Penggunaan dan Tata Tulis Ejaan: Pelafalan, Pemakaian Huruf, dan Pemisahan Suku Kata
Dasar yang paling baik untuk melambangkan bunyi ujaran atau bahasa yaitu satu bunyi ujaran yang membedakan arti dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Lambang yang digunakan untuk mewujudkan bunyi ujaran itu biasa disebut huruf.
Dengan huruf-huruf itulah insan sanggup menuliskan gagasan yang semula hanya disampaikan secara lisan.Keseluruhan peraturan wacana cara menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dalam suatu bahasa termasuk duduk masalah yang dibicarakan dalam ejaan. Yang dimaksud dengan ejaan yaitu cara melafalkan dan menuliskan huruf, kata, unsur serapan, dan tanda baca. Bahasa Indonesia memakai ejaan fonemik, yaitu hanya satuan bunyi yang berfungsi dalam bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan huruf.Ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia kini menganut sistem ejaan fonemis, yaitu satu bunyi dilambangkan dengan satu tanda (huruf). Akan tetapi, kenyataannya masih terdapat kekurangan. Kekurangan tersebut terlihat pada adanya fonem (bunyi) yang masih dilambangkan dengan dua tanda, yaitu /ng/, /ny/, /kh/, dan /sy/. Sebaliknya, ada dua fonem yang dilambangkan dengan satu tanda saja, yaitu /e/ pepet dan /e/ taling. Hal ini sanggup menimbulkan kendala dalam penyusunan ejaan bahasa Indonesia yang lebih sempurna. A. Pelafalan
Salah satu hal yang diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau cara pengucapan dalam bahasa Indonesia. Pada akhir-akhir ini sering kita dengar orang melafalkan bunyi bahasa Indonesia dengan keraguan. Keraguan yang dimaksud ialah ketidakteraturan pengguna bahasa dalam melafalkan huruf. Kesalahan pelafalan sanggup terjadi alasannya yaitu lambang (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan bunyi yang melambangkan aksara tersebut. Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah bunyi bahasa lain, terutama bahasa asing, menyerupai bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Jerman. Dalam bahasa tersebut, satu bunyi yang dilambangkan dengan satu huruf, contohnya /a/ atau /g/, sanggup diucapkan dengan banyak sekali wujud bunyi bergantung pada bunyi atau fonem yang ada di sekitarnya. Lain halnya dengan bahasa Indonesia, ketentuan pelafalan yang berlaku dalam bahasa Indonesia cukup sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia harus dilafalkan sesuai dengan apa yang tertulis. Tegasnya, lafal dalam bahasa Indonesia diadaptasi dengan tulisan.
-teknik Lafal yang salah: tehnik Lafal yang benar: teknik [t e k n i k]
-tegel Lafal yang salah: tehel Lafal yang benar: tegel [t e g e l]
-energi Lafal yang salah: enerhi, enersi, enerji Lafal yang benar: energi [e n e r g i]
Masalah lain yang sering muncul dalam pelafalan ialah mengenai abreviasi kata dengan huruf. Sebaiknya pemakai bahasa memperhatikan pelafalan yang benar menyerupai yang sudah dibakukan dalam ejaan.
-TV Lafal yang salah: [tivi] Lafal yang benar: [t e ve]
-MTQ Lafal yang salah: [emtekyu], [emtekui] Lafal yang benar: [em te ki]
Hal yang perlu menerima perhatian ialah mengenai pemakaian dan pelafalan aksara pada penulisan dan pelafalan nama diri. Di dalam kaidah ejaan dikatakan bahwa penulisan dan pelafalan nama diri, yaitu nama orang, tubuh hukum, lembaga, jalan, kota, sungai, gunung, dan sebagainya diadaptasi dengan kaidah ejaan yang berlaku, kecuali kalau ada pertimbangan lain. Pertimbangan yang dimaksud ialah pertimbangan adat, hukum, agama, atau kesejahteraan, dengan kebebasan menentukan apakah mengikuti Ejaan Republik (Soewandi) atau Ejaan yang Disempurnakan. Jadi, pelafalan nama orang sanggup saja diucapkan tidak sesuai dengan yang tertulis, bergantung pada pemilik nama tersebut.
Demikian pula halnya dengan pelafalan unsur kimia, nama minuman, atau nama obat-obatan, bergantung pada kebiasaan yang berlaku untuk nama tersebut. Jadi, pemakai bahasa sanggup saja melafalkan unsur tersebut tidak sesuai dengan yang tertulis. Hal tersebut memerlukan komitmen lebih lanjut dari pakar yang bersangkutan.
Perhatikan pola berikut!
- coca Lafal yang benar: cola [ko ka ko la]
- HCI Lafal yang benar: [Ha Se El]
- CO2 Lafal yang benar: [Se O2]
Kaidah pelafalan yang perlu dibicarakan di sini ialah pelafalan bunyi /h/. Pelafalan bunyi /h/ ada aturannya dalam bahasa Indonesia. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang sama harus dilafalkan dengan jelas, menyerupai pada kata mahal, pohon, luhur, leher, sihir. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang berbeda dilafalkan dengan lemah atau hampir tidak kedengaran, menyerupai pada kata tahun, lihat, pahit. Bunyi /h/ pada kata menyerupai itu umumnya dilafalkan dengan bunyi luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, liyat, payit. Aturan ini tidak berlaku bagi kata-kata pungut alasannya yaitu lafal kata pungut diadaptasi dengan lafal bahasa asalnya, menyerupai kata mahir, lahir, kohir, kohesi.
Hakikat Bahasa Indonesia
Rumusan wacana hakikat Bahasa Indonesia dikemukakan Machfudz (2000) bahwa, "Hakikat Bahasa Indonesia adalah: Bahasa sebagai simbol, Bahasa sebagai bunyi ujaran, bahasa bersifat arbitrer, dan Bahasa bersifat konvensional." Arti kata hakikat bila merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Ali, 1990) mempunyai pengertian intisari atau dasar. Hakikat bahasa sanggup diartikan sebagai sesuatu yang fundamental dari bahasa.
Bahasa sebagai Simbol
Simbol atau lambang yaitu sesuatu yang sanggup melambangkan dan mewakili ide, perasaan, pikiran, benda, dan tindakan secara arbitrer, konversional, dan representatif-interpretatif. tidak ada kekerabatan pribadi dan alamiah antara yang menyimbolkan dengan yang disimbolkan. Untuk itu baik yang batiniah (inner) menyerupai perasaan, pikiran, ide, maupun yang lahiriah (outer) menyerupai benda dan tindakan sanggup dilambangkan atau diwakili simbol.
Manusia senantiasa bergelut dengan simbol. Melalui simbol, insan memandang, memahami, dan menghayati alam dan kehidupannya. Simbol itu sendiri bantu-membantu merupakan kenyataan hidup, baik kenyataan lahiriah maupun batiniah yang disimbolkan, alasannya yaitu di dalam simbol terkandung ide, pikiran, dan perasaan, serta tindakan manusia.
Bahasa yaitu kombinasi kata yang diatur secara sistematis sehingga sanggup dipergunakan sebagai alat komunikasi. Kata yaitu kepingan dari simbol yang hidup dan digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu. Kata bersifat simbolis alasannya yaitu tidak mempunyai kekerabatan pribadi atau kekerabatan instrinsik dengan kenyataan yang diacunya, tetapi hanya bersifat arbitrer dan konversional. Misalnya kata /b-u-k-u/ tidak ada hubungannya dengan benda yang dirujuk yaitu lembaran-lembaran kertas yang ditulis dan dibaca. Kata /a-p-i/ tidak ada hubungannya dengan sifat kepanasan yang diacunya sehingga walaupun kita mengucapkan kata api berkali-kali, maka ekspresi kita tidak akan terbakar. Hal itu hanya bersifat arbitrer dan kemudian disepakati menjadi suatu konvensi oleh pemakai bahasa.
Sebuah wacana secara secara totalitas sanggup juga berupa simbol. Dalam masyarakat Batak dikenal wacana berupa ragam bahasa ratapan (wailing language). Bahasa ratapan yaitu syair yang diucapkan oleh seseorang dikala ia menangisi orang yang meninggal. Bahasa ratapan melambangkan dan mewakili perasaan si peratap. Bahasa ratapan itu sebagai simbol secara totalitas, tetapi wacana bahasa ratapan itu juga terdiri dari simbol-simbol yang lebih kecil menyerupai kata, frase, dan kalimat.
Bahasa Sebagai Bunyi Ujaran
Telinga kita selalu mendengar bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh benda-benda tertentu. Hanya bunyi- bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap insan (Human Organs of Speech) yang disebut sebagai bahasa. Bunyi ujaran merupakan sifat kesemestaan atau keuniversalan bahasa. Tak satupun bahasa di dunia ini yang tidak terjadi dari bunyi. Bahasa sebagai ujaran, mengimplikasikan bahwa media komunikasi yang paling penting yaitu bunyi ujaran. Jika kita mempelajari suatu bahasa kita harus berguru menghasilkan bunyi-bunyi suara.
Bahasa Bersifat Arbitrer
Pengertian arbitrer dalam studi bahasa yaitu manasuka, asal bunyi, atau tidak ada kekerabatan logis antara kata sebagai simbol (lambang) dengan yang dilambangkan. Arbitrer berarti dipilih secara acak tanpa alasan sehingga ciri khusus bahasa tidak sanggup diramalkan secara tepat.
Secara leksis, kita sanggup melihat kearbitreran bahasa. Kata anjing digunakan dalam Bahasa Indonesia, Biang dalam bahasa Batak, Dog dalam bahasa Inggris. hal ini mempunyai kata yang berbeda untuk menyatakan konsep yang sama. Kearbitreran bahasa di dunia ini menimbulkan adanya kedinamisan bahasa.
Bahasa bersifat Konvensional
Konvensional sanggup diartikan sebagai satu pandangan atau anggapan bahwa kata- kata sebagai penanda tidak mempunyai kekerabatan instrinsik dengan objek, tetapi berdasarkan kebiasaan, komitmen atau persetujuan masyarakat yang didahului pembentukan secara arbitrer. Tahapan awal yaitu manasuka/ arbitrer, balasannya disepakati/ dikonvensikan, sehingga menjadi konsep yang terbagi bersama (socially shared concept).
Konvensi/kesepakatan akan menentukan apakah kata yang dibuat secara arbitrer sanggup terus berlangsung dalam pemakaian bahasa atau tidak. Suatu bahasa tidak sanggup dipaksakan biar digunakan pada suatu kelompok masyarakat bahasa. Kelangsungan hidup suatu bahasa ditentukan oleh kemauan, kebiasaan, atau komitmen masyarakat.
Bahasa sebagai Sistem
Setiap bahasa mempunyai sistem, aturan, pola, kaidah sehingga mempunyai kekuatan atau alasan ilmiah untuk dipelajari dan diverifikasi. Pada hakikatnya, setiap bahasa mempunyai dua jenis sistem yaitu sistem bunyi dan sistem arti. Sistem bunyi meliputi bentuk bahasa dari tataran terendah hingga tertinggi (fonem, morfem, baik morfem bebas maupun morfem terikat, frase, paragraf, dan wacana). Sistem bunyi suatu bahasa tidak secara acak- acakan, tetapi mempunyai kaidah- kaidah yang sanggup diterangkan secara sistematis. Sistem arti suatu bahasa merupakan isi atau pengertian yang tersirat atau terdapat dalam sistem bunyi. Sistem bunyi dan sistem arti memang tidak sanggup dipisahkan alasannya yaitu yang pertama merupakan dasar yang kedua dan yang kedua merupakan wujud yang pertama.
Bahasa Bermakna
Makna yaitu arti, maksud atau pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan untuk menghubungkan bentuk kebahasaan tersebut dengan alam di luar bahasa atau semua hal yang ditunjuknya.
Machfudz (2000) mengemukakan bahwa macam- macam makna:
- Makna Leksisi. Makna unsur- unsur bahasa terlepas dari penggunaannya atau konteksnya. Makna leksis sering disebut makna sebagaimana yang ada di dalam kamus atau makna sebenarnya. Misalnya kata laki- laki mempunyai makna laki-laki atau insan yang berjenis kelamin jantan.
- Makna Kiasan. Makna unsur- unsur bahasa yang didasarkan pada perasaan atau pikiran yang berada di luar makna sebenarnya. Misalnya Buah bibir mempunyai makna menjadi pembicaraan orang.
- Makna Kontekstual. Makna unsur bahasa yang didasarkan pada kekerabatan antara ujaran dengan situasi dikala ujaran itu dipergunakan. Misalnya kata manis sanggup berarti buruk dikala seorang ayah mengejek anaknya yang malas belajar, kalimat yang digunakan patutlah nilaimu sangat bagus.
- Makna Gramatis. Makna yang diperoleh berdasarkan kekerabatan antara unsur- unsur bahasa dalam satuan- satuan yang lebih besar. Misalnya pada kata ia menyayangi ibunya, bermakna sebutan atau perbuatan aktif.
Bahasa Bersifat Produktif
Hal ini diartikan sebagai kemampuan unsur bahasa untuk menghasilkan terus-menerus dan digunakan secara teratur untuk membentuk unsur-unsur baru. Prefik /men-/ dan /di-/, contohnya sanggup menempel pada setiap kata kerja dan fungsinya masing-masing membentuk kata kerja aktif dan kata kerja pasif dalam Bahasa Indonesia.
Bahasa Bersifat Universal
Bahasa merupakan sesuatu yang berlaku umum dan dimiliki setiap orang. Pada sifat internal bahasa, universal yaitu kategori linguistik yang berlaku umum untuk semua bahasa.
Bahasa Bersifat Unik
Hal ini terlihat dari studi bahasa yaitu kategori bahasa yang tersendiri bentuk dan jenisnya dari bahasa lain. Setiap bahasa ada perbedaan dengan bahasa lain meskipun termasuk dalam bahasa serumpun.
Bahasa Sebagai Komunikasi
Menjadi penyampai pesan dari penyapa kepada pesapa (penerima). Komunikasi harus bermakna atau berarti baik bagi penyapa atau pesapa. Komunikasi sanggup bermakna bila sistem tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi sanggup informatif.
Pembentukan Kata-kata Bahasa Indonesia
Ada banyak ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata dibuat dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Untuk memahami cara pembentukan kata-kata tersebut kita sebaiknya mengetahui lebih dahulu beberapa konsep dasar dan istilah menyerupai yang dijelaskan di bawah ini.
kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum mempunyai imbuhan, juga sanggup dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks), tetapi perbedaan kedua bentuk ini tidak dibahas di sini.
afiks (imbuhan) = satuan terikat (seperangkat aksara tertentu) yang apabila ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks tidak sanggup bangkit sendiri dan harus menempel pada satuan lain menyerupai kata dasar. Istilah afiks termasuk prefiks, sufiks dan konfiks.
prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang menempel di depan kata dasar untuk membentuk kata gres dengan arti yang berbeda.
sufiks (akhiran) = afiks (imbuhan) yang menempel di belakang kata dasar untuk membentuk kata gres dengan arti yang berbeda.
konfiks (sirkumfiks / simulfiks) = secara simultan (bersamaan), satu afiks menempel di depan kata dasar dan satu afiks menempel di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu fungsi.
kata turunan (kata jadian) = kata gres yang diturunkan dari kata dasar yang menerima imbuhan.
keluarga kata dasar = kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari satu kata dasar dan mempunyai afiks yang berbeda.
Penggunaan Afiks
Mempelajari proses pembentukan kata-kata dan metode pembubuhan afiks merupakan kunci untuk memahami makna kata-kata turunan dan berguru membaca teks Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata yang terdapat dalam surat kabar dan majalah Indonesia berafiks. Jika seseorang mengerti makna kata dasar, ia sanggup mengerti makna sebagian besar kata yang berasal (diturunkan) dari kata dasar itu dengan memakai kaidah umum untuk masing-masing jenis afiks.
Jika kita sanggup mendapatkan sedikit kekeliruan dalam penggunaan afiks, kita sanggup menyederhanakan pembahasan wacana afiks (imbuhan). Dalam mengklasifikasikan jenis kata (nomina, verba, adjektiva, dan lain-lain) kami memakai kaidah pengklasifikasian kata berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Kedua - 1991) yang disusun dan diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia. Penjelasan di bawah yaitu untuk menguraikan hasil penambahan afiks (imbuhan)
Aplikasi Afiks
ber- : menambah prefiks ini membentuk verba (kata kerja) yang sering kali mengandung arti (makna) mempunyai atau mempunyai sesuatu. Juga sanggup mengatakan keadaan atau kondisi atribut tertentu. Penggunaan prefiks ini lebih aktif berarti mempergunakan atau mengerjakan sesuatu. Fungsi utama prefiks "ber-" yaitu untuk mengatakan bahwa subyek kalimat merupakan orang atau sesuatu yang mengalami perbuatan dalam kalimat itu. Banyak verba dengan afiks "ber-" mempunyai kata yang sama dengan bentuk adjektiva dalam Bahasa Inggris. Sekitar satu dari tiap 44 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai prefiks ini.
me-, meng-, menge-, meny, mem-: menambah salah satu dari prefiks ini membentuk verba yang sering kali mengatakan tindakan aktif di mana fokus utama dalam kalimat yaitu pelaku, bukan tindakan atau obyek tindakan itu. Jenis prefiks ini sering kali mempunyai arti mengerjakan, menghasilkan, melaksanakan atau menjadi sesuatu. Prefiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 13 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai salah satu dari prefiks ini.
di- : Prefiks ini mempunyai pertalian yang sangat akrab dengan prefiks "me-." Prefiks "me-" mengatakan tindakan aktif sedangkan prefiks "di-" mengatakan tindakan pasif, di mana tindakan atau obyek tindakan yaitu fokus utama dalam kalimat itu, dan bukan pelaku. Sekitar satu dari tiap 40 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai prefiks ini.
pe- : Prefiks ini membentuk nomina yang mengatakan orang atau distributor yang melaksanakan perbuatan dalam kalimat. Kata dengan prefiks ini juga bisa mempunyai makna alat yang digunakan untuk melaksanakan perbuatan yang tersebut pada kata dasarnya. Apabila kata dasarnya berupa kata sifat, maka kata yang dibuat dengan prefiks ini mempunyai sifat atau karakteristik kata dasarnya. Sekitar satu dari tiap 110 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai prefiks ini.
ter- : Sekitar satu dari tiap 54 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai prefiks ini. Penambahan afiks ini menimbulkan dua kemungkinan.
(1) Jika menambahkan ke kata dasar adjektif, biasanya menghasilkan adjektif yang menyatakan tingkat atau kondisi paling tinggi (ekstrim) atau superlatif. (misalnya: paling besar, paling tinggi, paling baru, paling murah)
(2) Jika menambahkan ke kata dasar yang bukan adjektif, umumnya menghasilkan verba yang menyatakan aspek perfektif, yaitu suatu perbuatan yang telah selesai dikerjakan. Afiks ini juga bisa mengatakan perbuatan spontanitas, yaitu suatu perbuatan yang terjadi secara tiba-tiba atau tidak disengaja (misalnya agresi oleh pelaku yang tidak disebutkan, pelaku tidak menerima perhatian atau tindakan natural). Fokus dalam kalimat yaitu kondisi resultan tindakan itu dan tidak memfokuskan pada pelaku perbuatan atau bagaimana kondisi resultan itu tercapai.
se-: menambah prefiks ini sanggup menghasilkan beberapa jenis kata. Prefiks ini sering dianggap sebagai pengganti “satu” dalam situasi tertentu. Sekitar satu dari tiap 42 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai prefiks ini. Penggunaan paling umum dari prefiks ini yaitu sebagai berikut:
1. untuk menyatakan satu benda, satuan atau kesatuan (seperti “a” atau “the” dalam Bahasa Inggris)
2. untuk menyatakan seluruh atau segenap
3. untuk menyatakan keseragaman, kesamaan atau kemiripan
4. untuk menyatakan tindakan dalam waktu yang sama atau menyatakan sesuatu yang berafiliasi dengan waktu
-an : menambah sufiks ini biasanya menghasilkan kata benda yang mengatakan hasil suatu perbuatan. Sufiks ini pun sanggup mengatakan tempat, alat, instrumen, pesawat, dan sebagainya. Sekitar satu dari tiap 34 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai sufiks ini.
-i : menambah sufiks ini akan menghasilkan verba yang mengatakan perulangan, sumbangan sesuatu atau menimbulkan sesuatu. Sufiks ini sering digunakan untuk memindahkan perbuatan kepada suatu daerah atau obyek tak pribadi dalam kalimat yang mana tetap dan tidak menerima imbas dari perbuatan tersebut . Sufiks ini pun mengatakan di mana dan kepada siapa tindakan itu ditujukan. Sekitar satu dari tiap 70 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai sufiks ini.
-kan: menambah sufiks ini akan menghasilkan kata kerja yang mengatakan penyebab, proses pembuatan atau timbulnya suatu kejadian. Fungsi utamanya yaitu untuk memindahkan perbuatan verba ke kepingan lain dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 20 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai sufiks ini.
-kah : menambah sufiks ini mengatakan bahwa sebuah ucapan merupakan pertanyaan dan sufiks ini ditambahkan kepada kata yang merupakan fokus pertanyaan dalam kalimat. Sufiks ini jarang digunakan.
-lah : sufiks ini mempunyai penggunaan yang berbeda dan membingungkan, tetapi secara singkat sanggup dikatakan bahwa sufiks ini sering digunakan untuk memperhalus perintah, untuk mengatakan kesopanan atau menekankan ekspresi. Hanya sekitar satu dari tiap 400 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai sufiks ini.
ke-an : Konfiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 65 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai konfiks ini. Konfiks ini yaitu untuk:
1. membentuk nomina yang menyatakan hasil perbuatan atau keadaan dalam pengertian umum yang menyatakan hal-hal yang berafiliasi dengan kata dasar
2. membentuk nomina yang menunjuk kepada daerah atau asal
3. membentuk adjektif yang menyatakan keadaan berlebihan
4. membentuk verba yang menyatakan insiden yang kebetulan
. pe-an, peng-an, peny-an, pem-an : penggunaan salah satu dari keempat konfiks ini biasanya menghasilkan suatu nomina yang mengatakan proses berlangsungnya perbuatan yang ditunjuk oleh verba dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 75 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai konfiks ini.
per-an : menambah konfiks ini akan menghasilkan sebuah nomina yang mengatakan hasil suatu perbuatan (bukan prosesnya) dan sanggup juga mengatakan tempat. Artinya sering menunjuk kepada suatu keadaan yang ditunjuk oleh kata dasar atau hasil perbuatan verba dalam kalimat. Keadaan ini menyerupai dengan yang diperoleh dengan memakai konfiks “ke-an”, tetapi biasanya kurang umum dan lebih konkrit atau spesifik. Sekitar satu dari tiap 108 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai konfiks ini.
se - nya : Konfiks ini seringkali muncul bersama-sama dengan kata dasar tunggal atau kata dasar ulangan untuk membentuk adverbia yang mengatakan suatu keadaan tertinggi yang sanggup dicapai oleh perbuatan kata kerja (misalnya: setinggi-tingginya = setinggi mungkin).
-nya : Ada penggunaan “-nya” sebagai sufiks murni yang mengubah arti kata dasarnya, tetapi hal ini merupakan konsep yang agak rumit dan kurang umum dan tidak dibahas di sini. contoh: biasanya = usually; rupanya = apparently
-nya, -ku, -mu: satuan-satuan ini bukan merupakan afiks murni dan semuanya tidak dimasukkan sebagai entri dalam kamus ini. Pada umumnya satuan-satuan ini dianggap sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar yang mana tidak mengubah arti kata dasar. Misalnya, kata “bukuku” = buku saya, “bukumu” = buku Anda, “bukunya” = buku ia atau buku mereka. Selain sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan, satuan “-nya” pun sanggup mempunyai fungsi untuk mengatakan sesuatu. Misalnya, “bukunya” berarti “buku itu”, bila “-nya” berfungsi sebagai penunjuk.
Penggunaan “-nya” baik sebagai kata ganti maupun penunjuk (bukan sebagai sufiks murni) yaitu sangat umum dan sekitar satu dari tiap 14 kata tertulis dalam Bahasa Indonesia mempunyai satuan ini. Penggunaan “-ku” dan “-mu” bervariasi sesuai dengan jenis tulisan. Dua jenis kata ganti ini sangat umum digunakan dalam komik, cerpen dan goresan pena tidak resmi lainnya, dan jarang digunakan dalam goresan pena yang lebih formal menyerupai surat kabar dan majalah berita