PENDAHULUAN
Berita perihal wafatnya Rasulullah SAW cukup mengagetkan para sahabat. Bahkan seakan-akan para sahabat belum mempunyai kesiapan untuk ditinggalkan Rasulullah. Hal ini terlihat betapa mendalamnya kesedihan yang dirasakan oleh para sahabat waktu itu. Selain itu juga tampak ketika sulitnya mencari pengganti Rasulullah untuk memimpin masyarakat Madinah yang sudah mulai tertata dan berperadaban.
Banyak kerancuan yang terjadi ketika pemerintahan sudah tidak berada dibawah kendali Rasulullah. Dalam hal ini terdapat empat khalifah yang menggantikan Rasulullah dalam memimpin umat islam dengan selalu berpegang teguh pada al-qur’an dan sunnah. Tentunya pada periode ini masih mencerminkan pola-pola yang telah digagas dan di praktikkan oleh Rasulullah dalam menata dan mengurusi umat islam pada zaman itu, terutama pada periode Abu Bakar yang spenuhnya hampir tidak mengalami perbahan.
Adapun format peradaban sepertinya lebih banyak dilakukan oleh dua khalifah berikutnya yaitu Umar bin Khathab dan Ustman bin Affan. Hal ini dikarenakan kedua khalifah tersebut lebih usang memimpin dibandingkan dengan Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib. Sehingga fakta sejarah memperlihatkan bahwa zaman Khulafar’ur Rasyidin termasuk ke dalam zaman perkembangan islam yang cemerlang yang ditandai dengan ekspansi, integrasi, pertumbuhan, dan kemajuan yang memperlihatkan peradaban tersendiri dengan segala karakteristiknya.
RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana pengertian Khulafa’ur Rasyidin?
B. Bagaimana kepemimpinan pada masa khalifah Abu Bakar?
C. Bagaimana kepemimpinan pada masa khalifah Umar ibn Khattab?
D. Bagaimana kepemimpinan pada masa khalifah Utsman ibn Affan?
E. Bagaimana kepemimpinan pada masa khalifah Ali ibn Abi Thalib?
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khulafaur Rasyidin
Khulafaur Rasyidin berasal dari kata khulafah dan ar-rasyidin. Kata khulafah ialah bentuk jamak, bentuk tunggalnya ialah khalifah yang berarti pengganti, pemimpin, atau penguasa. Adapun ar-rasyidin ialah bentuk jamak juga, bentuk tunggalnya ialah ar-rasyid yang berarti orang yang menerima petunjuk. Jadi, berdasarkan bahasa khulafaur rasyidin ialah orang-orang yang ditunjuk sebagai pengganti, pemimpin atau penguasa yang selalu menerima petunjuk dari Allah SWT. Arti khulafaur rasyidin secara istilah ialah pemimpin-pemimpin umat dan kepala negara yang telah menerima petunjuk dari Allah SWT sesudah Rasulullah SAW wafat. Mereka bertugas melanjutkan misi dan usaha Rasulullah SAW yang sangat mulia, yaitu menjunjung tinggi syariat agama Allah SWT.[1]
Sahabat Rasulullah SAW yang menerima gelar khulafaur rasyidin ada empat orang. Mereka ialah :
- Abu Bakar As Shiddiq
- Umar bin Khattab
- Usman bin Affan
- Ali bin Abi Thalib
Keempat orang tersebut ialah sahabat yang selalu mendampingi dia dalam memperjuangkan agama, baik dlam keadaan bahagia ataupun susah. Mereka sanggup menghayati serta mengamalkan fatwa islam yang disampaikan oleh Rasulullah. Khulafaur rasyidin memegang kendali pemerintahan Islam selama 30 tahun. Pada masa khulafaur rasyidin, Islam semakin berkembang dan meluas hingga ke seluruh wilayah Arab dan sekitarnya.
B. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar As Shiddiq
Abu Bakar mempunyai nama lengkap Abdullah bin Utsman bin Amir bin Umar bin Ka’ab bin Tiim bin Mairah at-Tamimi. Gelar Abu Bakar diberikan oleh Rasulullah lantaran ia orang yang paling cepat masuk islam, sedang gelar As-Shiddiq yang berarti “amat membenarkan” ialah gelar yang diberikan kepadanya lantaran ia amat segera membenarkan Rasulullah SAW dalam banyak sekali macam peristiwa, terutama insiden Isra’ Mi’raj, yaitu ketika banyak orang yang sulit atau bahkan tidak percaya akan insiden Isra’ Mi’raj, justru Abu Bakar lah yang tidak mewaspadai kebenaran insiden itu.[2]
Abu Bakar dilahirkan pada tahun kedua atau ketiga dari tahun gajah, ini berarti Abu Bakar lebih muda dua atau tiga tahun dari Nabi Muhammad. Ayahnya berjulukan Usman dan ibunya berjulukan Ummu Khair Salma binti Sakar. Kedua orang renta Abu Bakar merupakan keturunan Bani Talim, dan merupakan salah satu keluarga yang mempunyai status sosial yang cukup tinggi di kalangan suku Quraisy.
Sebelum Rasulullah meninggal dunia, konon Rasulullah tidak berwasiat siapa yang akan menjadi penggantinya. Hal ini kemudian terjadi kesibukan tersendiri bagi umat islam untuk mencari pengganti yang tepat sesudah Rasulullah. Sehingga sebelum terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, sempat terjadi kontrovesi di kalangan umat dalam menentukan siapa yang pantas memimpin mereka. Akhirnya sesudah melewati proses perdebatan yang panjang terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah. Di samping lantaran kemampuan dan senioritasnya, kepentingan bersama dan stabilitas politiklah yang turut melatarbelakangi terpilihnya tokoh Abu Bakar sebagai khalifah. Selain itu, faktor yang mendukung terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah ialah dia merupakan orang yang menggantikan Rasulullah sebagai imam shalat ketika Rasulullah sedang sakit, dia juga orang yang menemani Rasulullah ketika hijrah, dan dia ialah sahabat senior yang awal memeluk islam.
Terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah memperlihatkan kesadaran yang baik bagi umat islam pada waktu itu. Ini juga memperlihatkan bahwa mereka bertekad untuk bersatu dan melanjutkan kiprah Muhammad. Maka semenjak itu, Abu Bakar disebut sebagai khalifat al-rasulillah, yang berarti pengganti Rasulullah. Yang membedakannya dengan Rasul ialah jika Rasulullah mempunyai wewenang sebagai pemimpin agama dan negara, namun jika Abu Bakar hanya mempunyai wewewnang sebagai pemimpin negara lantaran dia bukan seorang nabi.[3]
Selama menjadi kepala negara, Abu Bakar telah melaksanakan beberapa kebijakan yang dinilai cukup penting. Di bidang keagamaan, kebijakan yang telah dilakukan oleh Abu Bakar ialah mengumpulkan Al-Quran, yang semula merupakan usulan dari Umar bin Khattab. Kebijakan lainnya ialah melaksanakan upaya penyadaran terhadap kalangan yang mengingkari kewajiban zakat, murtad, dan mengaku dirinya nabi. Abu Bakar melaksanakan penyadaran secara persuasif, tetapi ketika upaya ini mengalami kegagalan, dia tidak segan-segan untuk memerangi mereka. Menurut Abu Bakar, ketiga perbuatan tersebut merupakan penyelewengan yang faktual dari fatwa Nabi Muhammad terutama sesudah dia wafat.
Selain di bidang keagamaan, kebijakan yang dilakukan oleh Abu Bakar juga dalam bidang non-agama. Misalnya dalam bidang perekonomian, Abu Bakar membuat semacam forum keuangan. Pembentukan forum ini merupakan salah satu pencapaian yang paling penting dari khalifah Abu Bakar. Dapat dikatakan bahwa pengaturan keuangan di zaman Abu Bakar sudah mulai tertata rapi, cukup beraslasan jika Abu Bakar memperlihatkan perhatian lebih untuk membina dan bahkan memerangi mereka yang enggan membayar zakat, lantaran salah satu sumber keuangan dalam forum itu ialah dari pengumpulan zakat.
Khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada hari senin, 23 Agustus 624 M sesudah lebih kurang selama 15 hari terbaring di tempat tidur. Ia berusia 63 tahun dan kekhalifahannya berlangsung 2 tahun 3 bulan 11 hari.[4]
C. Kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab
Umar berasal dari suku Bani’adi, salah satu cabang suku Quraisy. Ibunya berjulukan Hantamah merupakan putri Hasyim bin Mughiroh dari klan bani Makhzum. Bani Makhzum ialah cabang lain dari suku Quraisy dan sekutu dari bani Umayyah di zaman jahiliyyah.[5] Umar ialah putra Khattab bin Nufail bin Abd al- ‘Uzza bin Ghalib al-adawi al-Quraisyi. Nasab umar bertemu dengan nasab Nabi Muhammad s.a.w pada Ka’ab.
Sewaktu masih terbaring sakit, khalifah Abu Bakar secara belakang layar melaksanakan tinjauan pendapat terhadap tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat mengenai pribadi yang layak untuk menggantikannya. Pilihan dia jatuh pada umar ibnu al-Khattab, akan tetapibeliau ingin mendengarkan pendapat tokoh-tokoh yang lain.
Ketika Umar terpilih menjadi Khalifah, irama peperangan semakin meningkat, kaum muslimin berperang di dua medan, yaitu Syiria dan Irak. Pada tahun 635 M dua kota tersebut jatuh ketangan islam. Dengan menggunakan suriah sebagai basis, perluasan diteruskan ke mesir dibawah pimpinan sa’ad ibnu Abi waqas. Sementara itu tentara Byzantium di Heliopoles dikalahkan dan alexandren kemudian mengalah ditahun 641 M. Dengan adanya gelombang perluasan dibawah khalifah Umar ibnu Khattab telah mencakup selain semenanjung arabiah, juga Palestina, Suriah, Irak, Persia, dan Mesir.[6]
Penaklukan wilayah tersebut menuntut adanya mobilisasi besar-besaran dan peningakatan efektifitas dan efisiensi dalam penanganan personil-personil militer. Untuk kepentingan itu, Umar bin Khattab membuat suatu sistem organisasi militer yang sanggup mendukung sistem keamanan dan pengendalian wilayah yang semakin bertambah luas. Beliau menyetejui saran-saran sahabat lainnya untuk mendaftarkan personil militer dalam satu Dewan. Dab dia kesudahannya populer sebagai orang yang pertama membuat forum itu.[7]
Karena adanya perluasan yang pesat maka langkah yang di ambil selanjutnya ialah bagaimana untuk bisa mengatur manajemen negara dengan mencontohkan manajemen yang sudah berkembang di Persia. Yakni dengan mengatur sebuah wilayah propinsi dan mendirikan banyak sekali Departemen yang di anggap sangat penting untuk kemajuan pemerintahannya.
Disamping itu, Umar pun telah mulai mengatur dan menertibkan sistem pembayaran honor dan pajak tanah. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, umar membentuk jawatan kepolisian. Umar pun membentuk jawatan pekerjaan umum, mendirikan Bayt al- Mal, dan membuat mata uang sendiri.[8] Selain itu, khalifah Umar bin Khattab mempunyai pendapat sendiri untuk penetapan dimulainya kalender Islam, yaitu ketika Nabi Muhammad saw. melaksanakan hijrah, lantaran dari hijrah itulah umat Islam mengawali kemenangannya (sebagai titik balik kemenangan umat Islam). Kholifah Umar bin Khathab menetapkan permulaan tahun Islam ialah pada ketika Nabi Muhammad SAW. hijrah disebut periode Mekkah, sedangkan periode dakwah sesudah dia hijrah dikenal sebagai periode Medinah, kalender tersebut dikenal sebagai kalender hijriah.
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H / 634-644 M). Masa jabatannya berahir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia berjulukan Abu Luk’lu’ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia menujuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk menentukan salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut ialah Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqas, dan Abdurrahman ibn A’uf.[9]
D. Kepemimpinan Khalifah Utsman Bin Affan
Utsman ibn Affan ibn Abdillah ibn Umayyah ibn ‘Abdi Syams ibn Abdi Manaf ibn Qushayi ialah nama lengakap khalifah Utsman bin Affan. Beliau dilahirkan pada tahun 573 M di Taif, daerah yang paling subur dikawasan Hijaz. ibunya berjulukan Urwah, putri Ummu Hakim Al-Baidha putri Abdul Mutttalib, sedangkan ayahnya berjulukan Affan, dia ialah seorang saudagar yang kaya raya dari suku Quraisy-Umayyah. Nasab Utsman bin Affan melalui garis ibunya bertemu dengan nasab Nabi Muhammad s.a.w pada Abdi Manaf ibn Qushayi. Kalau Utsman bersambung melalui Umayyah ibn Abdi Syams ibn Abdi Manaf, sedangkan Rasulullah melalui Abdul Muttalib ibn Hasyim ibn Abdi manaf.[10]
Seperti halnya Umar bin Khattab, Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah melaului proses pemilihan. Bedanya Umar dipilih oleh penunjukan eksklusif dari Khalifah Abu Bakar sedangkan Utsman diangkat atas penunjukan tidak eksklusif yaitu melaui tubuh yang dibuat oleh Umar sepanjang hidupnya.
Masa pemerintahan Ustman bin Affan ialah yang terpanjang dari semua khalifah di zaman Khulafa’ur Rasyidin yaitu 12 tahun. Zaman pemerintahan Utsman dibagi menjadi dua periode yaitu enam tahun pertama merupakan masa kejayaan pemerintahannya dan enam tahun terakhir merupakan masa yang buruk. Pada masa awal pemerintahannya, Utsman melanjutkan suksesnya para pendahulunya terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam. Daerah-daerah strategis yang sudah dikuasai Islam menyerupai Mesir dan Irak terus dilindungi dan dikembangkan dengan melaksanakan serangkaian ekspedisi militer. Selain itu ia berhasil membentuk armada bahari dengan kapalnya kokoh dan menghalau serangan-serangan di Laut Tengah yang di rancang oleh tentara bizantium denagn kemenangan perdana dilaut dalam sejarah Islam.
Prestasi terpenting bagi khalifah bagi khalifah Utsman ialah menulis kembali al-Qu’an yang telah ditulis pada zaman Abu Bakar yang pada waktu itu di simpan oleh Khafsoh binti Umar. Dalam penulisan al-Qur’an tersebut, khalifah Utsaman memperlihatkan aba-aba atau petunjuk-petunjuk dalam penulisan:
- Dalam penulisan al-Qur’an, harus mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal al-Qu’an.
- Kalau ada pertikaian antara mereka perihal bacaan tersebut, maka harus dituliskan berdasarkan dialek mereka sebagaimana al-Qur’an diturunkan berdasarkan dialek mereka.[11]
Setelah berhasil membuat salinanya, Zaid Ibn Tsabit mengembalikan naskah yang disalinnya kepada Hafsah. Khalifah Utsman memerintahkan kepada Zaid ibn Tsabit supaya membuat sejumlah salinan Mushaf dan dikirim ke Mekkah, Madinah, Basrah, Kufah, dan Syiria dan salah satunya disimpan oleh Utsman ibn Affan yang kemudian disebut Mushaf AL-Imam. Sedangkan mushaf lain selain mushaf yang telah disusun oleh panitiayang dipimpin oleh Zaid ibn Tsabit, diprintahkan untuk dibakar.[12]
Satu dekade pertama kepemimpinan Ustman ialah masa yang dipenuhi dengan prestasi penting dan kesejahteraan ekonomi yang tiada duanya, terkecuali pada dua tahun terakhir yang berbanding terbalik dengan sebelumnya kondisi serba sulit tanggapan merebaknya fitnah dan kedengkian musuh-musuh Islam yang diarahkan padanya sehingga dia syahid dengan amat tragis pada jum’at sore 18 Dzulhijjah 35 H ditangan pemberontak Islam.
E. Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Ali ialah putra Abi Thalib ibn Abdul Muthalib, ia ialah sepupu Nabi Muhammad s.a.w Ali di angkat sebagai khalifah dalam situasi politik yang kurang mendukung. Peristiwa pembunuhan terhadap khalifah Utsman ibn Affan menimbulkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang hingga ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair ibn Awwam dan Talhah ibn Ubaidillah memaksa beliau, sehinngga kesudahannya Ali mendapatkan bai’at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya khalifah yang di bai’at secara massal, lantaran khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Sebagai khalifah ke-4 yang memerintah selama 6 tahun. Masa pemerintahannya mewarsi kekacauan yang terjadi ketika masa pemerintahan sebelumya, Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat muslim terjadi ketika masa pemerintahannya, perang jamal. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan pimpinan Zubair ibn Awwam, Talhah ibn Ubaidillah, dan Ummumul Mu’min Aisyah binti Abu Bakar. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.[13]
Langkah awal yang diakukan khalifah Ali ialah memecat kepala-kepala wilayah (amir) yang di angkat oleh Utsman dan menetapkan penggantinya mungkin lantaran tuntutan dari pihak Mesir yang di pimpin oleh Muhammad Ibnu Abi Bakar dan mengambil kembali tanah-tanah yang di bagikan Utsman kepada keluarga-keluarganya dengan cara yang di pandang salah oleh Ali. Ali mengangkat Utsman ibn Hanif sebagai Amir Bashrah menggantikan Ibnu Amir: Qais dikirim ke Mesir untuk menjadi Amir menggantikan Abdullah Ibn Abi syarh; dan Muawiyah Ibnu Abi S ofyan menolak untuk di ganti. Oleh lantaran itu Ali mengalami kesulitan dalam menghadapi Muawiyah.[14]
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga menimbulkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Muawiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi disini yang dikenal dengan nama perang Shiffin. Perang ini di akhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menuntaskan masalah, bahkan menimbulkan timbulnya golongan ketiga, al-khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya di ujung masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Muawiyah, Syi’ah (pengikut Ali), dan Al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Al-Khawarij menimbulkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H, Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij.[15]
Hasan sebagai anak tertua Ali mengambil alih kedudukan ayahnya sebagai khalifah kurang lebih selama 5 bulan. Tentaranya dikalahkan oleh pasukan Syiria, dan para pendukungnya di Irak meninggalkannya sehingga dengan demikian tidak sanggup lebih usang lagi mempertahankan kekuasaannya, kemudian turun tahta. Syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian perdamaian menjadikan Muawiyah penguasa sewenang-wenang dalam wilayah kerajaan Arab. Pada bulan Rabiuts Tsani tahun 4 H (661 M) Muawiyah memasuki kota Kuffah yang oleh Ali dipilih sebagai sentra kekuasaannya. Supah kesetiaan diucapkan kepadanya dihadapan dua putra Ali, yaitu Hasan dan Husain. Rakyat berkerumun di sekelilingnya sehingga pada tahun 4 H disebut sebagai Amul Jama’ah, atau tahun jama’ah. [16]
KESIMPULAN
- Khulafaur rasyidin ialah pemimpin-pemimpin umat dan kepala negara yang telah menerima petunjuk dari Allah SWT sesudah Rasulullah SAW wafat. Mereka bertugas melanjutkan misi dan usaha Rasulullah SAW yang sangat mulia, yaitu menjunjung tinggi syariat agama Allah SWT.
- Masa Abu Bakar ialah masa pertama kekuasaan Al-Khulafa Ar- Rasyidin dan banyak usaha yang telah dilakukan yakni mulai dari perluasan kekuasaan dan penumpasan-penumpasan Nabi palsu sesudah Nabi Muhammad s.a.w. Nilai demokrasi pertama terjadi pada masa pengangkatan menjadi khalifah dimana pengangkatan di dasarkan musyawarah dari banyak sekali pemuka suku sehingga tercapai sebuah keputusan Abu Bakar menjadi Khalifah.
- Pengangkatan Umar sangat berbeda dimana ia di calonkan Abu Bakar lantaran kemampuannya yang dimiliki. Walaupun demikian, Abu Bakar telah melalui proses meminta pendapat / musyawarah dengan para sahabat. Dengan kemajuan yang pesat dalam pemerintahannya, Umar mendiriakan dewan-dewan pekerjaan umum dan mendirikan Baitul Mal, menempa mata uang, dan membuat tahun Hijriyah.
- Utsman dipilih oleh suatu dewan Ahli atau tim formatur yang dibuat oleh Umar. Tim itu dibuat untuk menghindari kemelut politik yang terjadi. Prestasi terpenting bagi khalifah bagi khalifah Utsman ialah menulis kembali al-Qu’an yang telah ditulis pada zaman Abu Bakar yang pada waktu itu di simpan oleh Khafsoh binti Umar.
- Khalifah Ali bin Abi Thalib lebih berbeda dimana dipilih dan di bai’at oleh pemberontak yang menggolongkan Utsman dengan tuduhan nepotisme dan tidak tegas dalam mengambil perilaku terhadap penyalahgunaan harta negara. Beliau membuat dua ketetapan, yaitu: memecat kepala-kepala daerah yang diangkat oleh Utsman, dan mengambil kembali tanah-tanah yang dibagikan Utsman kepada keluarganya.
PENUTUP
Demikian makalah yang sanggup kami susun, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi tersusunnya makalah yang lebih baik lagi. Mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dan kesalahan. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua. Amin.
REFERENSI
[1] Muh. Asnawi, Sejarah Kebudayaan Islam untuk MTs kelas VII, (Semarang: CV aneka Ilmu, 2009), hal. 35
[2] Imam fu’adi, Sejarah Peradaban islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal.19
[3] Imam fu’adi. Sejarah Peradaban islam, hal.23
[4] Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: Amzah. 2010). Hlm. 98
[5] Ja’fariyah Rasul. Sejarah Para Pemimpin Islam: dari Abu Bakar hingga Usman. (Jakarta: Al-Huda. 2010). Hlm. 74
[6] Fatah syukur, Sejarah Peradaban Islam,(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,2009). Hal. 52-53
[7] M. Solikhin. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta:Rasail, 2005). Hlm. 12
[8] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004). Hal. 49
[9] Badri Yatim, Sejarah apaeradaban Islam (jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2003). Hal.38
[10] Ahmad Safii Maarif dan M. Amin, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,( Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007). Hlm. 89
[11] Fatah syukur, Sejarah Peradaban Islam, Hal. 54-55
[12] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Hal 81
[13] Fatah syukur, Sejarah Peradaban Islam. Hal.57
[14] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam. Hal.85
[15] Badri Yatim, Sejarah apaeradaban Islam. Hal. 40
[16] Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. Hlm. 113