BAB II
PEMBAHASAN
Pembahasan mengenai perkembangan ronah-ronah psiko-fisik pada bab ini akan penyusun fokuskan pada proses-proses perkembangan yang dipandang mempunyai keterkaitan pribadi dengan kegiatan berguru siswa, proses perkambangan tersebut meliputi:
1. Perkembangan motorik (fisik) siswa
Perkembangan motor (motor development), yakni proses perkembangan yang progresif dan berafiliasi dengan perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak (motor skills).
Terdapat empat macam faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor skills anak yang juga memungkinkan campur tangan orang renta dan guru dalam mengarahkannya. Keempat faktor itu sebagai berikut:
a. Pertumbuhandanperkembangansistemsyaraf
Pertumbuhan dan perkembangan kemampuannya menciptakan intelegensi (kecerdasan) anak meningkat dan menibulkan pola tingkah laris yang baru. Semakin baik perkembangan kemampuan sistem syaraf seorang anak akan semakin baik dan bermacam-macam pula pola-pola tingkah laris yang dimilikinya. Akan tetapi organ sitem syaraf ini lain dari yang lain, lantaran apabila rusak tidak sanggup diganti atau tumbuh lagi.
b. Pertumbuhanotot-otot
Otot merupakan jaringan sel-sel yang sanggup berubah memanjang dan juga sekaligus merupakan unit atau kesatuan sel yang mempunyai daya mengkerut. Diantara fungsi-fungsi pokoknya yaitu sebagai pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang mendistribusikan sari makanan.
Peningkatan tegangan otot anak sanggup mengakibatkan perubahan dan peningkatan aneka ragam kemampuan dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini sangat tampak dari anak yang sehat dari tahun ke tahun dengan semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang bermacam-macam atau dalam menciptakan kerajinan tangan yang semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.
c. Perkembangandanpertumbuhanfungsikelenjarendokrin
Kelenjar yaitu alat badan yang mengahasilkan cairan atau getah, mirip kelenjar keringat. Perubahan fungsi dari kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah laris seorang remaja terhadap lawan jenisnya. Perubahan ini sanggup berupa seringnya bekerja sama dalam berguru atau beolah raga, perubahan pola sikap yang bermaksud menarik perhatian lawan jenis, berubahnya gaya dandanan/penampilan dan lain-lain.
d. Perubahanstrukturjasmani
Semakin meningkat usia anak maka akan semakin menigkat pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi badan pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak kuat terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills anak. Pengaruh perubahan fisik seorang siswa juga tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, lantaran perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep diri (self-concept) siswa tersebut.
2. Perkembangankognitif (cognitive development)
Perkembangan kognitif (cognitive development), yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan kemampuan yang berafiliasi dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berafiliasi dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Chaplin, 1972)[1][8].
Ranah psikologis siswa yang terpenting yaitu ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak ini, dalam perspektif psikologi kognitif, yaitu sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya. Tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan seorang siswa bisa berpikir. Selanjutnya tanpa kemampuan berpikir tidak mungkin siswa sanggup memahami dan meyakini faedah materi-materi pelajaran yang disampaikan oleh guru mereka. Selain itu juga sulit untuk menagka pesan moral yang terkandung dalam pelajran tersebut. Sehingga faidah pengembangan ranah kognitif siswa yaitu untuk membuatkan kecakapn berikut ini:
1. Mengembangkankecakapankognitif
2. Mengembangkankecakapanafektif
3. Mengembangkankecakapanpsikomotor
Ada beberapa teori perihal perkembangan kognitif diantaranya:
a. Kajianteori Piaget tentangperkembangankognitif[2][9]
Menurut Jean Piaget (1886-1980) insan tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio-emosional, dan perkembangan kognitif. Khususnya perkembangan kognitif sebagian besar bergangtung kepada seberapa jauh anak bisa memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Ada tiga aspek perkembangan intelektual yaitu struktur, isi dan fungsi. Struktur atau skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Isi merupakan pola sikap khas anak yang tercermin pada responnya terhadap banyak sekali problem atau situasi yang dihadapi. Sedangkan fungsi yaitu cara yang dipakai organisme untuk menciptakan kemajuan- kemajuan intelektual. Fungsi itu sendiri terdiri dari organisasi dan adaptasi.
Organisasi memperlihatkan organisme kemampuan untuk mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Fungsi kedua yang melandasi perkembangan intelektual yaitu adaptasi. Semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka. Cara penyesuaian ini berbeda antara organisme yang satu dengan organisme yang lain. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Dalam proses asimilasi, seseorang memakai struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi problem yang dihadapi dalam lingkungannya. Sedangkan dalam proses fasilitas seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan lingkungannya. Piaget mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan kognitif insan berkembanga berdasarkan empat tahap dari lahir hingga dewasa. Tahap-tahap tersebut beserta urutannya berlaku untuk semua orang. Akan tetapi usia pada dikala seseorang mulai memasuki sesuatu tahapan tertentu selalu sama untuk setiap orang
Menurut Jean Piaget, perkembangan kognitif anak terdirir dari empat tahapan, diantaranya[3][10]:
1. Tahapsensory-motor
Tahap ini terjadi antara usia 0-2 tahun. Intelegensi sensory motor dipandang sebagai intelegensi praktis. Anak pada usia ini berguru bagaimana mengikuti dunia kebendaaan secara mudah dan berguru mengakibatkan imbas tertentu tanpa memahami apa yang sedang mereka perbuat kecuali hanya mencari cara melaksanakan perbuatan tersebut. Tahap sensori motor berlangsung semenjak insan lahir hingga berusia 2 tahun.
Pada tahap ini pemahaman anak mengenai banyak sekali hal terutama bergantung pada kegiatan (gerakan) badan beserta alat-alat indera. Sebagai contoh, pada tahap ini anak tahu bahwa di dekatnya ada sesuatu barang mainan kalau ia sentuh barang itu. Pada tahap ini, tanpa memakai kegiatan badan atau indera, anak belum bisa memahami sesuatu.
2. Tahappre-operational
Periode ini terjadi pada usia 2-7 tahun. Pada tahapan ini anak sudah mempunyai kesadaran akan tetap eksisnya yang harus ada dan biasanya ada, walaupun benda tersebut sudah ditinggalkan, sudah tidak dilihat atau sudah tidak pernah diengar lagi. Selain itu seorang anak mulai bisa memakai kata-kata yang benar dan bisa pula mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
Pada tahap ini, dalam memahami segala sesuatu, anak tidak lagi hanya bergantung pada kegiatan (gerakan) badan atau inderanya. Dalam arti anak sudah memakai pemikirannya dalam banyak sekali hal. Akan tetapi, p;ada tahap ini pemikiran anak masih bersifat egosentris. Artinya, pemahamannya mengenai banyak sekali hal masih terpusat pada dirinya sendiri. Pada tahap ini anak berfikir bahwa orang-orang lain mempunyai pemikiran dan perasaan mirip yang ia alami. Dengan kata lain, pada tahap ini anak belum berpikir secara obyektif, lepas dari dirinya sendiri. Pada tahap ini anak masih kesulitan dalam melaksanakan pembalikan pemikiran (reversing thought). Pada tahap ini anak masih juga mengalami kesulitan dalam berfikir secara induktif mapun deduktif. Tetapi pada tahap ini anak cenderung berfikir transduktif (dari hal khusus ke hal khusus lainnya), sehingga cara berfikirnya belum tampak logis.
3. Tahapconcrete-operational
Tahapan ini terjadi pada usia 7-11 tahun. Dalam tahapan ini seorang anak memperoleh kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir). Selain itu anak mempunyai kemampuan konservsi (kemampuan dalam memahami aspek-aspek kumulatif materi, mirip volume), penambahan golongan benda (kemampuan dalam memahami cara mengkombinasikan benda-benda yang mempunyai kelas rendah dengan kelas atasnya lagi), dan pelipatgandaan golongan benda.
Pada tahap ini tingkat egosentris anak sudah berkurang. Dalam arti bahwa anak sudah sanggup memahami bahwa orang lain mungkin mempunyai pikiran dan perasaan yang berbeda dengan dirinya. Dengan kata lain, anak sudah bisa berfikir secara obyektif. Pada tahap ini anak juga sudah bisa berfikir logis perihal banyak sekali hal, termasuk yang agak rumit, tetapi dengan syarat bahwa hal tersebut disajikan secara konkret (disajikan dalam wujud yang bisa ditangkap dengan panca indera. Tanpa adanya benda-benda konkret, anak akan mengalami kesulitan dalam memahami banyak hal dan dalam berpikir logis. Sehingga, untuk anak yang berada dalam tahap ini, pengajaran lebih ditekankan pada hal-hal yang bersifat verbal.
4. Tahapformal-operational
Usia tahapan ini yaitu 11-15 tahun. Pada tahap ini seorang remaja mempunyai kemampuan mengkoordinasikan baik secara serentak maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitifnya. Yaitu kapasitas memakai hipotesis dan kapasitas memakai prinsip-prinsip abstrak. Dengan kemampuan hipotesis, remaja bisa berpikir khususnya dalam hal pemecahan problem dengan memakai anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang ia respon. Sedangkan dengan mempunyai kapasitas prinsip-prinsip abstrak, mereka bisa mempelajari materi pelajaran yang abstrak, mirip ilmu matematika.
Dan juga pada tahap ini anak atau orang sudah bisa berfikir secara logis tanpa kehadiran benda-benda konkret; dengan kata lain anak bisa melaksanakan abstraksi. Akan tetapi, perkembangan dari tahap operasi konkret ke tahap ini tidak terjadi secara mendadak, ataupun berlangsung sempurna. Tetapi terjadi secara gradual. Sehingga bisa terjadi pada tahun-tahun pertama ketika anak berada pada tahap ini. Kemampuan anak dalam berpikir secara aneh masih belum berkembang sepenuhnya. Sehingga dalam banyak sekali hal, si anak mungkin masih memerlukan dukungan alat peraga. Di samping itu, ada cukup banyak anak yang memasuki tahap ini lebih lambat daripada anak lainnya. Dengan demikian ada kemungkinan, sekalipun anak sudah berada di kursi SMP, perkembangan kemampuan berfikirnya masih berada pada tahap operasi konkret. Untuk anak yang seperti, pembelajaran yang hanya menekankan pada simbol- simbol dan hal-hal yang bersifat verbal akan sulit dipahami. Oleh lantaran itu guru perlu memperhatikan secara seksama kemampuan berfikir tiap-tiap siswa, sekalipun usia mereka relatif sama. Agar guru bisa memperlihatkan perlakuan yang sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikirnya.
Teori Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif insan terjadi lantaran beberapa faktor yang mempengaruhinya[4][11], seperti:
a) Kematangan (maturation), yaitu pertumbuhan otak dan sistem syaraf insan lantaran bertambahnya usia dari lahir hingga dewasa.
b) Pengalaman (experience) yang terdiridari:
· Pengalamanfisik, yaituinteraksimanusiadenganobyek-obyekdilingkungannya.
· Pengalamanlogikamatematis, yaitukegiatan-kegiatanpikiran yang dilakukanmanusia yang bersangkutan.
c) Transmisisosial, yaituinteraksidankerjasama yang dilakukanolehmanusiadenganmanusialainnya.
d) Penyeimbangan (equilibration), yaitu proses struktur mental (struktur kognitif)manusia kehilangan keseimbangan sebagai tanggapan dari adanya pengalaman- pengalaman atau pembelajaran-pembelajaran baru, kemudian berusaha untukmencapai keseimbangan gres melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi yaitu proses dimana informasi- informasi dan pengalaman-pengalamana gres diserap (dimasukkan) ke dalam struktur kognitif manusia. Sedangkan fasilitas yaitu penyesuaian pada struktur kognitif insan sebagai tanggapan dari adanya informasi-informasi dan pengalaman gres yang diserap.
Adaptasi merupakan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Jika dalam proses asimilasi seseorang tidak sanggup beradaptasi, maka terjadi ketidakseimbangan (disequili-brium). Akibat ketidakseimbangan ini terjadi akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau timbul struktur baru, barulah terjadi equilibrium. Setelah terjadi equilibrium seseorang berada pada tingkat kognitf yang lebih tinggi dari sebelumnya dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya .
b. Kajianteori Vygotsky tentangperkembangankognitif
Teori Vygotsky menekankan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky beropini bahwa interaksi sosial, yaitu interaksi individu dengan orang lain merupakan faktor yang terpenting yang mendorong atau memicu perkembangan kognitif seseorang. Sebagai contoh, seorang anak berguru berbicara sebagai tanggapan dari interaksi anak itu dengan orang-orang disekelilingnya. Terutama orang yang lebih dewasa. Interaksi ini akan memperlihatkan rangsangan dan dukungan bagi anak untuk berkembang. Proses-proses mental yang dilakukan atau dialami oleh seorang anak dalam interaksinya dengan orang lain diinternaslisasi oleh si anak. Dengan cara ini kemampuan kognitif si anak berkembang.
Vygotsky beropini juga bahwa proses berguru akan terjadi secara efisien dan efektif apabila si anak berguru secara kooperatif dengan bawah umur lain suasana lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan atau pendampingan seseorang yang lebih bisa atau lebih dewasa, contohnya seorang guru.
Menurut Vygotsky, setiap anak mempunyai apa yang disebut zona perkembangan proksimal (zone of proximal development), yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai ”jarak” atau selisih antara tingkat perkembangan si anak yang aktual, yaitu tingkat yang ditandai dengan kemampuan si anak untuk menuntaskan soal-soal tertentu secara independent, dengan tingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi yang bisa dicapai oleh si anak bila ia menerima bimbingan dari seseorang yang lebih remaja atau lebih kompeten.
Dengan kata lain, zone perkembangan proksimal yaitu selisih antara apa yang bisa dilakukan seorang anak secara independen dengan apa yang bisa dicapai oleh anak tersebut bila ia menerima dukungan dari seseorang yang lebih kompeten. Bantuan dari orang yang lebih remaja dimaksudkan semoga si anak bisa untuk mengerjakan soal-soal atau tugas-tugas yang lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada perkembangan kognitif yang kasatmata dari anak yang bersangkutan disebut dukungan dinamis atau scaffolding. Bentuk dari dukungan itu sanggup berupa petunjuk, peringatan, dorongan, penguraian langkah-langkah pemecahan, pemberian contoh, atau segala sesuatu yang sanggup mengakibatkan siswa mandiri.
Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam percakapan/kerjasama antar siswa sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap. Dari uraian di atas nampak bahwa bantuan penting dari Vygotsky yaitu pada sifat alami sosiokultural dari pembelajaran. Pembelajaran berlangsung ketika siswa bekerja dalam zone of proximal development .
c. Kajianteori Jerome Bruner tentangperkembangankognitif
Jerome Bruner, spesialis psikologi dari Harvard, mendefinisikan perkembangan kognitif sebagai[5][12]:
· Perkembangansistem internal yang mewakilibagaimanamengolahinformasi
· Pengetrapansistemitukedalambagaimanamengorganisasiinformasibaruyang diperoleh.
Seperti halnya kemajuan perkembangan, informasi yang diorganisir, bawah umur menjadi meningkat dalam hal berfikir abstrak, memakai teori untuk memecahkan masalah.
Bruner mengemukakan beberapa tanda pertumbuhan intelektual:
1). Kecakapan bertindak sendiri dalam situasi yang tiba-tiba atau cepat, memperlihatkan respon yang sama dari si perangsang yang berubah, atau mengubah respon meskipun lingkungan tetap sama.
2). Kecakapan membentuk model-model mental yang memungkinkan anak mendapatkan informasi, menghipotesiskannya dan menerka kejadian-kejadian.
3). Kecakapan berinteraksi dengan orang lain, berguru dari orang lain
4). Kecakapan melaksanakan beberapa alternatif secara bantu-membantu atau simultan untuk menghadapi tuntutan yang kompleks.
Semua kecakapan tersebut tidak terjadi sesaat tetapi berkembang secara sedikit demi sedikit melalui tahap-tahap perkembangan intelektual.
3. Perkembangansosialdan moral (social and moral development)
Lingkungan sosial yaitu merupakan lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan masyarakat ini adanya interaksi individu satu dengan individu lain. Keadaan masyarakat akan memperlihatkan dampak tertentu terhadap perkembangan individu[6][13]. Manusia yaitu makhluk sosial dan tanpa interaksi dengan masyarakat beliau tidak sanggup membuatkan kemampuan-kemampuannya. Kemampuan ini dikembangkan sebagai hasil dari perkembangan historis umat manusia[7][14].
Perkembangan sosial merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berafiliasi dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung semenjak masa bayi hingga final hayat. Perkembangan sosial, berdasarkan Bruno (1987), merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya[8][15].
Perkembangan sosial dan moral (social and moral development), yakni proses perkambangan mental yang berafiliasi dengan perubahan-perubahan cara anak dalam berkomunikasi dengan obyek atau orang lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Perkembangan ini merupakan perkembagan kepribadian siswa selaku anggota masyarakat dalam berafiliasi dengan orang lain. Proses perkembangan ini berkaitan juga dengan proses belajar. Sehingga konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial siswa sangat bergantung pada kualitas proses berguru (khususnya berguru sosial) siswa disekolah dan keluarga maupun lingkungan yang lebih luas lagi.
Perkembangan sosial hampir sanggup dipastikan merupakan perkembangan moral, lantaran sikap moral pada umumnya merupakan unsur mendasar dalam bertingkah laris sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadai apabila menguasai pemikiran norma sikap moral yang diharapkan untuk menguasai pemikiran norma sikap moral yang diperlukan.
Seperti dalam proses perkembangan yang lannya, proses perkembangan sosial dan moral selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses berguru (khususnya berguru sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses berguru sangat memilih kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam dunia psikologi berguru terdapat aneka ragam mazhab (aliran pemikiran) yang berafiliasi dengan perkembangan moral. Diantaranya yaitu aliran teori Cognitive Psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg, dan aliran teori Social Learning dengan tokoh utama Albert Bandura dan R.H. Walters[9][16].
Perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan sikap moral yaitu sikap baik dan jelek berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
i. Perkembangan Moral versi Piaget dan Kohlberg
¤ Teori Piaget
Dalam bukunya The moral judgement of the Child (1923) Piaget menyatakan bahwa kesadaran moral anak mengalami perkembangan dari satu tahap yang lebih tinggi. Pertanyaan yang melatar belakangi pengamatan Piaget yaitu bagaimana pikiran insan menjadi semakin hormat pada peraturan. Ia mendekati pertanyaan itu dari dua sudut. Pertama kesadaran akan peraturan (sejauh mana peraturan dianggap sebagai pembatasan) dan kedua, pelaksanaan dari peraturan itu.
Piaget mengamati bawah umur bermain kelereng, suatu permainan yang lazim dilakukan oleh bawah umur diseluruh dunia dan permainan itu jarang diajarkan secara formal oleh orang dewasa.
Dengan demikian permainan itu mempunyai peraturan yang jarang atau malah tidak sama sekali ada campur tangan orang dewasa. Dan melalui perkembangan umur maka orientasi perkembangan itupun berkembang dari sikap heteronom ( bahwasannya peraturan itu berasal dari diri orang lain) menjadi otonom 9 dari dalam diri sendiri. Pada tahap heteronom bawah umur menggangap bahwa peraturan yang diberlakukan dan berasal dari bukan dirinya merupakan sesuatu yang patut dipatuhi, dihormati, diikuti dan ditaati oleh pemain. Pada tahap otonom, anak-anak beranggapan bahwa peraturan-peraturan merupakan hasil komitmen bersama antara para pemain.
Anak-anak pada usia paling muda hingga umur 2 tahun melaksanakan acara bermain dengan apa adanya, tanpa aturan dan tanpa ada hal yang patut untuk mereka patuhi. Mereka yaitu motor activity tanpa dipimpin oleh pikiran. Pada tahap ini merepa belum menyadari adanya peraturan yang koersif, atau bersifat memaksa dan harus di taati. Dalam pelaksanaannya peraturan kegiatan bawah umur pada umur itu merupakan motor activiy.
Anak-anak pada umur antara 2 hingga 6 tahun mereka telah mulai memperhatikan dan bahkan meniru cara bermain bawah umur yang lebih besar dari mereka. Pada tahap ini bawah umur telah mulai menyadari adanya peraturan dan ketaatan yang telah dibentuk dari luar dirinya dan harus ditaati dan dilarang diganggu gugat. Pada tahap ini bawah umur cenderung bersikap egosentris, mereka akan memandang “sangat salah” apabila aturan yang telah ada di ubah dan dilanggar. Dan ia menggandakan apa yang dilihatnya semata-mata demi untuk dirinya sendiri, tidak tahu bahwa bermain yaitu acara yang dilakukan dengan bawah umur lainnya. Sehingga meskipun bermain dilakukan secara bersama sama namun bekerjsama mereka bermain secara individu, sendiri-sendiri dengan melaksanakan pola dan cara yang mereka yakini sendiri. Pelaksanaan yang bersifat egosentris merupakan tahap peralihan dari tahap yang individualistis murni ke tahap permainan yang bersifat social.
Anak pada usia 7-10 tahun beralih dari kesenangan yang semata-mata psikomotor kepada kesenangan yang didapatkan dari persaingan dengan mitra main dengan mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku dan disetujui bersama. Walaupun bekerjsama tidak faham akan peraturan hingga hal yang paling kecil namun keinginan untuk bekerja sama dengan mitra bermain amatlah besar. Anak ingin memahami peraturan dan bermain dengan mengikuti peraturan itu. Pada tahap ini sifat heteronom berangsur menjadi otonom.
Pada usia 11 hingga 12 tahun kemampuan anak untuk berfikir aneh mulai berkembang. Pada umur umur itu, kodifikasi (penentuan) peraturan sudah dianggap perlu. Kadang-kadang mereka lebih asyik tertarik pada soal-soal peraturan daripada menjalankan permainannya sendiri.
¤ Teori Kohlberg
Teori Piaget kemudian menjadi ide bagi Kohlberg. Hal yang menjadi kajian Kohlberg yaitu tertumpu pada argumentasi anak dan perkembangan argumentasi itu sendiri. Melalui penelitian yang dilakukannya selama 14 tahun, Kohlberg kemudian bisa mengidentifikasi 6 (enam) tahap dalam moral reasoning yang kemudian dibagi dalam tiga taraf.
1). Taraf Pra-Konvensional
Yaitu ketika insan berada dalam fase perkembangan prayuwana (usia 4-10 tahun) yang belum menganggap moral sebagai komitmen tradisi sosial. Pada taraf ini anak telah mempunyai sifat responsif terhadap peraturan dan cap baik dan buruk, hanya cap tersebut ditafsirkan secara fisis dan hedonistis (berdasarkan dengan yummy dan tidak enak, suka dan tidak suka) kalau jahat dieksekusi kalau baik diberi hadiah. Anak pada usia ini juga menafsirkan baik jelek dari segi kekuasaan dari asal peraturan itu diberi, orang tua, guru, dan orang remaja lainnya. Pada taraf ini terdiri dari dua tahapan yaitu :
Ø Punishment and obedience orientation.
Akibat-akibat fisik dari tindakan memilih baik buruknya tindakan tersebut menghindari sanksi dan taat secara buta pada yang berkuasa dianggap bernilai pada dirinya sendiri.
Ø Instrument-relativist orientation.
Akibat dalam tahap ini beranggapan bahwa tindakan yang benar yaitu tindakan yang sanggup menjadi alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang kala juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar insan dianggap sebagai kekerabatan jual beli di pasar. Engkau menjual saya membeli, saya menyenangkan kamu, maka kau mesti menyenangkan saya.
2). Conventional Level ( taraf Konvensional)
Yaitu ketika insan menjelang dan mulai memasuki fase perkembangan yuwana (usia 10-13 tahun) yang sudah menganggap moral sebagai komitmen tradisi sosial.
Pada taraf ini mengusahakan terwujudnya harapan-harapan keluarga atau bangsa bernilai pada dirinya sendiri. Anak tidak hanya mau berkompromi, tapi setia kepadanya, berusaha mewujudkan secara aktif, memperlihatkan ketertiban dan berusaha mewujudkan secara aktif, menunjang ketertiban dan berusaha mengidentifikasi diri mereka yang mengusahakan ketertiban social. Dua tahap dalam tahap ini adalah:
a). Tahap interpersonal corcodance atau “good boy-nice girl” orientation.
Tingkah laris yang lebih baik yaitu tingkah laris yang menciptakan bahagia orang lain atau yang menolong orang lain dan yang menerima persetujuan mereka. Supaya diterima dan disetujui orang lain seseorang harus berlaku “manis”. Orang berusaha menciptakan dirinya wajar mirip pada umumnya orang lain bertingkah laku. Intensi tingkah laris walaupun kadang kala berbeda dari pelaksanaanya sudah diperhitungkan, contohnya orang-orang yang mencuri buat anaknya yang hampir mati dianggap berintensi baik.
b). Tahap law and order, orientation.
Otoritas peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan dan pemeliharaan ketertiban social dijunjung tinggi dalam tahap ini. Tingkah laris disebut benar, bila orang melaksanakan kewajibannya, menghormati otoritas dan memelihara ketertiban social.
3). Post Konventional Level ( taraf setelah konvensional)
Yaitu ketika insan telah memasuki fase perkembangan yuwana dan pascayuwana (usia 13 tahun ke atas) yang memandang moral lebih dari komitmen tradisi sosial.
Pada taraf ini seorang individu berusaha mendapatkan perumusan nilai-nilai moral dan berusaha merumuskan prinsip-prinsip yang sah (valid) dan yang sanggup diterapkan entah prinsip itu berasal dari otoritas orang atau kelompok yang mana. Tahapannya yaitu :
a). Social contract orientation.
Dalam tahap ini orang mengartikan benar-salahnya suatu tindakan atas hak-hak individu dsan norma-norma yang sudah teruji di masyarakat. Disadari bahwa nilai-nilai yang bersiat relative, maka perlu ada perjuangan untuk mencapai suatu consensus bersama.
b). The universal ethical principle orientation.
Benar salahnya tindakan ditentukan oleh keputusan bunyi nurani hati. Sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dianut oleh orang yang bersangkutan, prinsip prinsip etis itu bersifat avstrak. Pada pada dasarnya prinsip etis itu yaitu prinsip keadilan, kesamaan hak, hak asasi, hormat pada harkat( nilai) insan sebagai pribadi.
Dalam proses perkembangan moral reasoning dengan enam tahapannya mirip itu berlakulan dalil berikut :
aa). Perkembangan moral terjadi secara berurutan dari satu tahap ke tahap berikutnya.
bb).Dalam perkembangan moral orang tidak memahami cara berfikir dari tahap yang lebih dari dua tahap diatasnya.
cc). Dalam perkembangan moral, seseorang secara kognitif tertari pada cara berfikir dari satu tahap diatas tahapnya sendiri. Anak dari 2 tahap 2 merasa tertarik kepada tahap 3. berdasarkan inilah kohlber percaya bahwa moral reasoning sanggup dan mungkin diperkembangkan.
dd).Dalam perkembangan moral, perkembangan hanya akan terjadi apabila diciptakan suatu diequilibrium kognitif pada diri si anak didik. Sesorang yang sudah mapan dalam satu tahap tertentu harus diusik secara kognitif sehinga ia terangsang untuk memikirkan kembali prinsip yang sudah dipegangnya. Kalau ia tetap tentram dan tetap dalam tahapannya sendiri, maka tidak mungkin ada perkembangan.
4. Perkembangan Bahasa
Bayi beru lahir hingga usia satu tahun lazim disebut dengan istilah infant artinya tidak bisa berbicara. Istilah ini memang tepat kalau dikaitkan dengan kemempuan berbicara. Perkembangan bahasa bayi sanggup dibagi dua yaitu; tahap perkembangan artikulasi, dan 2) tahap perkembangan kata dan kalimat (Poerwo, 1989).
1. Tahap Perkembangan Artikulasi
Tahap ini dilalui bayi antara semenjak lahir kira-kira berusia 14 bulan. Usaha kea rah “menghasilakan” bunyi-bunyi itu sudah mulai pada minggu-minggu semenjak kelahiran bayi tersebut. Perkembangan menghasilkan bunyi ini disebut perkembangan artikulasi, dilalui seorang bayi melalui rangkaian tapap sebagai berikut.
a. Bunyi Resonansi
Penghasilan bunyi, yang terjadi dalam rongga mulut, tidak terlepas dari kegiatan dan perkembangan montorik bayi pada bab rongga mulut. Baunyi yang paling umum yang sanggup dibentuk bayi yaitu bunyi tangis lantaran merasa tidak yummy atau merasa lapar dan bunyi-bunyi sebagai batuk, bersin, dan sedawa. Disamping itu, ada pula bunyi bukan tangis yang disebut bunyi “kuasi resonansi, bunyi ini belum ada konsonannya dan vokalnya belum sepenuhnya mengandung resonansi.
b. Bunyi berdekut
Mendekati usia dua bulan bayi telah mengembangan kendali otot verbal untuk memulai dan mengentikan gerakan secara mantap. Pada tahap ini bunyi tawa dan bunyi berdekut (cooking) telah terdengar. Bunyi berdekut ini agak mirip dengan bunyi [ooo] pada burung merpati. Bunyi yang dihasilkan yaitu bunyi konsonan belakang dan tengah dengan vocal belakang, tetapi dengan resonansi penuh. Bunyi konsonannya mirip dengan bunyi [s] dan bunyi hampat velar yang mirip dengan bunyi [k] dan [g].
c. Bunyi Berleter
Berleter yaitu mengelurkan bunyi yang terus menerus tanpa tujuan. Berleter ini biasanya dilakukan oleh bayi yang berusia antara empat hingga enam bulan.
d. Bunyi Berleter Ulang
Tahap ini dilalui si anak berusia antara enam hingga sepuluh bulan. Konsonan yang mula-mula sanggup diucapkan yaitu bunyi labial [p] dan [b], bunyi letup alveolarm [t] dan [d], bunyi nasal [j]. Yang paling umum terdengar yaitu bunyi suku kata yang merupakan rangkaian konsonan dan vocal mirip “ba-ba-ba” atau “ma-ma-ma”.
e. Bunyi vakabel
Vakabel yaitu bunyi yang hamper ibarat kata, tetapi tidak mempunyai arti dan bukan merupkan tiruan orang dewasa. Vokabel ini sanggup dihasilkan oleh sang anak antara usia 11 hingga 14 bulan.
2. Tahap Perkembangan Kata dan Kalimat
Kemampuan bervakabel dilanjutkan dengan kemampuan mengucapkan kata, kemudian mengucapkan kalimat sederhana, dan kalimat yang lebih sempurna.
a. Kata Pertama
Kemampuan mengucapkab kata pertama sangat ditentukan oleh penguasaan artikulasi, dan oleh kemampuabn mengaitkan kata dengan benda yang menjadi rujukkan (de Vilers, 1097 dalam Purwo, 1989). Pada tahap ini anak cenderung menyederhanakan pengecapannya yang dilakukan secara sistematis.
b. Kalimat Satu Kata
Kata pertama yang berhasil diucapkan anak akan disusul oleh kata kedua, ketiga, keempay dan seterusnya. Kalimat satu kata yang lazim disebut ucapan holofrasis.
c. Kalimat Dua kata
Yang dimaksud dengan kalimat dua kata yaitu kalimat yang hanya terdiri dari dua buah kata, sebagai kelanjutan dari kalimat satu kata.
d. Kalimat Lebih lanjut
Pernguasaan kalimat dua kata mencapai tahap tertentu, maka berkembanglah penyusunan kalimat yang terdiri dari tiga buah kata.
3. Tahap Menjelang Sekolah
Yang dimaksud dengan menjelang Sekolah di sini yaitu menjelang masuk sekolah dasr, yaitu pada waktu mereka berusia antara lima hingga enam tahun. Pendidikan di taman kanak-kanak (TK), apalagi kelompok bermain (playgrop) belum sanggup dianggap sebagai sekolah, lantaran sifatnya hanya menolong anak untuk siap memesuki pendidikan dasar. Ketika memasuski taman kanak-kanak anak sudah menguasai hampir semua kaidah dasr gramatikal bahanya. Dia sudah sanggup menciptakan kalimat berita, kalimat Tanya, dan sejumlah konstuksi lain. Anak pada prasekolah ini telah mempelajari hal-hal yang di luar kosakata dan tata bahasa. Merka sudah sanggup memakai bahasa dalam konteks social yang bermacam-macam.
5. Perkembangan Sosioemosional siswa
Sosio berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan. Emosional berasal dari kata emosi berdasarkan English and English, Emosi yaitu “ A complex feeling state accompanied by characteristic motor and glandural activies ” ( Suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris).
Di dalam emosi bayi terdapat beberapa macam emosi yaitu: Emosi positif dan emosi negatif.
a) Contoh emosi positif pada bayi: rasa senang, antusiasme, cinta.
b) Contoh emosi negatif pada bayi: rasa cemas, marah, rasa bersalah, rasa sedih.
BAB III
KESIMPULAN
Psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laris dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi hingga mati. Perkembangan yaitu proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah. Dengan kata lain penitikberatan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.
Mengenai perkembangan psiko-fisik pada bab ini lebih difokuskan pada proses perkembangan yang dipandang mempunyai keterkaitan pribadi dengan kegiatan berguru siswa. Proses-proses perkembangan tersebut yaitu perkembangan motor fisik siswa yang empat macam faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor skills anak, yang juga memungkinkan campur tangan orang renta dan guru dalam mengarahkannya. Keempat faktor itu sebagai berikut: Pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf, Pertumbuhan otot-otot, Perkembangan dan pertumbuhan fungsi kelenjar endokrin, dan perubahan struktur jasmani.
Perkembangan selanjutnya yang sangat penting bagi penerima didik yaitu ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak ini, dalam perspektif psikologi kognitif, yaitu sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya. Tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan seorang siswa bisa berpikir. Selanjutnya tanpa kemampuan berpikir tidak mungkin siswa sanggup memahami dan meyakini faedah materi-materi pelajaran yang disampaikan oleh guru mereka. Selain itu juga sulit untuk menagkap pesan moral yang terkandung dalam pelajran tersebut.
Menurut Jean Piaget insan tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio-emosional, dan perkembangan kognitif. Khususnya perkembangan kognitif sebagian besar bergangtung kepada seberapa jauh anak bisa memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Ada tiga aspek perkembangan intelektual yaitu struktur, isi dan fungsi. Menurut Teori Vygotsky menekankan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky beropini bahwa interaksi sosial, yaitu interaksi individu dengan orang lain merupakan faktor yang terpenting yang mendorong atau memicu perkembangan kognitif seseorang. Menurut teori Jerome Bruner mendefinisikan perkembangan kognitif sebagai Perkembangan sistem internal yang mewakili bagaimana mengolah informasi dan Pengetrapan sistem itu kedalam bagaimana mengorganisasi informasi gres yang diperoleh.
Perkembangan selanjutnya yang tidak kalah penting yaitu perkembangan moral dan sosial siswa. Perkembangan sosial hampir sanggup dipastikan merupakan perkembangan moral, lantaran sikap moral pada umumnya merupakan unsur mendasar dalam bertingkah laris sosial.
Proses perkembangan sosial dan moral selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses berguru (khususnya berguru sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses berguru sangat memilih kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang ada dalam masyarakat.
Dalam dunia psikologi berguru terdapat aneka ragam mazhab (aliran pemikiran) yang berafiliasi dengan perkembangan moral. Diantaranya yaitu aliran teori Cognitive Psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg, dan aliran teori Social Learning dengan tokoh utama Albert Bandura dan R.H. Walters.
DAFTAR PUSTAKA
M.Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remadja Karya, 1986),
[1][8]Ibid , 65
[2][9]Ibid , 66
[3][10]Suardiman, Psikologi,,,, 34
[4][11]Suardiman, Psikologi,,,,, 42
[5][12]Suardiman, Psikologi,,,,, 42
[6][13]Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2004), 51
[7][14] Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada Remaja), (Bandung: Rafika Aditama, 2009), 42
[8][15]Ibid, 74