makalah masih jauh dari kata tepat dan mengandung banyak kekurangan. Oleh alasannya ialah itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim M, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta, Pustaka Book Publisher, 2007.
‘Athiyyah Muhammad, Keagungan Muhammad Rasulullah, Jakarta, PT Dunia Pustaka Jaya, 1985.
Fuadi Imam, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta, Teras, 2011.
bulan mulia Tariq, Muhammad Rasul Zaman Kita, Jakarta, Ikrar Mandiriabadi, 2007.
Supriyadi Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2008.
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1999.
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2003.
http://kholisnurkholis17.blog.com/2013/02/08/dakwah-nabi-muhammad-saw-pada-periode-mekah-dan-madinah/
Referensi
[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hlm. 60-61
[2] http://kholisnurkholis17.blog.com/2013/02/08/dakwah-nabi-muhammad-saw-pada-periode-mekah-dan-madinah/ diakses 13 Desember 2014 pukul 11.42
[3] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 62-63
[4] Tariq Ramadan, Muhammad Rasul Zaman Kita, (Jakarta : Ikrar Mandiriabadi, 2007), hlm. 66-67
[5] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 63
[6] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hlm. 62-63
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), hlm. 19
[8] Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyiy, Keagungan Muhammad Rasulullah, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1985), hlm. 80
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 19
[10] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 7
[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 20