Makalah Tauhid Doktrin Kepada Takdir

I.            Pendahuluan
Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah  bahwa hakikat warna-warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan) dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan tidak satupun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semua insiden yang telah terjadi yaitu kehendak dan kuasa Allah. Begitu pula dengan bencana-bencana yang akhir-akhir ini sering menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami, tanah longsor, banjir, badai dan bencana-bancana lain yang telah melanda bangsa kita yaitu atas kehendak, hak, dan kuasa Allah.Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah, seorang mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan Allah.
            Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai ketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan wacana ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih, dan berusaha keras untuk menggapai keinginan tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu melihat Rabbul’alamin dan menjadi penghuni Surga.
            Keimanan seorang mukmin yang benar harus meliputi enam rukun. Sebagaimana yang telah disabdakan Rasul kita.[1]
ﺍﻹﻳﻤﺎنُ : ﺃنْ تُؤمِنُ ﺑﺎﷲ ٬ وملائكتِه ٬ وكُتُبِه ٬  ورُسُلِه ٬ واليوم الآخر ٬ وتُؤمِنُ بالقدر خيرِه وشَرِّه
﴿رواه ﻤﺴﻠﻢ ﻋﻥ ﻋﻤﺮ﴾[2]
Yang terakhir yaitu beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk. Salah memahami keimanan terhadap takdir sanggup berakibat fatal, menimbulkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait kasus takdir ini.

Pembicaraan wacana takdir memang sangat jarang kita temui. Bahkan kita kadang tidak sadar bahwa sebenarnya kita sedang membicarakan wacana takdir. Kita dianjurkan untuk tidak berlebihan (sesuai porsinya berdasarkan al-Qur`an dan Hadist) dalam membicarakan kasus Takdir ini.  Imam Abu Hanifah pernah melarang murid-muridnya untuk membicarakan wacana Takdir secara tidak sesuai dengan bagiannya. Murid-muridnya  menayakan kepada dia : “Mengapa Engkau sendiri membicarakan duduk kasus Takdir?”. Beliau pun menjawabnya : “Sebenarnya saya membicarakannya dengan perasaan yang sangat takut. Akan tetapi, lantaran kalian bertanya,maka saya harus menerangkannya kepada kalian berdasarkan ilmu yang telah Allah anugrahkan kepadaku. Sebab sesungguhnya membicarakan kasus Taqdir secara terperinci dan luas sanggup membahayakan seseorang yang kurang mengerti wacana permasalahan ini dengan baik.”[3]
            Sebenarnya, bagaimana mengimani Takdir itu?
Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai “nasib manusia”. Bagaimana pandangan Sunny mengenai ini. Bagaimana pula pandangan paham Jabariyyah dan Qadariyyah.
Dimakalah kami yang sangat sederhana ini, kami akan mencoba mengulas mengenai kasus ini. Dengan merumusan kasus sebagai berikut :
    II.            Rumusan Masalah.
1.      Apakah Pengertian Iman Kepada Takdir ?
2.      Bagaimana Pandangan Takdir Manusia Menurut Jabariyyah dan Qadariyyah ?
3.      Jelaskan Fedah Iman Kepasa Takdir ?
4.      Jelaskan Macam – Macam Takdir ?

 III.            Pembahasan
1.      Pengertian Iman Kepada Taqdir
Sebelum kami mendefinisikan (secara ishtiâili) takdir tentulah kami menjelaskan secara singkat kalimat takdir itu diambil dari kalimat apa ?, dan arti berdasarkan bahasa arabnya (secara lughowi) apa ?.
warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan  Makalah Tauhid Iman Kepada Takdir Takdir diambil dari kalimat  قدر -  قدرا yang secara bahasa yaitu ukuran, batasan atau ketentuan. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala dalam Surah Al-Qomar  Ayat 49
 
Artinya : “Sesungguhnya Kami membuat segala sesuatu berdasarkan ukuran.” (Q.S.AL-Qomar 54:49) [4]
Takdir berdasarkan istilah yaitu suatu ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah, berdasarkan ilmu dan kehendak-Nya, baik sesuatu yang telah terjadi maupun sesuatu yang akan terjadi dimasa mendatang.[5] Kata Qadar (takdir) kadang hampir disejajarkan  dengan kata Qadha`. Taqdir mempunyai makna berupa segala sesuatu yang ditetapkan Allah. Sedangkan Qadha` ialah pelaksanaan atas segala ketentuan dari ketetapan-ketetapan Allah.
Kata takdir juga bermakna menyerahkan sagala sesuatu kepada Allah, yang akan terjadi maupun yang telah terjadi. Maksudnya, mengembalikan segala sesuatu yang akan terjadi dan yang telah terjadi seluruhnyakepada kehendak dan ketetapan Allah.[6] Takdir seseorang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Banyak insan yang menyampaikan wacana masa depan, akan tetapi itu hanya suatu sangkaan, apabila sangkaan tersebut terjadi halnya itu hanyalah suatu kelanjuran yang telah Allah lanjurkan kepadanya.
Terkadang takdir diartikan sebagai ketetapan Allah yang  berkaitan erat dengan kehendak manusia. Maksudnya, insan diberi dua jalan pilihan, jalan yang baik dan jalan yang buruk. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surah AL-Balad :   
Artinya : “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (jalan kebajikan dan jalan kejahatan)” (Q.S.AL-Balad 90:10)
            Konsekuensi dari kedua jalan tersebut yaitu takdir Allah yang telah ditetapkan-Nya sebelum insan itu sendiri diciptakan. Terkadang juga makna takdir berupa ketetapan simpulan dari segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah.[7] Sedikitpun takdir tidak bertentangan dengan kehendak seseorang (manusia). Dengan kata lain, didalam diri seseorang ada diberikan kekuatan untuk mendukung segala kehendaknya untuk melaksanakan segala amal-amal kebaikan menuju surga. Begitu pula, mereka juga diberi kekuatan yang mendorong mereka untuk melaksanakan amal-amal kejahatan dan dosa yang menimbulkan mereka masuk ke neraka.
Sebenarnya kita bisa melihat yang demikian pada perbuatan kita sendiri. Jika kita ingin mengangkat tangan kita, niscaya kita bisa melakukannya selama tidak ada halangan yang menimbulkan kita tidak  dapat melakukannya. Allah membuat segala sesuatu dengan kehendak-Nya, dan Dia Maha Mengetahui  segala sesuatu dengan jelas. Oleh alasannya yaitu itu, Dia menakdirkan segala sesuatu yang sesuai dengan  kebutuhan (kehendak) setiap manusia.[8]
Tapi, meskipun insan diberi hak untuk menetapakan pilihan atau kehendaknya, Allah jualah yang menetapkan atas terlaksanaya kehendak insan tersebut. Segala hal yang dikehendaki insan tidak akan terealisasi jikalau tidak sesuai dengan kehendak Allah.[9]
Kesimpulan mengenai makna takdir berdasarkan firman Allah, diantaranya menyerupai firman Allah dalam Surah Al-Hadid :
 
 Artinya : “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu yaitu gampang bagi Allah” (Q.S. AL-Hadid 57:22)
Maksud dari ayat ini ialah apa saja yang telah terjadi permukaan bumi ini telah ditulis Allah dalam kitab-Nya yang tersimpan rapi di Lauh al-Mahfuzh, bahkan sebelum diciptakannya. Jadi, semua itu telah digariskan oleh Allah dalam ketetapan-Nya.
Hadis berikut ini sebagai penafsiran firman Allah di atass,
“Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ȃsh ra, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda,”Allah telah menulis banyak sekali ketetapan atas makhluk-Nya lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Dan pada ketika itu, ‘Arsy Allah diatas air”.( H.R  Abu Daud)[10]
Ada juga hadist wacana penegasan mengenai takdir, sebagaimana doa yang dianjurkan Nabi Saw, ketika seorang hamba tertimpa kesedihan dan kedukaan:
Ya Allah, saya ini yaitu hamba-Mu, anak hamba-Mu, anak hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku ada ditangan-Mu. Hukum-Mu berlaku untukku, dan ketetapan-Mu berlaku adil untukku, dan ketetapan-Mu berlaku adil terhadap diriku. Aku mohon kepada-Mu dengan setiap nama kepunyaan-Mu, yang denganya engkau menamai diri-Mu sendiri, atau yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang makhluk-Mu, atau yang Engkau simpan dalam perbendaharaan ghaib di sisi-Mu. Hendaklah Engkau mengakibatkan al-Qur`an sebagai kesuburan hatiku, cahaya dadaku, pelipur kesedihanku, penghilang dukacita dan kesusahanku.”
Niscaya Allah akan mengganti dukacita dan kesedihanya dengan kebahagiaan. Para sahabat bertanya, “Ya rasulallah, apakah kami boleh mempelajarinya ?” Nabi pun menjawab, “Tentu saja. Sepatutnya bagi siapa saja yang mendengarnya untuk mempelajarinya.” [11]  
Hadis Nabi diatas meliputi kasus kepercayaan qadha` dan qadar, keadilan, tauhid, dan hikmah.[12]
Jadi, pengertian dari mengimani takdir ialah mepercayai, meyakini bahwa Allah yang menetukan dari segala ketetapan-ketetapan untuk makhluk-Nya.[13] Paparan diatas ini bersesuaian dengan pendapat Sunny. Dan berdasarkan para Ulama-ulama Sunny menyampaikan bahwa takdir itu terbagi manjadi dua: yang pertama Takdir Mu’allaq, dan yang kedua Takdir Mubarram.

Yang disebut dengan Takdir Mu’allaq adalah  suatu takdir yang telah ditentukan Allah, akan tetapi takdir itu bisa dirubah dengan doa atau perbuatan baik. Disinilah kita di wajibkan untuk berikhtiar atas segala sesuatu usaha, berharap supaya takdir kita sanggup diperbaiki atau dirubah Allah. Salah satu di antara misalnya seseorang yang akan mendapatkan musibah, terhindar dari tragedi alam tersebut dengan doa dari seseorang yang mendoakannya atau dia melaksanakan suatu kebajikan menyerupai bershodaqah, oleh alasannya yaitu dia melaksanakan kebajikan itulah Allah merubah ketentuan yang kurang baik baginya menjadi ketentuan yang baik. Sebagaimana yang dianjurkan Allah Ta’ala dalam al-Qur’an surah ar-Ra’ad : 11 dan surah al-Baqarah : 186[14]
 

Artinya : “Bagi insan ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang sanggup menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Q.S.AR-Ra’ad 13:11)
 
Artinya : “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu wacana Aku, maka (jawablah), bahu-membahu Aku yaitu dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, biar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Dan bisa dikatakan bahwa Takdir Mubarram itu yaitu ketentuan atau kehendak Allah yang telah dicantumkan di laul al-mahfudz dan tidak bisa dirubah mulai dari ditiupkannya ruh kedalam diri seseorang hingga ruh orang tersebut diambil kembali oleh Sang Pencipta. Salah satu referensi diantara Takdir Mubarram menyerupai apa yang akan dilakukan besok semua orang tidak ada yang mengetahuinya, dan tidak ada yang mengetahui pula dimana seseorang itu akan dikuburkan. Karena semua kehendak itu Allah Ta’ala lah yang menentukannya. Allah Ta’ala berfirman dalam surah Luqman :
          


Artinya : “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan wacana Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang sanggup mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang sanggup mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S.Luqman 31:34)



2.      Takdir Manusia Menurut Pandangan Jabariyyah dan Qadariyyah
            Ada baiknya terlebih dahulu kita menengenal siapa Jabariyyah dan siapa Qadariyyah.
Qadariyyah
Mula-mula kemunculan Qadariyyah sekitar tahun 70H/689M, dipimpin oleh Ma’bad al-Juhni al-Bisri dan Ja’ad bin Dirham.
Yang melatar belakangi timbulnya Aliran ini, sebagai arahan penentangan terhadap kebijaksanaan politik Bani Umayah yang dianggap kejam.[15] Pendapat sementara menyampaikan bahwa Aliran ini diambil dari seorang penduduk Irak yang pada mulanya beragama Kristen dan kemudian masuk Islam, kemudian kembali lagi menjadi Nasrani.[16]
Aliran Qadariyyah membatasi mengenai takdir . Dan, mereka menyampaikan bahwa Allah itu adil, maka Allah akan memberi pahala bagi yang berbuat baik dan memberi dosa bagi yang berbuat salah. Manusia harus bebas menentukan nasibnya sendiri, baik itu berupa kebaikan maupun kejahatan. Apabila Allah menetukan nasib manusia, mereka beropini bahwa allah Zhalim. Karena itu, berdasarkan mereka insan harus bebas menentukan perbuatannya dan bebas berkehendak.[17]
Manusia mempunyai kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Di dalam pedoman ini tidak mengonsepkan bahwa insan telah ditentukan terlebih dahulu nasibnya.  Jadi mereka tidak mempercayai adanya taqdir, sebagai mana yang dipercayai umat islam pada umumnya.[18] Menurut mereka kebebasan berusaha bagi insan mustahil terwujud tanpa kebebasan kehendak. Dan insan bisa mendapatkan beban kiprah seberat apa pun, lantaran sudah diadaptasi dengannya. Menurut mereka kepercayaan cukup dengan hati saja perbuatan tidak termasuk dari iman.[19]
Jabariyyah
Aliran Jabariyyah muncul hampir bersamaan  dengan munculnya Aliran Qadariyyah, dan diduga merupakan reaksi untuk Aliran Qadariyyah. Daerah munculnya pun tidak berjauhan. Qadariyyah di Irak, dan Jabariyyah di Khurasan Persia. Aliran ini mempunyai paham yang berlawanan dengan Aliran Qadariyyah. Mereka berpandapat  manusia tidak mempunyai kemampuan untuk memilih, semua gerak insan dipaksakan dengan kehendak Allah. Seolah-olah menyerupai bulu ayam kemana arah angin bertiup.[20]
Mereka beropini bahwa hanya Allah lah yang menentukan dan menetapkan segala perbuatan manusia. Manusia tidak mempunyai campur tangan sama sekali. Kebaikan dan kejahatan pun  semata-mata paksaan pula, meskipun akan ada nirwana dan neraka. Pembalasan nirwana dan neraka pun bukan sebagai ganjaran(hukuman) atas kebaikan dan kejahatan yang mereka perbuat. Tapi, semata-mata hanya sebagai bukti kebesaran Allah dalam Qodrat dan Iradatnya. Oleh alasannya yaitu itu, berdasarkan mereka orang mukmin tidak akan menjadi kafir lantaran dosa yang dia lakukan, lantaran perbuatan itu semata-mata dipaksakan kepada dirinya.[21]
3.      Faedah kepercayaan kepada Takdir
Beriman kepada takdir membawa manfaat yang besar bagi kehidupan kita. Allah membuat insan dengan dilengkapi kelebihan dan kekurangan. Manusia sangat terobsesi dengan kehidupan dunia, selalu berusaha untuk mencapai kenikmatan dunia sehingga membuat insan lupa terhadap Allah, tetapi di lain sisi insan akan sangat berkeluh kesah apabila mereka terkena bencana, itulah salah satu kekurangan manusia.
Orang yang ditimpa tragedi dengan beranggapan bahwa semata-mata lantaran kesalahanya sendiri, mungkin akan terlalu meratapi dirinya atau mungkin akan menjadi dendam kepada orang lain disekitarnya. Dia tidak sanggup menemukan sesuatu yang sanggup membuat tentram hatinya. Maka jalan yang paling baik untuk memelihara hati insan dari hal tersebut yaitu dengan beriman kepada takdir, yaitu meyakini bahwa apa yang telah terjadi yaitu lantaran kehendak Allah.
Mukmin yang percaya kepada takdir Allah sangat jauh dari sifat dengki, lantaran dia beranggapan bahwa mendengki insan terhadap nikmat yang diperolehnya sama saja dengki kepada kepada nikmat Allah. Dia berusaha mencapai kebahagian melalui jalan yang telah digariskan agama. Dia berinfak dengan jiwa yang tenag dan berani, Dia memuji Allah dan mensyukuri terhadap sumbangan Allah. Dan jikalau dia gagal, tidaklah dia berkeluh kesah dan tidaklah lemah azimahnya.[22]
Seseorang yang beriman kepada qadha dan qadar, bersifat berani, tidak taku dalam menjalani hidup, kaena dia beri’tikad bahwa tidak terjadi kesulitan atau kemudahan, kekayaan atau kemiskinan, hidup atau mati, melainkan denga ketentuan Allah.
4.      Macam – Macam Takdir
Macam-macam takdir
Takdir ada empat macam, semuanya termasuk kandungan dari goresan pena takdir umum dan semuanya kembali kepada ilmu Allah yang mutlak dan mencangkup segala sesuaatu. Yaitu;
Ø  Yang pertama Takdir umum[23] (takdir Azali), meliputi segala hal dalam lima puluh ribu tahun sebelum terciptanya langit dan bumi, kertika Allah membuat al-qalam dan memerintahkannya menulis segala apa yang ada hingga hari kiamat. Ini yaitu taqdir azali. Dalil takdir ini, firman Allah dalam Al – Qur’an Surat Al – Hadid yang disampaikan diatas.

Ø  Yang kedua Takdir ‘Umuri,[24] yaitu takdir  yang di berlakukan atas insan pada awal penciptaannya, ketika pembentukan air sperma (blatokist) hingga pada masa sehabis itu, dan bersifat umum; meliputi rizki, perbuatan, kebahagiaan dan kesengsaraan. Dalilnya yaitu sabda Rasulullah  SAW :
“ Sesungguhnya salah seorang dari kau dikumpulkan di perutibunya selama 40 (empat puluh hari) hari, kemudianb berbentuk ‘alaqoh (morula/segumpal darah) menyerupai itu (lamanya), kemudian menjadi mudghah (embrio/segumpal daging) menyerupai itu (lamanya) Kemudian Allah mengutus seorang malaikat yang diperintah (menulis) empat perkara: rizki, ajal, sengsara, dan bahagianya. Demi Allah sesungguhnya seorang dari kau atau seorang pria berinfak menyerupai amalnya hebat neraka hingga tidak ada jarak antara dia dan neraka melainkan satu depa atau satu hasta, ternyata catatan takdir telah mendahuluinya, sehingga dia melaksanakan amalnya hebat nirwana maka ia pun memasukinya. Dan sesungguhnya seorang pria akan berinfak menyerupai amalnya hebat nirwana hingga tidak ada jarak antara dia dengan nirwana melainkan satu hasta dan dua hasta, ternyata goresan pena takdir telah mendahuluinya, sehingga ia mengamalkan amalnya hebat neraka, maka ia pun memasukinya.” (HR. al-Bukhori 8/152, dan 4/ 36).

Ø  Yang ketiga Taqdir Sanawi[25] (tahunan), yaitu takdir yang di catat pada malam lailatul qadar setiap tahun, menyerupai firman Allah ;

Artinya : “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah
(Q.S.Ad-Dukhan 44:4)


Artinya : “(yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami yaitu Yang mengutus rasul-rasul” (Q.S.Ad-Dukhan 44:5)

Ø  Yang terakhir yaitu yang keempat adalah  Taqdir Yaumi[26] (harian), yaitu Taqdir yang di khususkan  untuk semua insiden yang telah ditakdirkan dalam satu hari; mulai dari penciptaan, rizki, menghidupkan, mematikan, mengampuni dosa, menghilangkan kesusahan dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah;

 
Artinya : “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (Ar-Rahman 55:29)





IV.            Kesimpulan
1.    Dari paparan diatas, sanggup sedikit kami simpulkan, bahwa takdir itu ialah suatu ketetapan Allah kepada seluruh ciptaan-Nya. Takdir Allah tidaklah  bertentangan dengan kehendak manusia. Oleh alasannya yaitu itu, Allah menakdirkan segala sesuatu yang sesuai dengan  kebutuhan(kehendak) setiap manusia. Manusia memang diberi hak untuk menentukan jalan nya.
Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surah al-Balad :
Artinya : “Dan Kami telah membuktikan kepadanya dua jalan (jalan kebajikan dan jalan kejahatan)” (Q.S.AL-Balad 90:10)
                Takdir itu sendiri terbagi dua: Taqdir Mu’allaq dan Takdir Mubarram. Yang dimaksud Takdir Mu’alla ialah ketetapan Allah yang bisa dirubah melalui doa atau perbuatan baik. Sedangkan, Takdir Mubram ialah ketetapan Allah yang tidak bisa dirubah dari Zamȃn Azalȋ hingga Zamȃn Ajalȋ.
2.    Menurut Jabariyyah, insan tidak sanggup menentukan atau memilih. Mereka beranggapan bahwa segala amal perbuatan baik ataupun jelek itu dipaksakan atas diri mereka. Dan nirwana dan neraka ialah hanya sebagai bukti ke-Maha Besaran Qudrat dan Iradat Allah.
Sedangkan berdasarkan Qadariyyah, perbuatan insan itu mutlak dari insan itu sendiri. Tidak ada campur tangan dari Allah. Oleh lantaran itu, mereka tidak mempercayai adanya takdir, sebagai mana yang dipercayai umat islam pada umumnya.
3.    Faedah dari Iman kepada takdir Allah Ialah sanggup terhindar dari sifat dengki, lantaran kita beranggapan bahwa mendengki insan terhadap nikmat yang diperolehnya sama saja dengki kepada kepada nikmat Allah. Kita berusaha mencapai kebahagian melalui jalan yang telah digariskan Agama. Kita berinfak dengan jiwa yang tenag dan berani, Kita memuji Allah dan mensyukuri terhadap sumbangan Allah. Dan jikalau kita gagal, tidaklah kita berkeluh kesah dan tidaklah lemah azimahnya.
4.    Macam-macam takdir ada empat yaitu  Takdir umum (takdir Azali)
Takdir ‘Umuri, Taqdir Sanawi, dan Taqdir Yaumi.
V.               Penutup
Demikianlah makalah ini saya buat untuk memenuhi kiprah mata kuliah Tauhid. Saya sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh akhirnya kritik dan saran yang konstruktif sangat kami butuhkan guna kesempurnaan makalah ini. Karna didalam makalah ini terdapat banyak firman – firman Allah dalam Al-Qur’an saya harap teman-teman peserta makalah ini sanggup menjaga biar tidak dibiarkan acak-acakan di jalan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Wallahummuwafiq Illaaqwammintoriq. Wassalammualaikum Wr. Wb.
               


[1] Muhammad Chirzin, Konsep & Hikmah Akidah Islam, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,1997), h. 105.
[2] Ahmad Hasyimi, Mukhtar al-Aẖadits an-Nabawiyyah, (Beirut: Dar al-Fikr,1998), h. 35.
[3] Fethullah Gullen, Qadar, terjemahan Ibnu Ibrahim Ba’adillah, (Jakarta: PT Gramedia,2011), h.18.
[4] Op. Cit. Muhammad Chirzin,  h. 105
[5] Op. Cit. Fethullah Gullen, h. 1.
[6] Ibid.  h. 4
[7] Ibid.  h. 4
[8] Ibid.  h. 20
[9] Ibid.  h. 33
[10] Ibid.  h. 38
[11] Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam bukunya al-Musnȃd. Juga diriwayatkan oleh Imam al-Hakim dalam bukunya al-Mustadrȃk. Al-Hakim menyampaikan hadis ini shahȋh dengan syarat Imam Muslim.
[12] Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Qadha` dan Qadar, terjemahan Abdul Ghaffar (Jakarta: Pustaka Azzam, 2000). h. 611.
[13] Op. Cit. Muhammad Chirzin, h. 106.
[14] M. Noor Matdawam Pembinaan Aqidah Islamiyah (Theologi Islam), (Yogyakarta: Bina Karier, 1984), h. 116.
[15] Sahilun A.Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), h. 139.
[16] Nukman Abbas,  Al-Asy’ari (874-935 M.);Misteri Perbuatan Manusia & Taqdir Tuhan, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, TP.TH,2006), h. 28.

[17] Op. Cit. Sahilun A.Nasir, h. 139
[18] Op. Cit. Nukman Abbas,  Al-Asy’ari (874-935 M.),h. 29.
[19] Ibid.  h. 31
[20] Op. Cit. Sahilun A.Nasir, h. 143
[21] Ibid.  h. 144
[22] T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra 2009) h. 75
[23] Agus Hasan Bashori, Lc, Kitab Tauhid 2. (Jakarta, Darul HAQ 2010) h. 169
[24] Ibid, h. 170
[25] Ibid, h. 171
[26] Ibid, h. 172
Share on Google Plus

About Raden

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.