Makalah Konsep Anutan Ikhwan Al Shafa [Lengkap]

Mengkaji Filsafat Islam tidak semudah membalikan telapak tangan MAKALAH KONSEP PEMIKIRAN IKHWAN AL SHAFA [lengkap]

BAB I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang Masalah
Mengkaji Filsafat Islam tidak semudah membalikan telapak tangan. Ia sarat dengan muatan teologis dan historis. Secara historis, tarik menarik kepentingan bahwa keaslian filsafat berasal dari Yunani atau Islam. Begitu juga secara teologis, penerimaan Filsafat kerap berbenturan antara pandangan keimanan dan pemikiran liberal filsafat.

Seorang pemikir Barat Oliver Leaman beropini bahwa filsafat Yunani sebenarnya pertama kali diperkenalkan kepada dunia islam lewat karya-karya terjemahan berbahasa Arab, kemudian ke bahasa Yahudi kemudian ke Bahasa latin, atau dari bahasa Arab kemudian ke bahasa Latin. Berbeda dengan al- Farabi yang beropini bahwa filsafat berasal dari Irak terus ke Mesir dan ke Yunani, kemudian diteruskan ke Syiria dan hingga ke tangan orang Arab.

Belakangan ini banyak bermunculan karya-karya filsafat dari tokoh-tokoh islam. Bagi beberapa pihak hal ini mengejutkan mengingat adanya anggapan banyak orang perihal keengganan islam berfilsafat semenjak Al Ghazali menyebarkan kritiknya terhadap filsafat dan para filosof muslim terutama Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd.

 Gerakan pemikir Islam lain yang tak kalah populer dalam dunia filsafat islam ialah Ikhwan al-Shafa, sejarah dan keberadaan mereka menjadi misteri yang cukup manis untuk dikaji sehingga menjadi sebuah khazanah keilmuan yang bisa dipetik kebaikan dari mereka dan bisa dikritisi serta bisa diluruskan apa-apa yang menyimpang dari pemikiran mereka.

Oleh lantaran itu disini pemakalah berupaya untuk mengungkap “jati diri” dari gerakan Ikhwan al- Shafa, dengan keinginan bisa menunjukkan bantuan citra perihal filsafat mereka.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang dan keanggotaan Ikhwan Al-Shafa ?
2. Sebutkan karya-karya Ikhwan Al-Shafa ?
3. Bagaimana filsafatnya Ikhwan Al-Shafadan kritik ?

C.Tujuan Mempelajari Filsafat Ikhwan Al-Shafa
Mempelajari filsafat Ikhwan Al-Shafa mempunyai beberapa tujuan diantaranya :
1. Untuk mengetahui latar belakang dan keanggotaan Ikhwan Al-Shafa.
2. Mengetahui karya-karya Ikhwan Al-Shafa.
3. Untuk mengetahui filsafatnya Ikhwan Al- Shafa dan kemudian bisa mengkritisinya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Lahir dan Keanggotaan

          Identitas kelompok ini tidak terang lantaran mereka bersama para anggota merahasiakan diri dan acara mereka.  berdasarkan informasi as- Sijistani (wafat 391 H/ 1000 M), para pemuka mereka ialah Abu Sulaiman Al Busti (terkenal dengan gelar Al Muqaddas), Abu Hasan Al- Zanjani, Abu Ahmad An- Nahrajuri (Al- Mihrajani), Abu Al-Hasan Al-Aufi, dan Zaid bin Rita’ah. Kalangan Syiah terutama Syiah ismailiah mengklaim bahwa Ikhwan Al-Shofa’ ialah kelompok dari kalangan mereka. Kendati identitas mereka tidak jelas[1], risalah ensiklopedis yang mereka hasilkan itu, berdasarkan Abu Hayyan At-Tauhidi (wafat 414 H/ 1023 M) dan data internal dalam risalah mereka, sanggup disimpulkan berasal dari masa antara tahun 347 H/958 M  hingga tahun 373 H/983 M, atau dari perempat ketiga kurun ke 4. Pusat kegiatan mereka di Basrah, tetapi di Bagdad juga terdapat cabang dari kelompok belakang layar itu.

Kota Bashroh merupakan kawasan asal ikhwan . Sumber-sumber Arab menyebutkan nama masing-masing  secara berlainan dan barangkali ini merupakan tindakan kerahasiaan yang berhasil mereka upayakan pada masa itu sehingga hanya sedikit sekali yang kita ketahui perihal kehidupan mereka pada zaman sekarang. [2]

          Sesuai rencana, Ikhwan al-Shafa sudah terbiasa mengadakan pertemuan di setiap kawasan yang ada pengikutnya. Dalam pertemuan ini yang diselenggarakan setiap 12 hari sekali dan hanya diikuti oleh para anggota dan pengikut kelompok ikhwan, dibicarakan aneka macam problem metafisika dan tafsir esotoris (batin), Ada pula pertemuan-pertemuan lain yang bersifat okasional (kadang-kadang) yang diperuntukkan bagi kaum muda yang gres masuk anggota, semacam program penerimaan anggota baru.

          Perekrutan anggota dilakukan lewat kekerabatan perorangan dan dilakukan oleh orang-orang yang terpercaya. Orang-orang yang ditugasi untuk merekrut anggota baru  dianjurkan semoga menjalankan tugasnya dikalangan kaum muda, lantaran orang yang sudah bau tanah biasanya bersikap kaku dan tidak layak dilibatkan dalam pergerakan.[3]

Jemaah Ikhwan Ash-Shafa’terdiri empat kelompok, yaitu: [4]

1.      Al –Ikhwan Al-Abrar Ar-Ruhama’ (para saudara yang baik dan dikasihi), berusia 15 ampai 29 tahun yang mempunyai jiwa suci dan pikiran yang kuat. Mereka berstatus murid, karenanya dituntut tunduk dan patuh secara tepat kepada guru.

2.      Al- Ikhwan Al-Akhyar Al-Fudala’ (para saudara yang terbaik dan utama), berusia dari 30 hingga 40 tahun. Pada tingkat ini mereka sudah bisa memelihara persaudaraan, pemurah, kasih sayang, dan siap berkorban demi persaudaraan (tingkat guru-guru).

3.      Al-Ikhwan Al-Fudala ‘ Al- Kiram (para saudara yang utama dan mulia), berusia 40 hingga 50 tahun.Dalam kenegaraan kedudukan mereka bagaikan sultan atau hakim.

4.      Al-Kamal, Kelompok yang berusia 50 tahun keatas, yaitu kelompok elit yang hati mereka  telah terbuka dan  menyaksikan kebenaran dengan mata hati.[5]. Mereka disebut tingkatan al-muqorrobin min Allah lantaran mereka sudah bisa memahami hakikat sesuatu sehingga mereka sudah berada di atas alam realitas, syariat dan wahyu sebagaimana malaikat al-muqorrobin.

          Nampaknya Ikhwan al-Shafa ingin menunjukkan penghormatan lebih bagi mereka yang telah usang ikut dalam kelompok ini. Karena semakin usang mereka bergabung semakin tinggi pula kedudukan mereka dalam kelompok ini, disamping juga faktor usia setiap anggota.

Justikasi pemeringakatan itu mereka dasarkan(takwilkan) dari ayat-ayat Al-Quran. Untuk kalangan murid 30, mereka memakai ayat 59 surat an-Nur, “Bilamana bocah-bocah kalian sudah mengalami mimpi basah…” 


Sementara peringkat muallim dijustifikasi oleh ayat 22 surat Yusuf:“Tatkala (ia) mencapai masa kematangan, kami anugerahkan kepadanya aturan dan pengetahuan.” Untuk tingkat mursyid, justifikasinya diambil dari surat al-Ahqaf ayat 15: “Di ketika hingga masa kematangan, tatkala berumur empat puluh tahun, maka ia (Ibrahim) berkata..” Untuk peringat yang teratas, pembenarnya ialah ayat 27-28 surat al-Fajr: “Wahai jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rela-pasrah. Bergabunglah ke jajaranhamba-Ku, masuklah ke-surga-Ku.”[6]

B. Karya-karya Ikhwan As- Shafa’
Ikhwan As-Shafa’ menghasilkan  -sebagai magnum opus (masterpiece) yang terhimpun ke dalam sebuah kumpulan goresan pena yang terdiri dari 52 risalah[7] dengan keluasan dan kualitas  bermacam-macam yang mengkaji subjek-subjek berspektrum luas yang merentang dari musik hingga sihir. Tekanannya bersifat amat didaktik, sedangkan kandungannya sangat elektrik. ini menunjukkan cerminan pedagogis dan kultural zaman mereka serta bermacam-macam filsafat dan kredo masa itu.

Rasail dibagi menjadi 4 belahan utama; 14 terfokus pada ilmu matematis, 17 membahas ilmu kealaman, 10 berafiliasi dengan ilmu psiklogis dan intelektual, dan 11 mengakhiri empat jilid edisi Arab terahir dengan memusatkan perhatian pada apa yang disebut metafisika atau ilmu teologis.

Aspek utama Rasa’il  adalah belahan utamanya yang menampilkan perdebatan panjang antara insan dan para utusan dari kerajaan binatang, ini mengisi sebagian besar Risalah ke 22 yang berjudul On How the Animals and Their Kinds are Formed (Netton,1982:2). Bagian ini telah ditelaah secara ilmiah, dianalisis serta diterjemahkan oleh L.E.Goodman(1978).[8]

Karya yang erat hubungannya dengan Rasa’il ialah al-Risalat al-Jam’iah (Risalah Komprehensif) yang merupakan sebuah summerium (Ringkasan) dari Rasa’il. Karya ini pun dimaksudkan hanya diedarkan untuk kalangan sendiri, yakni dikalangan para anggota kelompok saja. Banyak informasi ilmi’ah yang tidak termaktub dalam Jam’iah, yang pada aslinya informasi tersebut merupakan tulang punggung Rasa’il, dan dalam informasi ini pula gagasan-gagasan yang dimaksudkan oleh Ikhwan al-Shafa untuk disuntikan kepada para pengikut mereka diungkapkan dengan lebih terang dan lengkap.

Selanjutnya Jami’ah pun diringkas dalam Risalat al-Jami’ah al- Jami’ah au al- Zubdah min Rasa’il Ikhwan al Shafa (Kondensasi dari Risalah Komprehensip atau Krim dari Rasail Ikhwan al- Shafa), yang juga dinamai al- Risalat al- Jami’ah. Informasi Ilmiah dan Juga beberapa belahan dari Rasa’il tidak dicantumkan dalam karya ini, sedangkan interpretasi esoteris[9] dan simbolis perihal ayat-ayat al-Qur’an disajikan secara gamblang.[10]

Dari isi ensiklopedi tersebut kita sanggup mengetahui bahwa Ikhwan al-Shafa mencoba melaksanakan penjelasan-penjelasan yang terkait dengan agama dan ilmu pengetahuan (filsafat dan sains).

Banyak pendapat yang mendiskreditkan Rasâ’ilsebagai bentuk yang halus dari propaganda sekte Syiah Ismailiyyah untuk merebut kekuasaan Sunni Baghdad. Thaha Husein contohnya menyebutkan, secara politis propaganda-propaganda mereka bertujuan untuk melaksanakan perombakan atau perebutan kekuasaan wacana di tingkat masyarakat untuk memperkuat basis perebutan kekuasaan.[11]

C. Sistem dan Teori-Teori
1. Klasifikasi Ilmu.
Ikhwan Ash-Shafa membagi pengetahuan pada tiga kelompok, yaitu:
1. pengetahuan adab/sastra.
2. pengetahuan syariat, dan
3. Pengetahuan Filsafat.

pengetahuan filsafat, mereka bagi menjadi empat bagian, yaitu;
a. Pengetahuan Matematika.Pengetahuan ini terdiridari 14 naskah yang meliputi; Geometri , Atronomi, Musik, Geografi, Seni teoritis,  Seni praktis, Moral,Logika.[12]Dalam pembahasan matematika Ikhwan al-Shafa dipengaruhi oleh pitagoras yang mengutamakan pembahasan perihal angka atau bilangan. Bagi mereka angka-angka itu mempunyai arti spekulatif yang sanggup dijadikan dalil wujud sesuatu oleh lantaran itu ilmu hitung merupakan ilmu yang paling mulia dibandingkan ilmu empirik lantaran tergolong ilmu ketuhanan.

Angka satu merupakan dasar segala wujud ini da merupakan permulaan yang absolute. Huruf hijaiyah yang jumlahnya ada 28 ialah hasil perkalian dari 4 x 7. Angka 7 mengandung nilai kesucian sedangka angka 4 mempunyai arti empat penjuru angin.[13]

b. Pengetahuan Logika. Pengetahuan Fisika. Terdiri dari 12 naskah yang meliputi;  Fisika, Mineralogi botani, Alam kehidupan,Alam kematian, Batas-batas kemampuan pemahaman manusia

c.  Pengetahuan Ilahiah/Metafisika. Dalam problem ketuhanan, Ikhwan al-Shafa melandasi pemikirannya pada angka-angka atau bilangan. Menurut mereka, pengetahuan perihal angka membawa pada legalisasi perihal keesaan Allah lantaran apabila angka satu rusak, maka rusaklah semua angka.

d. Pengetahuan syariat adalah pengetahuan Nubuwwah yang disampaikan oleh para Nabi, sedangkan pengetahuan adab/sastra dan pengetahuan filsafat merupakan hasil upaya jiwa manusia. Bagi mereka, pengetahuan yang paling mulia ialah pengetahuan syariat/nubuwwah, yakni yang diperoleh para nabi melalalui wahyu, sedangan yang paling mulia sesudahnya ialah pengetahuan filafat,yakni pengetahuan yang tidak diperoleh tidak melalui wahyu , tetapi melalui pemikiran yang mendalam. Ilmu tentang Agama danke-Tuhanan terdiri dari 11 naskah yang meliputi; Keimanan, Upacara ritual, Aturan kekerabatan insan dengan Tuhan, Upacara-upacara Ikhwan al-Shaffah, Ramalan dan keadaan mereka, Entitas (perwujudan) spiritual Tindakan(aksi), Tipe perundangan politik, Takdir, ilmu gaib, azimat.

Dilihat dari segi objek pengetahuan, dalam pengajaran Ikhwan As-Shafa’, pengetahuan yang paling mulia ialah pengetahuan perihal Tuhan dan sifat-sifat yang layak bagi-Nya, kemudian menyusul pengetahuan perihal hakikat jiwa, hal ikhwalnya, dan hubungannya dengan raga (tubuh), keberadannya sementara dalam tubuh, kelepasannya dari tubuh, dan keberadaannya kembali di alam jiwa. selanjutnya ialah pengetahuan perihal hari berbanngkit (kiamat), hari berhimpun, hari perhitungan amal, hari masuk surga/neraka, dan perjumpaan dengan Tuhan. mereka mengajarkan kepada para jamaah Ikhwan As-Shafa’ mempelajari semua pengetahuan, tidak mengabaikan suatu buku, dan tidak fanatik terhadap salah satu mazhab agama.[14]

Disamping ituIkhwan al-Shafa juga memadukan agama-agama yang berkembang pada waktu itu dengan berasaskan filsafat, mirip Islam, Kristen, Majusi, Yahudi dll. Karena berdasarkan mereka tujuan agama ialah sama, yaitu untuk mendekatkandiri kepada Tuhan.[15]

2. Teori Pengetahuan
Ikhwan al- Shafa sangat tertarik pada epistemologi atau teori pengetahuan. Pengetahuan umum, kata mereka sanggup diperoleh dengan tiga cara, yaitu : 

Dengan pancaindera, dan ini merupakan cara yang paling alami dan lumrah. Namun dengan indera kita hanya sanggup memperoleh (pengetahuan tentang) perubahan-perubahan yang gampang ditangkap oleh indera kita dan yang kita ketahui itu hanyalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam ruang dan waktu.

Dengan kebijaksanaan prima atau dengan berpikir murni. Namun berpikir pun, bila tidak dibantu dengan indera, tidak akan memperoleh pengetahuan. lagi pula konsep-konsep yang tidak berafiliasi dengan indera kita, mirip konsep perihal Tuhan dan materi pertama, tidak akan diketahui hanya dengan cara berpikir semata tanpa sumbangan indera. Cara lain yang erat kaitannya dengan kedua cara ini ialah dengan cara pembuktian, dan ini dilakukan oleh para andal dialektika yang benar-benar mahir.

Melalui inisiasi (penahbisan) dan ini merupakan cara yang paling erat kaitannya dengan doktrin esoterisIkhwan al-Shafa. Dengan cara ini seseorang mendapat pengetahuan secara eksklusif dari guru, yakni guru dalam pengertian seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya. Guru ini mendapat ilmunya dari imam (pemimpin agama) dan Imam ini memperolehnya dari Imam lainnya, dan para Imam mendapatkannya dari Nabi, dan Nabi dari Allah, sumber ilmu pengetahuan paling akhir.

Ikhwan al-Shafajugaberpendapatbahwasemuailmuharusdiusahakan (muktasabah), bukanpemberiantanpausaha.Ilmu yang demikiandidapatdenganpancaindera.Ikhwan al-Shafamenolakpendapat yang mengatakanbahwapengetahuanadalahmarkuzah(hartatersembunyi) sebagaimanapendapat Plato yang beraliranidealisme. Plato memandangbahwamanusiamemilikipotensi, denganpotensiiniiabelajar, yang dengannyaapa yang terdapatdalamakalitukeluarmenjadipengetahuan. Plato mengatakanbahwajiwamanusiahidupbersamaalam ide (Tuhan) yang dapatmengetahuisegalasesuatu yang ada.Ketikajiwaitumenyatudenganjasad, makajiwaituterpenjara, dantertutuplahpengetahuan, daniatidakmengetahuisegalasesuatuketikaiaberada di alam ide, sebelumbertemudenganjasad. Karenaituuntukmendapatkanilmupengetahuanseseorangharusberhubungandenganalam ide.[16]

D. Pemikiran Filsafat Ikhwan al- Shafa
Menurut anggota  Ikhwan As-Shafa’, Filsafat mempunyai 3 taraf, yaitu:
Taraf Permulaan, yakni menyayangi pengetahuan
Taraf pertengahan, yakni mengetahui sejauh mana hakikat insan dari segala yang ada
Taraf akhir, yakni berbicara dan bederma dengan sesuatu yang sesuai dengan penngetahuan.

Menurut mereka filsuf atau orang bijak (hakim) ialah orang yang perbuatan , acara dan akhlaknya kokoh, pengetahuannya hakiki, tidak melaksanakan sesuatu yang menimbulkan ancaman dan tidak pula meletakan sesuatu bukan pada tempatnya. Tujuan filsafat dalam pengajaran mereka ialah ibarat Tuhan(at-tasyabbuh bi al-Illah) sejauh kemampuan manusia. Untuk mencapai tujuan itu, insan harus berijtihad (bersungguh-sungguh) menjauhkan diri dari: berkata yang bohong atau meyakini aqidah yang batil, pengetahuan yang keliru dan budpekerti yang rendah, serta berbuat jahat dan melaksanakan pekerjaan secara tak sempurna. Aktivitas filsafat dikatakan sebagai upaya ibarat Tuhan  lantaran Tuhan tidaklah mengatakan, kecuali yang benar dan tidak melaksanakan kecuali kebaikan. Dalam evaluasi mereka, syariat telah dikotori oleh kebodohan dan kesesatan insan dalam memahaminya, dan tidak ada jalan untuk membersihkannya, kecuali dengan filsafat, lantaran filsafat mengandung nasihat dan kemaslahatan.[17]

Disamping itu Ikhwan al-Shafa juga memadukan agama-agama yang berkembang pada waktu itu dengan berasaskan filsafat, mirip Islam, Kristen, Majusi, Yahudi dll. Karena berdasarkan mereka tujuan agama ialah sama, yaitu untuk mendekatkandiri kepada Tuhan. Usaha at-Taufiq ini akan menghasilkan kesatuan filsafat dan kesatuan madzhab. Implikasinya akan melahirkan apa yang disebut dengan at-Talfiq (elektik), yang memadukan semua pemikiran yang berkembang pada waktu itu, mirip pemikiran Persia, Yunani dan semua agama.

-   Filsafat Alam
Sebagaimana Al-Farabi, Ikhwan As-Shafa’ juga menganut paham penciptaan alam oleh Tuhan melalui cara emanasi[18]. namun, paham emanasi mereka berbeda dengan paham emanasi Al-Farabi. Menurut paham emanasi mereka, Tuhan memancarkan kebijaksanaan universal atau kebijaksanaan aktif. Akal univeral memancarkan jiwa universal.

Jiwa universal kemudian memancarkan materi pertama, yaitu bentuk dan jiwa dan dari materi yang pertama, yaitu bentuk dan jiwa dan dari materi  pertama, muncul tabiat-tabiat yang menyatu dengan jiwa. Jiwa universal dengan sumbangan kebijaksanaan universal menggerakkan materi pertama sehingga mengambil bentuk yang memilikki dimensi panjang, lebar dan tinggi.

Dengan demikian, terwujud badan yang mutlak, dan dengan badan mutlak itu, tersusun alam falak/langit dan unsur yang empat (tanah, air, udara, dan api). Karena efek gerakan langit yang berputar, terjadi percampuran unsur yang empat sehingga muncul mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Di alam langit, yang lebih dahulu muncul ialah wujud yang lebih mulia (akal universal, kemudian jiwa universal, dan seterusnya).

Adapun di bumi yang paling selesai muncul ialah yang paling mulia (didahului oleh mineral, kemudian tumbuhan, kemudian hewan, dan terakhir gres muncul manusia). Bila diurutkan kemunculan wujud itu dari yang pertama hingga yang terakhir adalah: Tuhan, Akal Universal, materi pertama dan bentuk, tabiat, badan mutlak, falak/langit, unsur yang empat (tanah, air, udara, dan api), dan yang dilahirkan dari empat unsur mirip benda-benda mineral, tumbuhan, binatang, dan manusia.

Menurut Al-Farabi, penciptaan alam merupakan akhir acara Tuhan, berfikir perihal diri-Nya, maka pada filsafat Ikhwan As-Shafa’ , penciptaan alam oleh Tuhan ialah manivestasi kepemurahan Tuhan. Tuhan membuat segenap alam rohani,dan potensi alam raga yang tersusun, Ia membuat segenap  alam rohani sekaligus, sedangkan alam raga yang tersusun diciptakan-Nya berangsur-angsur dengan mengubahnya dari keberadaan potensial pada keberadaan aktual.[19]

             Keberadaan ayah secara kasatmata lebih dahulu daripada keberadaan anak secara aktual, tetapi keberadaan keduanya secara potensial ialah sama. Tuhan sebagai  lantaran pertama dan eksklusif bagi keberadaan kebijaksanaan universal, tetapi hanya sebagai lantaran pertama dan eksklusif bagi keberadaan  dan terjadinya perubahan pada segenap cipta-Nya yang lain.

            Tuhan ialah wujud yang sempurna. Sejak  azali, pada diri-Nya terdapat bentuk-bentuk dari pengetahuan perihal segala wujud yang ada. Bentuk-bentuk dari segala yang ada itu dilimpahkan-Nya kepada kebijaksanaan universal secara langsung, dan kepada jiwa universal melalui kebijaksanaan universal. Itulah sebabnya dikatakan bahwa Tuhan ialah guru kebijaksanaan universal, kebijaksanaan universal adalah guru  jiwa universal, jiwa universal ialah guru para malaikat, para malaikat ialah guru para Nabi dan filsuf, sedangkan para Nabi dan filsuf ialah guru segenap manusia. Pada jiwa manusia, bentuk-bentuk atau segenap pengetahuan itu, pada mulanya belum ada secara aktual, tetapi ada secara potensial saja. Melalui aneka macam jalan (tangkapan indra, pemikiran kebijaksanaan instingtif, kebijaksanaan yang diupayakan, atau melalui wangsit dan wahyu) pengetahuan itu mengaktual dalam jiwa insan secara bertahap.[20]

-          Filsafat Angka
Membaca selintas teks Rasa’il akan menemukan bahwa betapa besar perhatian Ikhwan pada angka. Sebaliknya, seseorang mempelajari terlebih dahulu matematika dan bilangan sebelum mempelajari cabang-cabang pengetahuan lain (yang lebih tinggi), mirip fisika, kebijaksanaan dan ketuhanan (Rasa’il, 1:49). Ikhwan memegang “keyakinan Phytagorean bahwa sifat dasar hal-hal yang diciptakan ialah sesuai dengan sifat dasar bilangan’’ dan menyatakan “inilah mazhab pemikiran Ikhwan kami” (Netton, 1982 : 10).

Mereka juga mengikuti kaum Phytagorean dalam hal kepeduliannya yang besar pada angka- angka tertentu. Secara khusus, Ikhwan menunjukkan perhatian khusus terhadap angka empat, suatu penghormatan yang melampaui bidang matematika murni: mereka menaruh perhatian, misalnya; pada empat musim, empat angin, empat arah mata angin, dan empat unsur empodoclean. Terdapat empat sifat dasar dan empat jenis cairan dalam diri manusia.

Kecapi mempunyai empat senar dan bahkan materi sanggup dibagi menjadi empat jenis. Alasan dibalik pemuliaan terhadap angka tertentu semacam ini gampang ditemukan, Tuhan membuat “banyak hal dalam kelompok empat-empat dan ...materi-materi alam tersusun secara empat-empat yang intinya berkaitan, atau selaras, dengan prinsip spiritual yang berkedudukan diatas mereka, yang terdiri atas Sang Pencipta, Akal Universal, Jiwa Universal, dan Materi Pertama”(Netton, 1982:11).

Menurut Ikhwan al-Shafa seseorang sanggup berguru perihal keesaan Tuhan dengan mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan angka dan mereka menyatakan “Phythaghoras percaya bahwa yang kedua menuntun ke yang pertama (Rasa’il, 3:200).

Kendatipun mencurahkan perhatian mereka pada bilangan, ikhwan  berusaha menghindarkan diri dari kesalahan utama kaum Phythagorean mirip dicatat oleh Aristoteles, ketika angka dan hal yang diangkakan dirancukan. Mereka juga menolak gagasan-gagasan Phythagorean perihal perpindahan jiwa (reinkarnasi) dan lebih berpegang pada gagasan bahwa penyucian yang tercapai dalam satu kali kehidupan di bumilah yang sanggup memasukan insan ke dalam nirwana (Netton[1982]:12-14).[21]

Bilangan merupakan kendaraan bagi doktrin Ikhwan al- Shafa. Teori dari Phythagoras (sifat-sifat bilangan : Proporsi, progresi dll) dan hubungannya (yakni kekerabatan mistik) dengan kehidupan insan dan dengan kondisi insan setelah hidup didunia ini, sangat menarik bagi imajinasi Ikhwan.

Ikhwan al- Shafa membagi bilangan menjadi dua kelompok, faktor yakni “satu” dan seri yakni “mulai dari dua hingga tak terhingga”. Satu merupakan kesatuan mutlak, tidak bisa dibagi tidak sanggup diperkecil dan tidak sanggup di perbesar. Semua bilangan berasal dari satu, dua terbentuk dengan cara mengulangi satu dua kali, bilangan-bilangan lainnya dibuat dengan menambahkan satu, jadi huruf satu itu merupakan faktor bagi setiap bilangan berikutnya. 

Akrobatisme yang lihai ini tidak pelak lagi membuahkan statemen berikut ini, yakni statemen yang separuh bersifat teologis dan yang satu bersifat metafisik, lantaran pada hakikatnya satu itu berbeda dari segala bilangan yang berasal daripadanya, maka yang Satu (Tuhan) pun tidak sama dengan atau berbeda dari segala wujud (makhluk) yang berasal dari Dia.[22]

-   Filsafat Agama
Dibidang keyakinan praktis, Ikhwan al-Shafa membicarakan perihal agama dan hukum-hukum. Ikhwan al-Shafa tidak merasa puas terhadap agama-agama yang ada. Namun demikian mereka menekankan pada setiap orang untuk menentukan salah satu agama. Menganut agama yang tidak tepat lebih baik daripada menjadi kafir, lantaran dalam setiap agama terdapat unsur kebenaran. Ikhwan al- Shafa memandang Islam sebagai agama terbaik (par excellence), agama yang paling baik dan tepat dari segala agama.

Dengan dasar ini, Ikhwan al- Shafa menyatakan bahwa segala tema metafisika didalam kitab-kitab suci contohnya mengenai penciptaan, mengenai Adam, setan, pohon pengetahuan, kebangkitan kembali, Hari Perhitungan, dan nirwana dianggap sebagai simbol-simbol dan harus dipahami secara alegoris. Hanya orang-orang awam yang tidak sanggup berpikir berdikari secara memadai, yang memahami tema-tema ini secara harfiah. Seperti ketika Alloh Berfirman, sebenarnya Alloh Subhanahuwata’ala menurunkan hujan dari langit, maka mereka mengartikannya sebenarnya yang dimaksud hujan ialah Quran. 

Setiap orang harus diberi kebebasan untuk menganut agama yang dipilihnya, dia boleh pula mengubah (mengganti) agamanya, barangkali bahkan sering, sekalipun dibutuhkan dia sanggup mencari agama terbaik dizamannya. Namun demikian, dia harus menghindari pendapat-pendapat yang bertentangan dengan dan doktrin-doktrin yang tidak benar.

Ikhwan al- Shafa memformulasikan suatu perilaku yang niscaya terhadap semua agama, sekte dan madzhab-madzhab teologi yang ada. Islam dipandang oleh Ikhwan al-Shafa sebagai agama terbaik, agama yang paling baik dan paling tepat dari segala agama. Al-Qur’an menghapuskan semua kitab yang diturunkan sebelumnya. Al-Qur’an sebagai kitab terakhir mengukuhkan isi kitab-kitab sebelumnya dan menghapuskan apa-apa yang bertentangan dengan ajarannya. Nabi Muhammad ialah pemimpin semua Nabi dan dia ialah Nabi terakhir.[23]

Dari sini sanggup diketahui bahwa Ikhwan memandang semua agama mempunyai kebenaran yang harus di hargai, oleh lantaran itu tidak ada fanatisme terhadap kelompok agama tertentu. Sehingga para pengikutnya bisa mempelajari pengetahuan dari agama mana saja. Hanya saja mereka mengklaim bahwa Agama Islam yang terbaik.

 Bab III
Kesimpulan dan Kritik

A.    Kesimpulan
          Ikhwan al-Shafa merupakan kelompok pemikir “Islam” yang bergerak secara rahasia dan mereka diklaim oleh sekte Syi’ah (terutama kalangan Isma’iliyyah) yang merupkan belahan dari mereka, yang lahir sekitar abad ke 4 H (10 M) di Basrah,  yang telah berhasil menghimpun pemikiran-pemikiran mereka dalam sebuah ensiklopedi, Rasail Ikhwan al-Shafa. Melalui karya ini sanggup diperoleh informasi perihal jejak-jejak pemikiran mereka, baik perihal ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama. Terlepas dari sisi positif dan negatif, Ikhwan al-Shafa telah menjadi belahan kajian filsafat pendidikan Islam, mereka mempunyai beberapa tingkatan keanggotaan, yaitu a) Al –Ikhwan Al-Abrar Ar-Ruhama’ (para saudarayang baik dan dikasihi), berusia 15 ampai 29 tahun. b) Al- Ikhwan Al-Akhyar Al-Fudala’ (para saudara yang terbaik dan utama), berusia dari 30 hingga 39 tahun. c) Al-Ikhwan Al-Fudala ‘ Al- Kiram (para saudara yang utama dan mulia), berusia 40 hingga 49 tahun. d) Al-Kamal, Kelompok yang berusia 50 tahun keatas, yaitu kelompok elit yang hati mereka  telah terbuka dan  menyaksikan kebenaran dengan mata hati. Dalam filsafat Ikhwan al-Shafa mempunyai beberapa pemikiran yang sama dengan para Philsuf Yunani mirip Phythagoras, Plato, Aristoteles dsb.

          Mereka lebih menekankan pada ilmu pengetahuan yang bersifat mutlak, jangan hingga pemikiran agama menjadikan insan terkungkung pada suatu pemikiran. Mereka membolehkan mengambil “hikmah” dari pemikiran manapun juga. Dan juga selalu menempatkan segala sesuatu pada pemikiran/akal lantaran berdasarkan keyakinan mereka bahwa kebijaksanaan ialah bentuk emanasi dari Alloh. Dalam teori Filsafatnya Ikhwan al-Shafa mempunyai perhatian besar terhadap angka. Secara khusus, Ikhwan memberikan perhatian terhadap angka empat, suatu penghormatan yang melampaui bidang matematika murni: mereka menaruh perhatian, misalnya,; pada empat musim, empat angin, empat arah mata angin, dan empat unsur empodoclean. Menurut Ikhwan al-Shafa seseorang sanggup berguru perihal keesaan Tuhan dengan mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan angka.


B.     Kritikan terhadap Pemikiran Ikhwan al- Shafa
a. Pengingkarankebangkitanmanusiadenganjasad-jasadnya di akhirat.
b. Perbedaaninterpretasisurgadannerakadaripendapatumum yang mutawatir.
c.Bantahanimplikasisetanseperti yang dipahamiumat Islam, menurutmerekasetanitukonotasimakhluk-makhlukjahat yang menerawang di orbit bulandankawan-kawannyaberupamakhluk-makhluk yang tidakdiketahuibentuknya di kehidupandunia.
d. Interpretasimaknakafirdanazabsecaramaknawi.
e. Keyakinanbahwaderajatkenabianbisadicapaidenganlatihandankesucianhati.
f.Statemenberbunyisiapa yang telahmencapaialambatinmakaberartidiasudahterbebasdaripraktekibadah/syariat.
g.KecondonganpadakeyakinanSyi’ahsepertikemaksuman Imam, taqiyah (berbohong demi kebenaran), mendirikannegaradariahli bait (keturunanNabi).
h. Seruanterhadappluralisme agama, sertapelaranganfanatismeterhadap agama tertentu. Pendapatsepertiinibanyakdiilhamidari utopia peninggalan-peninggalanparadukundan orang-orang Yunani.SekelompokanalisisdanorientalislainlebihcondongberpendapatbahwaRasailinidiadopsidariIsmailiyyahBathiniyyah.
i. Keyakinanbolehnyamerubah-rubahajarandalam Agama,danmentakwilayat-ayatQuran daninitentunyasangatbertentangandenganislam.

Daftar Pustaka
Farrukh, Omar A.  dalam M.M. Syarif (editor). Aliran-Aliran Filsafat Islam. Bandung: Nuansa Cendekia. 2004
Supriyadi, Dedi. Pengantar Filsafat Islam : Konsep, Filsuf dan Ajarannya. Bandung : CV Pustaka Setia. 2013
http://www.muzayyinahyar.com/2013/pemikiran-politik-dan-pemerintahan-ikhwan-as-shafa/Diakses pada hari Selasa, 16 September 2014, Pukul; 21.11
http://mirarami.wordpress.com/2009/11/03/ikhwan-al-shafa-sejarah-dan-pemikirannya/. Diakses pada hari Jum’at, 26 September 2014 pukul 20:00       





[1]   Nama lengkap kelompok ini ialah Ikhwa al-Shafa wa Khullan al- Wafa wa  Ahl Hamd wa Abna al- Majd, sebuah nama yang diusulkan untuk mereka sandang sebagaimana termaktub dalam belahan “Merpati Berkalung” dan Kalillah wa Dimmah” sebuah buku yang sangat mereka hormati.
[2]Dedi Supriyadi. Pengantar Filsafat Islam, Konsep Filsuf dan Ajarannya. Bandung: CV Pustaka Setia.2013.hlm. 99-100
[3]Omar A.Farrukhdalam M.M. Syarif (editor).Aliran-AliranFilsafat Islam.Bandung: NuansaCendekia. 2004.hlm 182-183
[5]Dedi Supriyadi. Op.cit.100-101
[7]Dapat dipastikan bahwa Risalah-risalah ini ialah hasil kerjasama beberapa pengarang dan sebagian mereka bukan anggota Ikhwan. Secara mudah sanggup dikatakan bahwa Ikhwan menuntaskan kompilsai tersebut sebanyak 50 Risalah. Namun yang beredar kini berjumlah 53 risalah.
[8]Dedi Supriyadi. Op.cit. hlm. 101
[9]Tafsir-tafsiresoterisatas al-Qur’an padadasarnyadisatukanmelaluiprinsipsimbolisme, sebagaimanadipahamidalampengertiantradisionalnya.Bahkan, simbolismeberfungsisebagai kata kunciuntuksemuaitusehinggatafsir-tafsiritujugabisadisebutsebagai “tafsir-tafsirsimbolis”. Proses penafsiransimbolisdanespterisdisebutta’wil, yang secarateknisbermaknahermeneutikasimbolisdan spiritual. Akan tetapisecaraetimologis, iaberartimembawasesuatukembalikepadaawalnya, yaituawalatauasal-usulnya; dengandemikian, membawaataumengikutisimbol-simbolkembalikepadaasal-usul yang dilambangkannya. (www.telagahikmah.org)
[10]Omar A.Farrukhdalam M.M. Syarif (editor). Op.cit. hlm. 182
[14]Dedi Supriyadi. Op.cit. hlm.102-103
[16]http://mirarami.wordpress.com/2009/11/03/ikhwan-al-shafa-sejarah-dan-pemikirannya/. Diakses pada hari Jum’at tgl 26 September 2014 pukul 20:00

[17]Dedi Supriyadi. Op.cit. hlm. 103
[18]Emanasi ialah sebuah teori hasil perpaduan antara pemikiran agama perihal penciptaan dengan paham Aristoteles perihal kekekalan Alam.
[19]Menurut Ikhwan secara teoritis penciptaan diselesaikan dalam dwi-tahap : pertama, Allah menghendaki sekali saja bahwa alam semesta ini haru ada dari ketidakadaan (ex-nihilo) kemudian segera setelah itu mulailah emanasi dan emanasi ini berjalan secara gradual, hingga karenanya alam semesta menjadi ada mirip bentuk yang kita ketahui kini ini.
[20]Dedi Supriyadi. Op.cit. hlm. 103-105
[21]Ibid. hlm. 105-106
[22]Omar A.Farrukhdalam M.M. Syarif (editor). Op.cit. hlm. 189
[23]Ibid. hlm. 2014-2016
Share on Google Plus

About Raden

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.