Tugas Pengantar Ilmu Aturan - (Das Sain & Das Sollen)

 TAWURAN PELAJAR !!!!!!

v  Das Sain.
Akhir-akhir ini kita sering mendengar isu wacana terjadinya tawuran antar pelajar, khususnya di tempat JABODETABEK. Hal ini merupakan tamparan bagi dinas pendidikan yang terkesan menutup mata atas kejadian ini. Kenapa dan mengapa Hal menyerupai ini seolah terjadi menyerupai sudah menjadi tradisi dalam kalangan pelajar ?. mungkin pertanyaan itu yang bergelayut dalam benak kita.
Sampai  pada tanggal 24 September 2012 Tawuran pelajar yang melibatkan siswa SMAN 6 dengan SMAN 70 Jakarta memakan korban jiwa. Dilangsir dari Surat Kabar TEMPO, “Ketika siswa SMAN 70 tiba dengan teriakan yel-yel sekolah mereka.  Saat itulah Alawi, siswa SMAN 6 yang tewas, sempat lari namun jatuh di depan tempat mereka makan dan dipukuli. Tawuran tersebut berlangsung 15 menit.  Selain Alawi yang terkena luka bacok di pecahan dada, dua siswa lainnya terluka.  Alawi sempat dilarikan ke Rumah Sakit Muhammadiyah, namun nyawanya tak tertolong.  Sementara korban luka, satu luka di pelipis, satu lagi luka kecil di jari tangan. Di TKP, polisi menyita sebuah arit dengan noda darah.  Barang bukti itu dibawa ke laboratorium forensik Polisi Republik Indonesia untuk mencocokkan darah di arit dengan darah korban. Kini polisi telah menyidik satu guru Sekolah Menengan Atas 70, dua guru Sekolah Menengan Atas 6 dan dua saksi lainnya.  Kedua sekolah tersebut pun masih diawasi oleh polisi adonan Polres dan Polsek untuk antisipasi insiden susulan”.  Tempo 25 september 2012. Setelah pollisi melaksanakan pengejaran selama empat hari, hasilnya FR alias Doyok (19), tersangka pembacokan Alawi Yusianto Putra (15) berhasil ditangkap di Yogyakarta.
Selang beberapa hari, sesudah terjadinya tawuran yang menewaskan Alawi Yusianto Putra.  Tawuran serupa juga terjadi,  tepatnya pada  hari Rabu, 26 September 2012 . Kali ini perkelahian melibatkan pelajar Kartika Zeni dengan Yayasan Karya 66 di Jalan Minangkabau, Manggarai, Jakarta Selatan. Di langsir dari harian Kompas terbitan 27 September 2012 “Sekitar pukul 13.00, delapan pelajar Sekolah Menengan Atas Yayasan kartika  menumpang Metromini 62 jurusan Pasar Minggu-Manggarai dari arah Pancoran. Saat hendak turun di sekitar TKP, depan Restoran Toba Tabo, mereka diserang oleh kelompok pelajar Sekolah Menengah kejuruan Kartika Zeni yang berjumlah sekitar 15 orang.  Mereka diserang dengan lemparan batu. Karena kalah jumlah dan tidak ada persiapan. Mereka lari, Dalam upaya meloloskan diri ke arah Manggarai, korban yang kerap dipanggil Yadut (Denny Yanuar) sanggup dikejar kelompok penyerang. Ia pun kemudian diserang dengan memakai celurit. Korban disabet pakai celurit sebanyak dua kali, Korban eksklusif terkapar bersimbah darah dan tewas beberapa ketika kemudian akhir luka di rusuk kiri dan pinggang kanan. Para penyerang kemudian melarikan diri. Namun, Pelaku bisa lebih cepat diamankan karena kelompok penyerang ataupun yang diserang umumnya bermukim tak jauh dari lokasi kejadian imisial dari tersangka pembunuh Denny Yanuar yakni AD(17). "Saat pulang sekolah mereka kebetulan saling bertemu, kemudian ejek-ejekan, dan tawuran," ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Kombes Hermawan. Selain pelaku, petugas juga berhasil menemukan barang bukti celurit yang dipakai pelaku. Barang bukti bersama tiga rekan korban sudah dibawa ke Mapolres Jakarta Selatan untuk dimintai keterangan. Ketiga saksi itu yakni FB, JAP, dan PE.” Kompas,27 September 2012
v  Das Sollen
Ketika kita membaca goresan pena kita diatas, pastilah didalam hati kita akan merasa miris, apa yang sebetulnya terjadi pada generasi muda kita ?.  Padahal, seyogyanya pelajar mempunyai kiprah dan berkewajiban untuk berguru dan menyalurkan kreatifitasnya lewat Extrakurikuler disekolahnya sesudah sepulang sekolah, namun relita yang terjadi dilapangan, mereka malah sering berlaku anarkis ketika sepulang sekolah dengan melaksanakan aksi-aksi tawuran . Hal ini mungkin disebabkan karna kurangnya aktifitas positif yang disalurkan di luar jam  sekolah. Selain itu perilaku tidak tegas dari pihak sekolah juga merupakan salah satu factor penyebab maraknya agresi tawuan pelajar baru-baru ini.
Di lain sisi, masih banyak paradikma yang keliru dalam dunia pendidikan kita, “ yang sering beranggapan bahwa prioritas utama tenaga pendidik yakni mengajarkan pedoman yang bersifat hanya mengacu pada daya kerja otak kiri tanpa ada sumbangsih untuk memacu daya kerja otak kanan. Selain itu pendidikan tidak dilakukan secara dialogis, namun searah. Ini berkibat, kepada penerima didik hanya dididik untuk patuh atas apa yang diperintahkan saja, hal inilah yang menjadi pengekang kreatifitas anak didik. Lain dari pada itu sistem pendidikan yang ada tidak menciptakan penerima didik kritis, karena jam berguru sangat panjang dan melelahkan. Hal itu menciptakan penerima didik stres dan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk bertemu serta berkomunikasi dengan keluarga secara baik, hal ini juga menutup potensi sosial anak dan tak memberi waktu bagi anak untuk berorganisasi.”
Dan hasilnya sanggup kita lihat dengan maraknya hasil tawuran, padahal seharusnya hal ini sanggup di cegah sedini mungkin dengan cara  lebih intens menanamkan attitude kepada setiap siswa-siswanya, tanpa mengurangi porposi pelajaranya, dengan jam pelajaran yang tidak terlalu panjang. Sehingga daya kerja antara otak kiri dan otak kanan akan lebih seimbang, selain itu kalau sekolah mau bertindak lebih tegas dan menawarkan hukuman yang tegas pula kepada siswa-siswanya yang terlibat agresi tawuran menyerupai mengeluarkan siswanya bila terlibat dalam agresi tawuran. Jadi, para siswa akan berfikir dua kali untuk melaksanakan hal yang negative itu.
Jika ketegasan dan aturan dari sekolah tidak bisa untuk membendung aksi-aksi anarkis pelajar maka disinilah aturan bertindak sebagai perekayasa dengan menawarkan aturan-aturan secara terperinci yang mengikat, kaku dan memaksa kepad para pelakunya. Agar taat dan patuh kepada hukum. Seperti disebutkan dalam Kitab Undang-Undang  Hukum Pidana. Tentang Penganiaan berikut.
v  Meramu Undang-Undang
 PENGANIAYAAN
Pasal 351.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18/Prp/1960.) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling usang dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (Sv. 7 12; IR. 62; Rbg. 498.)
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling usang lima tahun. (KUHP 90; Uitlev. 2-2'.)
(3) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling usang tujuh tahun. (KUHP 338.)
(4) Dengan sengaja merusak kesehatan orang disamakan dengan penganiayaan.
(5) Percobaan untuk melaksanakan kejahatan ini tidak dipidana. (KUHP 37-1sub 2', 53, 184 dst., 302, 353 dst., 356, 488.)
Pasal 352.
(1) (s.d.u. dg. S. 1927-417; UU No. 18/Prp/1960.) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan, diancam karena penganiayaan ringan,dengan pidana penjara paling usang tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
     Pidana sanggup ditambah sepertiga bagi orang yang melaksanakan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melaksanakan kejahatan ini tidak dipidana. (RO. 95-2', 116.)
Pasal 353.
(1) Penganiayaan dengan direncanakan terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling usang empat tahun.
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling usang tujuh tahun. (KUHP 90.)
(3) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling usang sembilan tahun. (KUHP 35, 37-1 sub 2', 338 dst., 340, 352, 355 dst., 487; Sv. 71; IR. 62; RBg. 498; Uitlev. 2-5'.)
Pasal 354
(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melaksanakan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling usang delapan tahun. (KUHP 90, 3512)
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling usang sepuluh tahun. (KUHP 37-1 sub 2', 90, 338 dst., 356, 487; Uitlev. 2-5'.)
Pasal 355.
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling usang dua belas tahun. (Uitlev. 2 – 5'.)
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling usang lima belas tahun. (KUHP 35, 37-1 sub 2', 336, 340, 3513, 353, 356 dst., 487.)
v  Social Engenering By Law ( Law As a Tool Of Social Engenering)
Dari sedikit paparan diatas, sanggup kita tarik kesimpulan, bahwa Hukum secara tegas meyakinkan merekayasa Das Sein semoga sejalan dengan Das Sollen.
Sebenarnya kalau di telaah secara mendalam, kasus diatas agak sedikit rancu. Karna pada topik pembahasan diatas salah satu tersangka yakni seorang pelajar yang notabennya yakni seorang anak . sebagaimana disebutkan didalam UU pinjaman anak.
Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “Anak yakni seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Namun disinilah aturan berbicara dan menerangkan tajinya dengan menawarkan hal yang aktual dalam hal ini menawarkan eksekusi pidana kepada tersangka wacana pasal 355 Ayat ke-2 wacana PENGANIAAN dengan pidana penjara paling usang lima belas tahun.
Walaupun tersangka termasuk dalam kategori anak, namun tindakan menghilangkan nyawa seseorang tidak sanggup di tolerir oleh hukum. Wal hasil eksekusi penjara max. 15th siap menanti para tersangka. Dan mungkin itu bisa menjadi panicment semoga para sampaumur tidak melaksanakan agresi brutal menyerupai tawuran dan lain sebagainya. Karna sudah ada aturan aturan yang tersebutkan diatas tentang  Penganiyaan.
Share on Google Plus

About Raden

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.