BAB 1
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Diera globalisasi ibarat ketika ini, banyak masyarakat yang kebutuhannya semakin usang semakin tinggi. Sekarang semua merupakan kebutuhan utama, tidak lagi ada pembagian yang mana kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Hal ini disebabkan oleh sifat masyarakat yang satu sama lain ingin berlomba-lomba untuk mempunyai semua barang-barang yang bahkan tidak terlalu diharapkan di dalam kehidupan mereka. Hal ini juga yang mengakibatkan masyarakat terlalu memaksakan untuk membeli barang tersebut tanpa memperhatikan keadaan ekonomi mereka masing-masing.
Bank dalam hal ini sangat menyadari akan kebutuhan masyarakat terutama nasabah mereka yang semakin usang semakin tinggi. Kebutuhan tidak seimbang dengan keadaan ekonomi nasabah bank tersebut. Bank mempunyai system pinjaman uang kepada para nasabahnya dengan aneka macam bentuk pinjaman ibarat :
a. Pinjaman Modal
b. Pinjaman Lunak
c. Kredit
d. Kredit Tanpa Agunan
Dalam hal ini kami ingin memfokuskan kepada pinjaman kredit. Kredit diatur didalam peraturan sebagai berikut :
a. Undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang menggantikan undang-undang nomor 7 tahun 1992 perihal perbankan
b. Undang-undang nomor 13 tahun 1968 perihal Bank Sentral
c. Peraturan Pemerintah nomor 70 tahun 1992 perihal Bank Umum
d. Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 1992 perihal Bank Perkreditan Rakyat
e. Peraturan pemerintah nomor 72 tahun 1992 perihal Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil
f. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 mengenai kualitas kredit yang diberikan oleh Bank
Menurut undang – undang nomor 10 tahun 1998 pengertian kredit yakni suatu penyediaan uang atau tagihan yang sanggup dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kepsekatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya sehabis jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Setelah kredit yang merajalela di masyarakat khususnya di lingkungan pengusaha menengah ke atas, banyak bank yang menyimpang dari aturan dalam pemberian kredit lantaran persaingan yang ketat dalam penarikan nasabah. Selain itu banyak kelalaian yang dilakukan bank dalam menganalisis pemberian kredit, dan pemberian jumlah pinjaman yang tidak sesuai dengan kemampuan nasabah bank, sehingga terjadilah kredit macet pada nasabah.
II. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kredit macet ?
2. Bagaimana Penanganan Terhadap Kredit yang bermasalah ?
III. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui apa itu kredit macet
2. Untuk mengetahui penyelesaian kredit bermasalah
BAB 2
PEMBAHASAN
I. Pengertian Kredit Macet
Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, lantaran akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan sanggup menjadikan berhentinya kegiatan perjuangan bank.
Menurut S. Mantayborbir, et al, suatu kredit dikatakan bermasalah lantaran debitur wanprestasi atau ingkar kesepakatan atau tidak menuntaskan kewajibanya sesuai dengan perjanjian baik jumlah maupun waktu, contohnya pembayaran atas perhitungan bunga maupun utang pokok.
Subarjo Joyosumarto mengemukakan: Kredit bermasalah yakni yang angsuran pokok dan bunganya tidak sanggup dilunasi selama lebih dari 2 masa angsuran ditambah 21 bulan, atau penyelesaian kredit telah diserahkan kepada pengadilan atau Badan Urusan Piutang Lelang Negara atau telah diajukan ganti rugi kepada perusahaan ansuransi kredit.
Kredit macet atau problem loan yakni kredit yang mengalami kesulitan pelunasan jawaban adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau lantaran kondisi di luar kemampuan debitur.
Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet apabila :
1. Tidak sanggup memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan atau
2. Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi sehabis jangka waktu 21 bulan sejak masa penggolongan kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau perjuangan evakuasi kredit atau
3. Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan undangan ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
II. Penanganan Kredit Bermasalah
Untuk menanganai kredit bermasalah ada 2 langkah yaitu melalui jalur Non-Litigasi dan jalur Litigasi.
1 ) Melalui Jalur Non-Litigasi
1. Rescheduling (Penjadwalan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua debitur sanggup diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang memperlihatkan itikad dan aksara yang jujur dan mempunyai kemauan untuk membayar atau melunasi kredit (willingness to pay). Di samping itu, perjuangan debitur juga tidak memerlukan pelengkap dana atau likuiditas.
2. Reconditioning (Persyaratan Ulang)
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana atau injeksi dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi ‘equity’ perusahaan. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan ‘cooperative’ yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih sanggup beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya sanggup dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang.
3. Restructuring (Penataan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut:
a) Penambahan dana bank, atau
b) Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi poko kresit baru, atau
c) Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner yang lain untuk menambah penyertaan.
4. Liquidation (Liquidasi)
Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar berdasarkan bank sudah tidak sanggup lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau perjuangan nasabah yang sudah tidak mempunyai prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini sanggup dilakukan dengan menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan. Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses penjualan barang jaminan dan aset bank sanggup diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan sanksi atau pelelangan.
2) Melalui Jalur Litigasi
A. Mengajukan gugatan ke pengadilan
a) Mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan ketentuan Hukum Acara Perdata
Kreditor atau bank sanggup memperlihatkan gugatan atau peringatan kepada debitor biar ia memenuhi kewajiban, namun gugatan secara yuridis tidak mempunyai jawaban aturan yang memaksa pada debitor. “Apabila gugatan itu tidak ditanggapi oleh debitor, maka kreditor atau bank sanggup melaksanakan gugatan ke Pengadilan Negeri.” Kemudian apabila terbukti hakim akan mengeluarkan keputusan Pengadilan yang tetap atau pasti. Namun jika tergugat atau debitor tidak melaksanakan putusan pengadilan Kreditor atau penggugat sanggup mengajukan permohonan sanksi dan melaksanakan sita sanksi untuk selanjutnya melelang harta tergugat sehingga hasil lelangan sanggup dipakai untuk melunasi hutang tergugat.
b) Eksekusi jaminan kredit
“Mekanisme sanksi jaminan kredit jika jaminan diikat secara formal atau melalui derma notaris untuk menyebarkan aktanya (grosse akta/ sertifikat hipotek/ sertifikat hak tanggungan) maka kreditor cukup mengajukan permohonan sanksi kepada pengadilan yang berkompeten.” Bila ternyata debitor tetap tidak melaukannya maka kreditor akan memohon sita eksekusi. Kemudian dengan sita sanksi tersebut juru sita pengadilan melaksanakan sita jaminan yang biasanya disertai permohonan kreditor untuk pelelangan jaminan. Lalu, pengadilan berdsarkan permohonan lelang dari kreditor akan menghubungi kantor lelang untuk melaksanakan lelang atas jaminan tersebut. Setelah pelelangan dilakukan, kreditor bisa mengambil pinjaman dengan perhitungan yang sudah diketahui pengadilan dari harga jaminan yang terjual.
c) Parate Eksekusi Hak tanggungan
Pemegang hak tanggungan sanggup menentukan cara menjual lelang objek
hak tanggungan berdasarkan kekuasaan sendiri (Pasal 6 jo. Pasal 11 ayat (2e) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996), maka pemegang hak tanggungan sama sekali tidak perlu berhubungan
dengan pengadilan. “Kreditor pemegang Hak Tanggungan cukup meminta derma Kantor Lelang Negara untuk menjual obyek hak tanggungan tersebut.
B. penyelesaian kredit perbankan melalui BPBN
“Kredit bermasalah yang ada pada bank yang sedang dalam penyehatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 diselesaikan oleh suatu forum yang disebut Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).”
Piutang yang diurusi oleh BPPN dari Bank dalam Penyehatan mencakup :
1. Piutang yang sudah dialihkan kepada BPPN;
2. Piutang yang timbul sehubungan dengan Penanggungan hutang;
3. Penyerahan kekayaan oleh pihak lain kepada Bank Dalam Penyehatan atau BPPN
Tatacara BPPN dalam menjalankan tugasnya yakni :
1. Penerbitan Surat Paksa Penerbitan Surat Paksa diatur dalam pasal 56 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 1999, yang mempunyai kekuatan eksekutorial dan berkedudukan sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan aturan tetap. Penerbitan Surat Paksa ini dilakukan sepanjang debitor telah melalaikan kewajiban membayar atau kewajiban lainnya berdasarkan dokumen kredit, dokumen pemberian hak jaminan, pernyataan yang telah dibentuk sebelumnya dan atau dokumen lainnya dan kepada debitor atau penanggung hutang telah terlebih dahulu diberi surat peringatan melalui surat tercatat untuk membayar atau dokumen lain yang nilainya sama ibarat itu.
2. penyitaan
Dalam jangka waktu 1 (satu) hari sehabis diterimanya Surat Paksa, BPPN berwenang melaksanakan sita sanksi atas seluruh kekayaan debitor termasuk yang berada di tangan pihak ketiga kecuali barang-barang yang masih diharapkan untuk kelangsungan hidupnya. Surat penyitaan harus memenuhi syarat Pasal 58 dan dilakukan oleh juru sita dibantu 2 (dua) orang saksi dan dituangkan dalam isu program penyitaan. Berita program penyitaan diserhkan pada kantor pertanahan.
3. Pelelangan
Penjualan kekayaan miliik debitor yang telah disita dilakukan melalui pelelangan, pembagian hasil pelelangan diserahkan untuk melunasi pemenuhan pembayaran piutang negara terdahulu. Upaya aturan lainnya tidak sanggup mencegah BPPN untuk mengambil pelunasan piutang negara termasuk upaya aturan uuntuk mencegah atau menunda pelaksanaan tindakan aturan lain. Wewenang BPPN juga yakni menerbitkan surat pencabutan sita apabila debitor telah melunasi hutangnya, selanjutnya kantor registrasi mencabut blookir dan mengangkat sita eksekusinya.
C. Penyelesaian kredit macet melalui PUPN dan BUPLN (Sekarang KPKNL).
Jika kredit bermasalah sudah sanggup digolongkan sebagai kredit macet, makA untuk bank-bank milik negara di Indonesia sanggup menyerahkan penyelesaian kredit macet kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Sekarang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
BAB 3
PENUTUP
I. Kesimpulan
Kredit macet atau problem loan yakni kredit yang mengalami kesulitan pelunasan jawaban adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau lantaran kondisi di luar kemampuan debitur.
Untuk menangani kredit yang bermasalah sanggup dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Melalui jalur Non-Litigasi
1. Rescheduling (Penjadwalan Ulang)
2. Reconditioning (Persyaratan Ulang)
3. Restructuring (Penataan Ulang)
4. Liquidation (Liquidasi)
Melalui Litigasi antara lain
1. Gugatan ke Pengadilan
2. Melalui BPBN
3. Melalui PUPN dan BUPLN (Sekarang KPKNL)
II. Saran
Dengan adanya pengalaman perbankan dalam dilema perkreditan diantaranya kredit macet, bank sebaiknya lebih hati – hati dalam pemberian kredit kepada nasabah, dan disertai
jaminan kredit yang sesuai dari nasabah agar dapat meminimalisasi adanya kredit macet dan menghindarkan bank dari kepailitan.
Daftar Pustaka
Hassanuddin Rahman. 1998. Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Malayu SP Hasibuan. 2007.Dasar-Dasar Perbankan, Bumi Aksara, Jakarta.