Perkembangan Kognitif Bayi Hingga Remaja

 


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS  MATA KULIAH
Perkembangan Peserta Didik
yang dibimbing oleh Ibu Dra. Tri Murti, S.Pd


  
                                                                           Oleh:
Kelompok 7
            Anisa Dwi Elistiyaningsih                  (130151613977)
            Fajar Faturochman                              (130151613988)
            Mochamad Bakir                                (130151612101)
            Muhammad Muhtar Asngari               (130151613978)




BAB I
PENDAHULUAN 
1.1         Latar Belakang
Perkembangan merupakan suatu proses perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir hingga mati. Salah satu dari proses perkembangan tersebut ialah perkembangan kognitif.
Perkembangan kognitif ialah salah satu aspek perkembangan insan yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Dalam perkembangan kognitif akseptor didik di sekolah, guru sebagai tenaga kependidikan yang bertanggung jawab dalam pengembangan kognitif akseptor didik perlu mempunyai pemahaman yang mendalam wacana perkembangan kognitif pada anak didiknya.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apakah pengertian perkembangan kognitif?
1.2.2        Bagaimana proses perkembangan kognitif akseptor didik?
1.2.3        Bagaimanakah karakteristik perkembangan kognitif akseptor didik dan tahap-tahapnya?
1.2.4        Apakah faktor-faktor yang menghipnotis perkembangan kognitif?
1.3  Tujuan
1.3.1        Menjelaskan pengertian perkembangan kognitif.
1.3.2        Mengetahui proses perkembangan kognitif akseptor didik.
1.3.3        Mengetahui karakteristik perkembangan kognitif akseptor didik dan tahap-tahapnya.
1.3.4        Menjelaskan faktor-faktor yang menghipnotis perkembangan kognitif.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Pengertian Perkembangan Kognitif
Sama halnya dengan sejumlah aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap menuju kesempurnaannya. Secara sederhana, kemampuan kognitif sanggup dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melaksanakan daypikir dan pemecahan perkara (Desmita, 2009). Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan untuk menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak bisa menjalankan fungsinya dengan masuk akal dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan sehari-hari.
Sehingga sanggup dipahami bahwa perkembangan kognitif ialah salah satu aspek perkembangan akseptor didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya (Desmita,2009).
Menurut Myers (1996), “cognition refers to all the mental activities associated with thinking, knowing, and remembering.” Pengertian yang hampir senada juga diberikan Margaret W. Matlin (1994), yaitu: “cognition, or mental activity, involves the acquisition, storage, retrieval, and use of knowledge.” Dalam Dictionary of Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa “kognisi ialah istilah umum yang meliputi segenap model pemahaman, yakni pesepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian, dan penalaran.” (Kuper & Kuper,2000) . kemudian dalam Dictionary of Psychology karya Chaplin (2002), dijelaskan bahwa “kognisi ialah konsep umum yang menakup semua bentuk pengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai.
Teori perkembangan kognitif berdasarkan Piaget, Perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak sanggup menghipnotis perkembangan pengetahuan anak. Seorang anak tidak sanggup mendapatkan pengetahuan secara eksklusif dan tidak bisa eksklusif memakai pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara sedikit demi sedikit dengan cara berguru secara aktif di lingkungan sekolah.
Kemudian, pandangan perkembangan kognitif berdasarkan Vygotsky berbeda dengan Piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam proses berguru anak. Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi ketika disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran sanggup terjadi ketika siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, contohnya di masyarakat.
Sejumlah hebat psikologi juga memakai istilah thinking atau pikiran ini untuk menunjuk pengertian yang sama dengan cognition (kognisi), yang meliputi banyak sekali acara mental, seperti: penalaran, pemecahan masalah, pembentukan konsep-konsep, dan sebagainya. Dalam hal ini Myers (1996) menjelaskan bahwa,”thinking, or cognition, is the mental activity associated with processing, understanding and communicating information ... these mental activities, including the logical and sometimes illogical ways in wich we create concepts, slove problems, make decisions, and form judgements.” Atkinson, dkk., (1991) mengartikan berpikir sebagai “kemampuan membayangkan dan menggambarkan benda atau insiden dalam ingatan dan bertindak berdasarkan penggambaranini. Pemecahan perkara yang berdasarkan pikiran dibedakan dengan pemecahan perkara melalui manipulasi yang nyata.”
Dari beberapa pengertian di atas sanggup dipahami bahwa kognitif ialah sebuah istilah yang dipakai oleh psikolog untuk menjelaskan semua acara mental yang bekerjasama dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan perkara dan merencanakan masa depan atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu memperlajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.
2.2         Proses Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, terdapat beberapa alternatif proses perkembangan kognitif, diantaranya pada teori dan tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Piaget, teori perkembangan kognitif Vygotsky, dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar psikologi pemrosesan informasi.
2.2.1        Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, dan 4) ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme semoga ia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
a.         Kematangan
Kematangan sistem saraf menjadi penting lantaran memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan berguru sendiri.
b.        Pengalaman
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk menyebarkan pengetahuan kecuali jikalau intelegensi individu sanggup memanfaatkan pengalaman tersebut.
c.         Interaksi Sosial
Lingkungan sosial termasuk kiprah bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik sanggup memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.

d.        Ekuilibrasi
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri (ekuilibrasi), mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yang menjadikan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
Dalam pandangan Piaget, bawah umur secara aktif membangun dunia kognitif mereka dengan memakai bagan untuk menjelaskan hal-hal yang mereka alami. Skema ialah struktur kognitif yang dipakai oleh insan untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Piaget (1952) menyampaikan bahwa ada dua proses yang bertanggung jawab atas seseorang memakai dan mengadaptasi bagan mereka:
1.        Asimilasi adalah proses menambahkan informasi gres ke dalam bagan yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, lantaran seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya semoga bisa masuk ke dalam bagan yang sudah ada sebelumnya.
2.        Akomodasi ialah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian bagan jawaban adanya informasi gres yang tidak sesuai dengan bagan yang sudah ada. Dalam proses ini sanggup pula terjadi pemunculan bagan yang gres sama sekali.
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1.        Periode Sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Piaget menyebut perkembangan seismotorik sebagai periode pertama, yang berlangsung dari lahir hingga dengan umur dua tahun. Periode seismotorik dinamakan demikian ialah lantaran anak memahami lingkungannya dengan melalui penginderaan (sensori) dan melalui gerakan-gerakan (motorik). Misalnya anak akan mengerti/mengenal suatu benda denagn memahami bahwa tangannya sanggup digerakkan ke lisan untuk diisap. Anak-anak terus-menerus berlatih kemampuan ini dan karenanya menjadi kebiasaan.
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai bisa untuk melambungkan objek fisik ke dalam simbol-simbol, contohnya mulai bisa berbicara menggandakan bunyi kendaraan, bunyi binatang, dll.
Periode seismotorik dibagi lagi menjadi enam fase. Setiap fase perkembangan itu menampakkan kemampuan bertingkah yang berbeda. Berbagai kemampuan tingkah laris yang dikuasai tiap anak pada setiap fase perkembangan tersebut ialah sebagai berikut:
a.         Umur satu bulan (fase pertama)
1)   Kemampuan berpikir reflek
2)   Kemampuan menggerak-gerakkan anggota tubuh walaupun belum terkoordinasi.
3)   Kemampuan untuk mengakomodasi dam mengasimilasikan banyak sekali kesan yang diterimanya dari lingkungannya.
b.        Umur 1-4 bulan (fase kedua)
Kemampuan memperluas skemata yang dimilikinya secara hereditas.
c.         Umur 4-8 bulan (fase ketiga)
Dipahaminya hubungan antara perlakuannya terhadap benda dengan jawaban yang terjadi pada benda itu.
d.        Umur 8-12 bulan (fase keempat)
1)   Kemampuan memahami bahwa benda “tetap ada” walaupun utuk semantara menghilang, dan pada waktu yang akan tiba sanggup muncul kembali.
2)   Kemampuan melaksanakan banyak sekali macam percobaan (eksperimen).
3)   Kemampuan menentuka tujuan kegiatan tanpa tergantung kepada orang tua.
e.         Umur 12-18 bulan (fase kelima)
1)   Kemampuan untuk meniru.
2)   Kemampuan untuk melaksanakan banyak sekali eksperimen terhadap lingkunagn lebih lancar.
f.         Umur 18-24 bulan (fase keenam)
1)   Kemampuan untuk mengingat dan berpikir.
2)   Kemampuan untuk berpikir dengan mempergunakan simbol-simbol bahasa sederhana.
3)   Kemampuan berpikir untuk memecahkan perkara sederhana, sesuai dengan tingkat perkembangannya.
4)   Kemampuan memahami diri sendiri dengan individu mulai berkembang.
2.     Periode Praoperasional (usia 2–7 tahun)
Periode perkembangan berpikir kedua yang penting meurut Piaget, disebut peroide praoperasional. Periode ini berlangsung antara umur dua hingga enam tahun. Penggunaan istilah operasi di sini dimaksudkan sebagai citra bahwa anak telah mempergunakan acara mental dalam berpikir. Misalnya anak telah sanggup mengkombinasikan dan mentransformasikan banyak sekali informasi. Anak telah bisa mengemukakan alasan-alasan dalam menyampaikan ide-idenya, dan mengerti adanya hubungan alasannya jawaban dalam suatu insiden konkret, walaupun logika hubungan alasannya jawaban itu belum tepat. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman kasatmata daripada pemikiran logis, sehingga jikalau ia melihat objek-objek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula.
Suatu ciri khas perkembangan berpikir anak pada periode berpikir preoperasional ialah cara berpikir mereka yang egiosentris. Artinya anak menganggap benar apa yang dipikirkannya, walaupun apa yang dipikirkannya itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Tingkah laris anak yang sedang dalam berpikir egiosentris sanggup dilihat dari tingkah laku-tigkah laris berikut, yaitu:
a.         Berpikir imaginatif
Anak yang berpikir imaginatif menganggap bahwa khayalan-khayalan sebagai suatu realita atau sesuatu yang benar-benar terjadi. Olah lantaran itu muncullah “dusta khayal”.
Perlu dipahami oleh para orang renta betapa pentingnya memperlihatkan tanggapan positif terhadap anak dalam menyikapi tingkah laris dusta khayal anak itu. Orang renta hendaknya memberi kesempatan kepada anaknya untuk menyebarkan imajinasi anaknya itu, yaitu dengan cara mendengarka dongeng anak wacana khayalan-khayalannya
b.        Berbahasa egosentris
Anak yang sedang dalam berpikir egosentris hanya bisa berdialog dengan dirinya sendiri lantaran pikirannya tertuju pada dirinya sendiri. Anak belum bisa berdialog dengan orang lain. Berbahasa egosentris sering muncul pada anak umur 2-3,5 tahun. Anak-anak pada usia ini sering berbicara sendiri sewaktu bermain.
c.         Memiliki “aku” yang tinggi
Anak hanya memahami pikiran, perasaaan dirinya sendiri. Anak mulai menyadari dirinya lepas dari lingkungan, yang sebelumnya anak merasa bahwa dirinya satu dengan lingkungannya. Anak pada periode ini menuntut orang lain mengerti pikiranya., namun ia belum mamou mengerti pikiran dan perasaan orang lain. Karena kesadarannya bahwa dirinya ialah dirinya sendiri, maka anak sedang menguju keberadaan dirinya dengan cara melaksanakan kontradiksi dengan orang lain. Anak ini cenderung tidak mau mengikuti aturan-aturan yang selama ini selalu dipatuhinya.
d.        Menampakkan dorongan ingin tahu yang tinggi
Dorongan ingin tahu yang tinggi, sanggup diperlihatkan anak dalam tingkah laris bertanya yang banyak dan terus-menerus wacana suatu objek hingga ia merasa puas. Anak-anah umur antara dua hingga empat tahun cenderung mengemukakan pertanyaan dengan kaya “apa”. Pertanyaan ini memperlihatkan keingina mereka untuk memperkaya pengetahuan mereka wacana segala sesuatu yayng ada di lingkungannya. Makin bertambah usia mereka, maka kualitas pertanyaan berkembang. Mereka manmpu mengemukakan pertanyaan yang lebih kompleks dangan memakai kata-kata “mengapa”, “bagaimana”’ dan “siapa”. Mereka ingin tahu lebih banyak wacana sangkut paut antara beberapa objek dan banyak sekali insiden yang meraka alami. Makin tinggi potensi intelektual dan makin berkembang kepribadian anak makin tinggi pula dorongan anak untuk bertanya.
e.         Perkembangan bahasa yang tepat
Menurut Owen, Froman, dan Moscow (1981), anak pada periode ini telah menguasai kata-kata antara 200-2000 kata. Bahasa yang banyak dan benar, sangat menunjang peningkatan perkembangan berpikir anak. Menciptakan situasi yang memungkankan anak berbahasa dengan baik dan benar, sanggup membatu perkembangan bahasa anak.
3.        Periode Operasional Konkret (usia 7–11 tahun)
Periode perkembangan yang ketiga berlangsung ketika anak berusia antara enam atau tujuh tahun hingga dengan sebelas atau dua belas tahun. Periode ini terjadi pada ketika anak dalam usia Sekolah Dasar. Dikatakan periode berpikr konkret, lantaran pada periode ini anak hanya bisa berpikir dengan logika jikalau untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang sifatnya kasatmata atau nyata saja, yaitu dengan cara mengamati atau melaksanakan sesuatu yang berkaitan dengan pemecahan persoalan-persoalan itu. Demikian dalam memahami suatu konsep, anak sangat terikat pada proses mengalami sendiri, artinya anak gampang memahami konsep kalau pengertian konsep itu sanggup diamati anak, atau melaksanakan sesuatu yang berkaitan dengan kosep itu. Oleh lantaran itu anak hanya bisa menuntaskan masalah-masalah yang divisualkan, dan sangat sulit bagi anak untuk memahami masalah-masalah yang sifatnya verbal.
Pada umumnya bawah umur pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan sumbangan benda benda konkret. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, bisa memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk memakai pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada ketika ini (karena itu disebut tahap operasional konkret). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, bawah umur pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menuntaskan tugas-tugas logika.
4.        Periode Operasional Formal (usia 11 tahun hingga dewasa)
            Anak pada tahap ini sudah bisa melaksanakan daypikir dengan memakai hal-hal yang ajaib dan memakai logika. Penggunaan benda-benda kasatmata tidak diharapkan lagi. Anak bisa bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau insiden berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah bisa hanya dengan memakai simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah mempunyai kemampuan-kemampuan untuk melaksanakan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.
2.2.2        Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky
Seperti Piaget, Vygotsky menekankan bahwa bawah umur secara aktif menyusun pengetahuan mereka. Akan tetapi berdasarkan Vygotsky, fungsi-fungsi mental mempunyai koneksi-koneksi sosial. Vygotsky beropini bahwa bawah umur menyebarkan konsep-konsep lebih sistematis, logis, dan rasional sebagai jawaban dari percakapan dengan seorang penolong yang ahli.
1.        Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)
Zona Perkembangan Proksimal ialah istilah Vygotsky untuk rangkaian kiprah yang terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi sanggup dipelajari dengan sumbangan dan bimbingan orang cukup umur atau bawah umur yang terlatih. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak sanggup melaksanakan sesuatu tanpa sumbangan orang cukup umur dan apakah seorang anak sanggup melaksanakan sesuatu dengan aba-aba orang cukup umur atau kerjasama dengan teman sebaya. Batas bawah dari ZPD ialah tingkat keahlian yang dimiliki anak yang bekerja secara mandiri. Batas atas ialah tingkat tanggung jawab komplemen yang sanggup diterima oleh anak dengan sumbangan seorang instruktur. Maksud dari ZPD ialah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan sanggup memudahkan perkembangan anak.
2.        Konsep Scaffolding
Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan. Scaffolding ialah istilah terkait perkembangan kognitif yang dipakai Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak.Dialog ialah alat yang penting dalam ZPD. Vygotsky memandang bawah umur kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan. Dalam dialog, konsep-konsep tersebut sanggup dipertemukan dengan bimbingan yang sistematis, logis, dan rasional.
2.2.3        Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Kontemporer
            Selama bertahun-tahun teori Piaget wacana perkembangan kognitif sangat disanjung dan dikenal secara luas. Gagasan-gagasan Piaget sangat menarik bagi banyak orang, alasannya ia merupakan inti dari perkembangan. Beratus-ratus teori juga mengambarkan bahwa lebih banyak didominasi bayi berperilaku sebagaimana digambarkan Piaget.
          Akan tetapi belakangan ini muncul pemahaman gres wacana perkembangan kognitif bayi. Dengan memakai teknik-teknik eksperimental yang sangat maju, telah lahir sejumlah hasil penelitian gres wacana perkembangan kognitif bayi dan di antara hasil penelitian gres tersebut merekomendasikan semoga teori perkembangan sensoris-motorik Piaget dimodifikasi secara mendasar.
            Menurut Santrock (1998), cukup umur ini teori perkembangan sensoris-motorik Piaget telah disanggah dari dua sumber. Pertama, penelitian dalam bidang perkembangan persepsi bayi memperlihatkan bahwa bayi telah membentuk suatu dunia persepsi yang stabil dan berbeda jauh lebih awal daripada yang dibayangkan oleh Piaget. Kedua, para peneliti baru-baru initelah menemukan bahwa memori dan bentuk-bentuk kegiatan simbolis lainnya terjadi pada semester kedua tahun pertama.
                 Pandangan-pandangan kontemporer wacana perkembangan kognitif ini kemudian juga menerima sokongan yang penting dalam para psikologi pemrosesan informasi. Kalau Piaget meyakini bahwa perkembangan kognitif bayi gres tercapai pada pertengahan tahun kedua, maka para pakar psikologi pemrosesan informasi percaya bahwa perkembangan kognitif, menyerupai kemampuan dalam memperlihatkan perhatian, membuat simbolisasi, menggandakan dan kemampuan konseptual, telah dimiliki bayi lebih awal.
2.3         Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Dalam buku karangan (Desmita, 2009) karakteristik perkembangan kognitif akseptor didik dibagi dalam dua tahap yaitu tahap usia sekolah (SD) dan Remaja (SMP dan SMA).
2.3.1        Usia Sekolah (Sekolah Dasar)
Berdasarkan pada teori kognitif Piaget, pemikiran bawah umur usia sekolah dasar masuk dalam tahap pemikiran kongkret-operasional, yaitu masa dimana acara mental anak terfokus pada objek-objek yang nyata atau pada banyak sekali insiden yang pernah dialaminya. Menurut pieget, operasi ialah hubungan-hubungan logis di antara konsep-konsep atau skema-skema. Sedangkan opersi kongkret adalahaktifitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau kongkreat sanggup di ukur. Desmita (2009:104).
Artinya anak usia sekolah dasar sudah mempunyai kemampuan untuk berpikir melalui urutan alasannya jawaban dan mulai mengenali banyak sekali cara pemecahan permasalahan yang dihadapinya. Anak usia ini juga sanggup mempertimbangkan secara logis hasil dari sebuah kondisi atau situasi serta tahu beberapa hukum atau seni administrasi berpikir, menyerupai penjumlahan, pengurangan penggandaan, mengurutkan sesuatu secara berseri dan bisa memahami operasi dalam sejumlah konsep, menyerupai 5 x 6 = 30 dan 30 : 6 = 5 (Jhonson & Medinnus, 1974).
Dalam buku Psikologi Perkembangan Peserta Didik karangan Desmita (2009:104) berdasarkan Piaget, bawah umur pada masa kongkret operasional (masa sekolah SD) ini telah bisa menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk bekerjasama dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak (Jhonson & Medinnus, 1974). Hal ini ialah lantaran pada masa ini anak telah menyebarkan tiga macam proses yang disebut dengan operasi-operasi: negasi, resiprokasi, dan identitas.
a.        Negasi (negation)
Pada masa pra-opersional anak hanya melihat keadaan permulaan dan simpulan dari deretan benda, dengan kata lain mereka hanya mengetahui permulaan dan karenanya saja tetapi belum memahami alur tengahnya. Tetapi pada masa kongkret opersional, anak memahami proses apa yang terjadi diantara kegiatan itu dan memahami hubungan-hubungan antara keduanya.

b.        Hubungan timbal balik (resiprokasi)
Ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui bahwa deretan benda-benda bertambah panjang, tetapi tidak rapat lagi dibandingkan dengan deretan lain. Karena anak mengetahui hubungan timbal balik antara panjang dan kurang rapat atau sebaliknya kurang panjang tetapi lebih rapat, maka anak tahu pula bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua deretan itu sama. Desmita (2009:105). Sehingga dalam masa ini anak mulai mengerti wacana hubungan timbal balik.
c.         Identitas
Pada usia sekolah (SD) anak sudah mengetahui banyak sekali benda  yang berada dalam suatu deretan, bisa menghitung, sehingga meskipun susunan dalam deret di pindah, anak tetap mengetahui jumlahnya sama. (Gunaris, 1990) dalam (Desmita,2009). Jadi, anak pada usia sekolah (masa Konkrit operasional) sanggup mengetahui identitas banyak sekali benda dan mulai memahami akan susunan dan urutan tertentu.

2.3.2        Remaja (SMP dan SMA)
Kemampuan anak pada usia remaja sudah semakin berkembang hingga memasuki tahap pemikiran operasional formal. Yaitu suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 dan 12 tahun dan terus berlanjut hingga usia remaja  hingga masa cukup umur (Lerner & Hustlsch, 1983) dalam (Desmita, 2009). Pada masa remaja, anak sudah bisa berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang sudah tersedia.
Anak sudah bisa berpikir secara ajaib dan hipotesis, sehingga ia bisa berpikir apa yang terjadi atau apa yang akan terjadi. Mereka sudah bisa berpikir masa akan tiba dan bisa memakai simbol untuk sesuatu benda yang belum diketahui.
Masa remaja ialah suatu periode kehidupan di mana kapasitas untuk memperoleh dan memakai pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya (Mussen,Conger dan Kagan, 1969). Hal ini lantaran selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Sistem saraf yang berfungsi memproses informasi berkembang dengan cepat. Di samping itu, pada masa remaja ini juga terjadi reorganisasi bundar saraf  prontal lobe (belahan otak bab depan hingga pada pecahan atau celah sentral).
2.4         Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Mengenai faktor yang menghipnotis perkembangan intelektual individu ini terjadi perbedaan pendapat di antara para penganut psikologi. Kelompok psikometrika radikal beropini bahwa perkembangan intelektual individu sekitar 90% ditentukan oleh faktor hereditas dan efek lingkungan termasuk di dalamnya pendidikan hanya memperlihatkan bantuan sekitar 10% saja. Kelompok ini memperlihatkan bukti bahwa individu yang mempunyai hereditas intelektual unggul, pengembangannya sangat gampang meskipun dengan intervensi lingkungan yang tidak maksimal. Adapun individu yang hereditas intelektual rendah seringkali intervensi lingkungan sulit dilakukan meskipun sudah secara maksimal.
Sebalinya, kelompok penganut pedagogis radikal amat yakin bahwa intervensi lingkungan, termasuk pendidikanjustru memperlihatkan andil sekitar 80-85%, sedangkan hereditas hanya memperlihatkan bantuan 15-20% terhadap perkembangan individu. Syaratnya ialah memperlihatkan kesempatan rentang waktu yang cukup bagi individu untuk menyebarkan intelektualnya secara maksimal.
Tanpa mempertentangkan kedua kelompok radikal itu, perkembangan intelektual bekerjsama dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua faktor itu pada kenyataannya tidak terpisah secara sendiri-sendiri melainkan seringkali merupakan  resultan dari interaksi keduanya.
Untuk mencari titik temu perbedaan yang menyolok di antara pandangan tersebut, maka para hebat kemudian memadukan keduanya, sehingga terjadilah interaksi. Perpaduan antara faktor genetis maupun faktor lingkungan menyatakan bahwa perkembangan seseorang tidak akan maksimal kalau hanya mengandalkan salh satu faktor efek saja. Karena itu, keduanya harus dipersatukan demi mengupayakan maksimalisasi perkembangan seseorang. Dengan demikian, faktor genetis harus ditopang dengan faktor lingkungan atau sebaliknya.
Faktor-faktor yang menghipnotis perkembangan kognitif dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut :
1.        Faktor Hereditas/Keturunan
          Teori hereditas atau nativisme pertama kali dipelopori oleh spesialis filsafat. Dia beropini bahwa insan lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak sanggup dipengaruhi lingkungan. Berdasarkan teorinya, taraf intelegensi sudah ditentukan semenjak anak dilahirkan. Secara potensialanak telah membawa kemungkinan apakah akan menjadi kemampuan berpikir setaraf normal, di atas normal, atau di bawah normal. Namun potensi ini tidak akan berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Oleh lantaran itu, peranan lingkungan sangat memilih perkembangan intelektual anak.
2.        Faktor Lingkungan
       Lingkungan mempunyai kiprah besar bagi perubahan yang positif atau negatif pada individu. Hal ini tergantung bagaimana karakteristik lingkungan itu sendiri. Lingkungan yang baik tentu membawa efek positif bagi individu, sebaliknya lingkungan yang kurang baik, rusak, jelek cenderung memperburuk perkembangan individu. Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh Jhon Locke. Dia beropini bahwa insan dilahirkan bekerjsama suci atau tabularasa. Menurut pendapatnya, perkembangan insan sangatlah ditentukan oleh lingkungannya. Berdasarkan pendapat Jhon Locke tersebut perkembangan taraf intelegensi sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.
       Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting peranannya dalam menghipnotis perkembangan intelek anak, yaitu keluarga dan sekolah.
a.         Keluarga
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang renta ialah memperlihatkan pengalaman pada anak dalam banyak sekali bidang kehidupan sehinggan anak mempunyai informasi yang sangat banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berpikir. Cara-cara yang dipakai contohnya memperlihatkan kesempatan kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan menyerupai menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang sanggup menyebarkan daya kreativitas anak.

b.      Sekolah
Sekolah ialah lembanga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkankan perkembangan anak. Dalam hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa perkembangan intelektual anak terletak ditangannya. Beberapa cara di antaranya ialah sebagai berikut.
ü  Menciptakan interaksi atau hubungan yang bersahabat dengan akseptor didik. Dengan hubungan yang bersahabat tersebut, secara psikologis akseptor didik akan merasa kondusif sehingga segala perkara yang dialaminya secara bebas sanggup dikonsultasikan dengan mereka.
ü  Memberikan kesempatan pada akseptor didik untuk berdialog dengan orang-orang hebat dan berpengalaman dalam bidang ilmu pengetahuan, sangan menunjang perkembangan intelektual anak.
ü  Menjaga dan meningkatkan pertumbunhan fisik anak, baik melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berpikir akseptor didik.
ü  Meningkatkan kemampuan berbahasa akseptor didik, baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan para akseptor didik beropini atau mengemukakan ide-idenya. Hal ini sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan intelektual akseptor didik.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kognitif merupakan aspek penting dari perkembangan akseptor didik. Terutama yang berkaitan eksklusif dengan proses pembelajaran dan sangat memilih keberhasilan mereka disekolah. Kemampuan kognitif sanggup dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melaksanakan penalaran. Dalam prosesnya, seorang anak memasuki  beberapa tahap perkembangan kognitif untuk mencapai kemampuan yang optimal. Perkembangan dari masing-masing tahap tersebut merupakan hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Jadi, semakin bertambahnya usia seorang anak maka normalnya kemampuan kognitifnya juga akan meningkat.

DAFTAR RUJUKAN
Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Tarman. 2013. Karakteristik Perkembangan Kognitif. (Online), (http://karyailmiahkampus.blogspot.com/search?q=karakteristik-perkembangan-kognitif), diakses tanggal 09 September 2013
Utami, Sri. 2012. Teori Perkembangan Vygotsky. (Online), (http://karyailmiahkampus.blogspot.com/search?q=karakteristik-perkembangan-kognitif), diakses tanggal 07 September 2013




Share on Google Plus

About Raden

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.