MAKALAH SISTEM EKONOMI INDONESIA
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN SISTEM EKONOMI INDONESIA
disusun oleh :
Berry Sastrawan | (D. 11 10 150) |
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL, ILMU POLITIK DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menunjukkan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menuntaskan Makalah ini dengan tepat waktu untuk menyelesaikannya yaitu makalah Sosiologi yang berjudul “Keunggulan dan Kelemahan Sistem Ekonomi Indonesia”
Dengan rendah hati penulis menciptakan makalah ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Dimana dalam pembentukan dan penyusunan makalah ini penulis melakukannya penuh dengan kerja keras, dari mencari materi materi, penyusunan, hingga peninjauan pustaka dari aneka macam macam buku dan sumber-sumber yang lain, sehingga penulis sanggup menyusun dan menuntaskan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh lantaran itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan hal tersebut dijadikan Motivasi dan Evaluasi dalam menciptakan goresan pena karya Ilmiah yang lebih baik lagi di hari yang akan datang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala perjuangan kita. Amin.
Bogor, 19 Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Penulis
KATA PENGANTAR | ............................... | i |
DAFTAR ISI | ............................... | ii |
BAB I PENDAHULUAN | ............................... | 1 |
1.1.Latar Belakang Masalah | ............................... | |
1.2.Rumusan Masalah | ............................... | |
1.3.Tujuan | ............................... | |
1.4.Manfaat | ............................... | |
BAB II PEMBAHASAN | ............................... | |
2.1.Definisi Sistem Ekonomi Indonesia | ............................... | |
2.1.1. Definisi Sitem | ............................... | |
2.1.2. Definisi Ekonomi | ||
2.1.3. Definisi Sistem Ekonomi | ||
2.1.4. Definisi Sistem Ekonomi Indonesia | ||
2.2.Macam-macam Sistem Ekonomi | ............................... | |
2.2.1. Sistem Ekonomi Kapitalis | ............................... | |
2.2.2. Sistem Ekonomi Sosialis | ............................... | |
2.2.3. Sistem Ekonomi Campuran | ............................... | |
2.3.Kronologi Sejarah Sistem Ekonomi Indonesia | ............................... | |
2.3.1. Sistem Ekonomi Indonesia Orde Lama | ............................... | |
2.3.2. Sistem Ekonomi Indonesia Orde Baru | ............................... | |
2.3.3. Sistem Ekonomi Indonesia Orde Reformasi | ............................... | |
2.4.Keunggulan Tiap Sistem Ekonomi | ............................... | |
2.4.1. Keunggulan Sistem Ekonomi Kapitalis | ............................... | |
2.4.2. Keunggulan Sistem Ekonomi Sosialis | ............................... | |
2.4.3. Keunggulan Sistem Ekonomi Campuran | ............................... | |
2.5.Kelemahan Tiap Sistem Ekonomi | ............................... | |
2.5.1. Kelemahan Tiap Sistem Ekonomi Kapitalis | ............................... | |
2.5.2. Kelemahan Tiap Sistem Ekonomi Sosialis | ............................... | |
2.5.3. Kelemahan Tiap Sistem Ekonomi Campura | ............................... | |
2.6.Keunggulan Sistem Ekonomi Indonesia | ............................... | |
2.7.Kelemahan Sistem Ekonomi Indonesia | ............................... | |
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN | ............................... | |
3.1.Kesimpulan | ............................... | |
3.2. Saran | ............................... | |
DAFTAR PUSTAKA | ............................... |
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Tak kenal maka tak sayang. Peribahasa tersebut sepertinya cocok juga untuk diterapkan pada Sistem Ekonomi Pancasila (selanjutnya akan disingkat dengan SEP). Meskipun usia SEP setua usia Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, selama ini SEP lebih merupakan pengertian daripada penerapan, itupun lebih merupakan pengertian implisit daripada eksplisit.
Perjalanan SEP baik dari segi pengertian maupun dari segi penerapan sejak, tahun 1945, memang tersendat-sendat. Intelektual Indonesia gres mulai serius memikirkannya pada tahun 1980 dalam seminar nasional yang diselenggarakan leh Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Namun demikian, sehabis seminar nasional tersebut selesai, tidak ada kelanjutannya lagi. Di bawah pemerintah Orde Baru, yang berkuasa di Indonesia selama 32 tahun, SEP nyaris “mati suri”. SEP hanya diakui secara de jure, dijadikan dasar goresan pena GBHN bidang ekonomi. Tetapi, secara de facto SEP tidak pernah diterapkan. Tidak terang sistem ekonomi apa yang diterapkan selama era Orde Baru, ada yang menyebutnya “kapitalisme malu-malu”, atau “segalanya sanggup diatur”, bahkan ISEI sendiri dalam kebingungannya menamakan sistem ekonomi yang diterapkan di Indonesia sebagai “mengambang terkendali” dala, kongresnya di Padang yang kemudian diganti menjadi “mengambang terkelola” dalam kongresnya di Medan. Ketidakjelasan ini ternyata telah mengarah kepada pendiskreditan SEP. ada yang menerka bahwa SEP ialah sistem “sama rata sama rasa”, dan bahkan tidak sedikit yang menyalahkan SEP sebagai penyebab tetap miskinnya Indonesia sehabis setengah era merdeka.
Dengan berakhirnya era Orde Baru, pemikiran ihwal Sep kembali dimunculkan di kalangan intelektual. Pada 12 Agustus 2002, UGM mempelopori pendirian Pusat Studi Ekonomi Pancasila. Namun demikian, perlu digarisbawahi di sini bahwa pemunculan kembali pemikiran ihwal SEP terjadi pada dikala generasi sudah berganti, pada dikala kondisi masyarakat sudah berubah, pada dikala pemikiran ihwal SEP tidak mempunyai kecukupan awalnya lagi, pemikiran awal ihwal SEP sudah tidak memadai lagi.
Dalam upaya memahami SEP, goresan pena ini akan difokuskan dalam tiga topik bahasa, yaitu :
a. Ekonomi Pancasila sebagai pemikiran ekonomi;
b. Kriteria ketepatan SEP sebagai pilihan sistem ekonomi Indonesia; dan
c. SEP sebagai pilihan sosial bangsa Indonesia;
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa definisi kasus sosial ?
2. Apa macam-macam kasus sosial ?
3. Faktor apa yang menghipnotis kasus sosial ?
1.3.Tujuan
1. Mengetahui definisi kasus sosial.
2. Mengetahui macam-macam kasus sosial.
3. Mengetahui faktor yang menghipnotis kasus social.
1.4.Manfaat
1. Dapat mengetahui definisi kasus sosial.
2. Dapat mengetahui macam-macam kasus sosial.
3. Dapat mengetahui faktor yang menghipnotis kasus social.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Definisi Masalah Sosial
2.1.1. Definisi Masalah Sosial Menurut Para Ahli
Sebenarnya kasus sosial merupakan hasil dari proses perkembangan masyarakat. Artinya problema tadi memang sewajarnya timbul apabila tidak diinginkan adanya hambatan-hambatan terhadap penemuan-penemuan gres atau gagasan baru. Banyak perubahan yang bermanfaat bagi masyarakat, walau kadang menimbulkan kegoncangan terutama jika perubahan berlangsung dengan sangat cepat dan bertubi-tubi. Masalah sosial timbul ketika dalam jangka waktu tertentu masyarakat beradaptasi dengan perubahan-perubahan sosial yang ada. Kekurangan dalam diri insan atau kelompok sosial yang bersumber pada faktor ekonomi, biologis psikologis, budaya juga menjadi penyebab utama timbulnya kasus sosial ini.
· Perspektif Sosiologi
Masalah Sosial ialah situasi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai perlu diatasi (dipemecahankan). Pandangan pekerja sosial ialah terganggunya fungsi sosial, sehingga menghipnotis kemampuan memenuhi kebutuhan, dan peranan-peranannya di masyarakat. Kondisi yang dipandang orang atau masyarakat sebagai situasi yang tidak diharapkan.
· Menurut Gillin dan Gillin
Masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur yang ada dalam masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Atau, menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut sehingga menimbulkan kepincangan sosial. Apabila antara unsur moral, politik, pendidikan, agama, kebiasaan dan ekonomi terjadi bentrokan, maka korelasi sosial akan ikut terganggu sehingga mungkin akan terjadi kegoyahan dalam kehidupan kelompok.
· Menurut Horton dan Leslie, 1984
Situasi sosial yang tidak diinginkan oleh sejumlah orang lantaran dikhawatirkan akan mengganggu sistem sosial dan sikap orang-orang yang terlibat di dalamnya ialah sikap yang menyimpang dari nilai atau norma-norma.
· Zastrow, 2000
Masalah sosial ialah suatu kondisi sosial yang menghipnotis sejumlah besar orang yang memerlukan perbaikan segera dengan sekumpulan tindakan-tindakan.
· Pincus dan Minahan, 1975
Masalah sosial ialah suatu situasi atau kondisi sosial yang dievaluasi oleh orang-orang sebagai suatu situasi atau kondisi yang tidak mengenakkan atau situasi problematic.
· Menurut Soerjono Soekanto
Masalah sosial (problema sosial) merupakan permasalahan-permasalahan yang muncul dalam masyarakat, bersifat sosial dan berafiliasi erat dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kaprikornus intinya kasus sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Oleh lantaran itu kasus sosial tidak akan mungkin dibahas tanpa mempertimbangkan ukuran-ukuran masyarakat ihwal apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
· Coleman, J.W and Cressey, D.R. 1984
Masalah sosial merupakan suatu tanda-tanda (fenomena) sosial yang mempunyai dimensi atau aspek kajian yang sangat luas atau kompleks, dan sanggup ditinjau dari aneka macam perspektif (sudut pandang atau teori). Suatu fenomena atau tanda-tanda kehidupan dikatakan sebagai kasus sosial (social problems) ialah apabila:
1. Sesuatu yang dilakukan seseorang itu telah melanggar atau tidak sesuai dengan nilai-norma yang dijunjung tinggi oleh kelompok;
2. Sesuatu yang dilakukan individu atau kelompok itu telah menimbulkan terjadinya disintegrasi kehidupan dalam kelompok; dan
3. Sesuatu yang dilakukan inidividu atau kelompok itu telah memunculkan kegelisahan, ketidakbahagiaan individu lain dalam kelompok.
Dari definisi di atas sanggup disimpulkan unsur-unsur kasus sosial yaitu:
· Adanya suatu situasi atau kondisi sosial;
· Adanya sekelompok orang yang mengevaluasi situasi atau kondisi sosial tersebut;
· Adanya penilaian terhadap situasi atau kondisi sosial tersebut sebagai tidak mengenakkan;
· Adanya alasan-alasan mengapa situasi atau kondisi tersebut sebagai tidak mengenakkan.
2.2.Macam-macam Masalah Sosial Bidang Pembangunan Di Indonesia
2.2.1. Masalah Pendidikan
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya keinginan terpendam yang tidak sanggup mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru dikala ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru lantaran tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru usang yang sudah usang mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka mempunyai pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi kasus honor guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak usang lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di tempat terbelakang. Namun, bagi penduduk di tempat bodoh tersebut, yang terpenting ialah ilmu terapan yang benar-benar digunakan buat hidup dan kerja. Ada banyak kasus yang menimbulkan mereka tidak berguru secara normal menyerupai kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
2.2.2. Masalah Kemiskinan
Dalam kajian sosiologi pembangunan, konsep kemiskinan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu yang pertama kemiskinan sewenang-wenang (a fixed yardstick). Konsep kemiskinan sewenang-wenang ini dirumuskan dengan menciptakan ukuran tertentu yang kongkit. Ukuran ini lazimnya berorientasi pada kebutuhan dasar dalam kehidupan sehari-hari, yaitu pangan, papan dan sandang. Besarnya ukuran setiap negara berbeda. Kedua, kemiskinan relatif (the idea of relative). Konsep kemiskinan relatif ini dirumuskan berdasarkan atau memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Asumsi ini, bahwa kemiskinan di tempat satu dengan tempat lain tidak sama, demikian juga antara waktu dulu dengan kini berbeda. Ketiga, kemiskinan subjektif. Konsep kemiskinan sbjektif ini dirumuskan berdasarkan perasaan individu atau kelompok miskin. Kita menilai individu atau kelompok tertentu miskin, tetapi kelompok yang kita nilai menganggap bahwa dirinya bukan miskin, atau sebaliknya. Konsep kemiskinan ketiga inilah yang lebih tepat apabila memahami konsep kemiskinan dan bagaimana langkah strategis dalam menangani kemiskinan (Usman, S. 1998; Tjokrowinoto, W. 2004).
2.2.3. Masalah Penyimpangan Perilaku Remaja dan Kenakalan Remaja
Pengertian sikap menyimpang (deviasi sosial) ialah semua bentuk sikap yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang ada. Jadi, sikap menyimpang remaja ialah semua bentuk sikap remaja yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat.
Diantara bentuk atau macam-macam sikap menyimpang remaja antara lain:
a. Tawuran antar pelajar;
b. Penyimpangan seksual mencakup homoseksual, lesbianisme, dan korelasi seksual sebelum nikah;
c. Alkoholisme;
d. Penyalahgunaan obat terlarang atau narkotika;
e. Kebut-kebutan di jalan raya;
f. Pencurian atau penipuan, dan bentuk-bentuk tindakan kriminalitas lainnya.
Kenakalan remaja pada umumnya diawali dari munculnya gejala-gejala, antara lain:
a. Sikap apatis terhadap kewajiban-kewajiban normatif yang menempel pada dirinya;
b. Adanya kecenderungan sikap untuk suka mengganggu sahabat lainnya;
c. Sikap kecewa yang berlebihan lantaran tidak terpenuhinya keingian tertentu;
d. Kurang fokus atau perhatian terhadap suatu jadwal aktivitas tertentu;
e. Sikap takut yang berlebihan terhadap sesuatu yang dianggap merugikan dirinya; dan
f. Ketidakmampuan untuk berperan dalam kelompok atau sikap ‘manja’ yang berlebihan (Sudarsono, 1995).
Bentuk penyimpangan sikap remaja sanggup dibedakan menjadi empat, yaitu:
a. Penyimpangan primer, yaitu penyimpangan yang sifatnya temporer, sementara, dan masyarakat masih bisa mentolerir;
b. Penyimpangan sekunder, yaitu penyimpangan yang sanggup merugikan atau mengancam keselamatan orang lain, contohnya tindakan kriminal;
c. Penyimpangan kelompok, yaitu penyimpangan yang dilakukan secara kelompok, contohnya geng untuk berkelahi, narkotik; dan
d. Penyimpangan individu, yaitu sikap menyimpang yang dilakukan secara sendiri.
2.2.4. Masalah Lingkungan Hidup
Problem atau kasus lingkungan hidup harus menjadi perhatian yang sangat serius, lantaran problem lingkungan adalah:
a. Menyangkut jaminan kualitas kelangsungan kehidupan generasi dimasa-masa yang akan datang; dan
b. Kegagalan dalam menangani problem lingkungan akan membawa dampak negatif disemu sektor kehidupan, baik dalam level lokal, nasional dan bahkan dunia, misalnya: terjadinya peristiwa banjir, pemanasan global; tanah longsor dan sebagainya.
Proses pembangunan dan industrialisasi di negara-negara maju dan berkembang ternyata membawa dampak munculnya kasus pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, pencemaran udara, pencemaran maritim atau air. Meningkatnya pencemaran lingkungan tersebut secara langsung atau tidak langsung mendorong munculnya bermacam-macam problem kehidupan di aneka macam aspek, misalnya:
a. Tingkat kualitas kesehatan masyarakat semakin terancam;
b. Kualitas kesuburan tanah dan ekosistem lingkungan fisik terancam;
c. Kualitas air sebagai sumber kehidupan semakin tercemar;
d. Terjadinya pencemaran udara, lantaran polusi industri, dan sebagainya.
Menurut Eitzen, dalam Soetomo (1995).
Menurut Eitzen, dalam Soetomo (1995).
2.2.5. Masalah Konflik SARA (Suku, Agama, Ras dan Antarkelompok)
Masalah konflik Suku, Agama, Ras dan Antarkelompok (SARA), bagi negara-negara berkembang yang multikultural (termasuk Indonesia) ialah problem yang sewaktu-waktu bisa muncul, dan sanggup mengganggu kelancaran proses pembangunan. Oleh lantaran setiap desain pembangunan dan pelaksanaan pembangunan harus betul-betul meminimalkan terjadinya konflik SARA (Warnaen, S. 2002; Nugroho, F, (eds). 2004). Unsur-unsur konflik SARA adalah:
a. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat konflik;
b. Ada tujuan yang menjadi target konflik, dan tujuan tersebut sebagai sumber konflik; dan
c. Ada perbedaan pikiran, perasaan dan tindakan untuk meraih tujuan yang saling memaksakan atau menghancurkan.
Ciri-ciri konflik SARA adalah:
a. Bersifat alamiah;
b. Anggota suku, agama, ras, antar kelompok yang terlibat konflik cenderung lebih terdorong untuk melaksanakan konflik berikutnya untuk kepentingan kelompoknya;
c. Umumnya terjadi antara SARA secara umum dikuasai dengan minoritas;
d. Sering diiringi dengan kekerasan yang berlangsung dalam ruang dan waktu tertentu;
e. Mereka yang terlibat konflik merasa belum puas lantaran kebutuhan mereka belum terpenuhi; dan
f. Konflik melibatkan dua kelompok kepentingan yang saling memperebutkan kebutuhan hidup (Suryadinata, L., dkk. 2003; ; Liliweri, A.. 2005).
2.2.6. Masalah Kriminalitas
Kriminalitas atau tindakan kriminal merupakan problem sosial yang bersifat laten (selalu ada dalam kehidupan masyarakat atau negara manapun), namun tindakan kriminal bukanlah penyimpangan sikap yang dibawa semenjak lahir, tetapi tindakan kriminal merupakan hasil dari sosialisasi sub budaya menyimpang. Tindakan kriminal sering dikategorikan sebagai tindak pidana atau tindakan yang melanggar aturan pidana. Diantara referensi tindakan kriminal adalah: korupsi, pencurian, pembunuhan, perampokan, penipuan atau pemalsuan, penculikan, perkosaan, sindikat narkotik atau penyalahgunaan obat terlarang.
2.2.7. Masalah Aksi Protes, Pergolakan Daerah, dan Pelanggaran HAM
Aksi protes, pergolakan tempat dan pelanggaran HAM, merupakan kasus sosial yang cukup kompleks, dan menuntut adanya perhatian khusus dalam pemecahannya. Telebih kondisi sosial budaya masyarakat yang multikultural, menyerupai di Indonesia. Hampir setiap hari terjadi agresi protes dan demonstrasi di daerah-daerah. Hal ini tentu sanggup mengganggu proses perubahan atau pembangunan masyarakat.
2.3.Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Sosial
Masalah sosial atau kasus sosial timbul akhir adanya gejala-gejala absurd yang timbul di masyarakat. Hal tersebut terjadi lantaran unsur-unsur masyarakat tidak sanggup berfungsi sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan, yang selanjutnya disebut kasus sosial.
Masalah sosial ini berafiliasi erat dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Untuk itu terjadi sedikit saja pergeseran diantara nilai-nilai sosial dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan, maka korelasi antarmanusia yang terdapat di dalam kerangka cuilan kebudayaan yang normatif akan ikut terganggu.
Namun setiap masyarakat tentunya mempunyai ukuran yang berbeda mengenai hal ini, contohnya soal gelandangan merupakan kasus social yang faktual yang dihadapi kota-kota besar di Indonesia. Akan tetapi belum tentu kasus tadi dianggap sebagai kasus sosial di tempat lain. Faktor waktu juga menghipnotis kasus sosial ini. Selain itu, ada juga masalah-masalah yang tidak bersumber pada penyimpangan norma masyarakat, menyerupai kasus pengangguran, penduduk, kemiskinan.
Masalah sosial sanggup dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : kemiskinan, pengangguran dan lain-lain.
2. Faktor Budaya : perceraian, kenakalan remaja, dan lain-lain.
3. Faktor Biologis : penyakit menular.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dan lain-lain.
2.3.1. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Pendidikan
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain ialah kasus efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi kasus pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
a. Rendahnya sarana fisik;
b. Rendahnya kualitas guru;
c. Rendahnya kesejahteraan guru;
d. Rendahnya prestasi siswa;
e. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan;
f. Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan; dan
g. Mahalnya biaya pendidikan.
2.3.2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Kemiskinan
Secara sosiologis, kemiskian merupakan salah satu problem sosial yang paling serius dialami oleh negara-negara berkembang. Secara umum kajian ihwal kemiskinan sanggup ditinjau dari dua perspektif, yaitu yang pertama perspektif kultural (cultural perspective). Dan kedua ialah perspektif struktural atau situasional (situational perspective). Kedua perspektif tersebut mempunyai asumsi, metode dan pendekatan yang berbeda dalam menganalisis ihwal kemiskinan.
Pertama, perspektif kultural. Konsep kemiskinan dalam perspektif kultural dikelompokkan menjadi tiga tingkatan analisis, yaitu yang pertama tingkatan individu, hal ini berarti kemiskinan lantaran mentalitas individu yang malas, apatis, fatalistik, pasrah, boros, dan tergantung (mentalitas negatif). Kedua ialah tingkatan keluarga, hal ini berarti kemiskinan lantaran jumlah anak dalam keluarga sangat besar, dengan pola budaya keluarga yang tidak produktif. Dan yang ketiga ialah tingkatan masyarakat, hal ini berarti kemiskinan kerena tidak terintegrasinya kaum miskin dengan institusi-institusi masyarakat secara efektif.
Kedua, perspektif struktural. Konsep kemiskinan dalam perspektif struktural ialah kemiskinan yang terjadi lantaran dampak dari faktor-faktor struktur masyarakat (faktor eksternal), yaitu terjadinya kemiskinan karena:
a. Program atau perencanaan pembangunan yang tidak tepat;
b. Pelaksanaan kekuasan pemerintahan (birokrasi pemerintah) yang korup;
c. Kehidupan sosial-politik yang tidak demokratis atau otoriter;
d. Sistem ekonomi liberalistik atau kapitalistik;
e. Perkembangnya teknologi modern atau industrialisasi yang mekanistik disemua aspek;
f. Kesenjangan sosial-ekonomi di masyarakat sangat tinggi;
g. Globalisasi ekonomi dan pasar bebas. Jadi, berdasarkan perspektif struktural kemiskinan itu terjadi lantaran faktor ekternal, sedangkan berdasarkan perspektif kultural kemiskinan itu terjadi lantaran mentalitas individu atau kelompok (Usman, S. 1998; Tjokrowinoto, W. 2004).
2.3.3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Penyimpangan Perilaku Remaja dan Kenakalan Remaja
Faktor-faktor penyebab terbentuknya sikap menyimpang remaja, antara lain:
a. Ketidaksanggupan menyerap norma budaya;
b. Adanya ikatan sosial yang berlainan dengan yang dimiliki;
c. Akibat proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan menyimpang;
d. Akibat kegagalan dalam proses sosialisasi;
e. Sikap mental yang tidak sehat;
f. Keluarga yang broken home atau keluarga yang disintegrasi;
g. Pelampiasan rasa kecewa yang berlebihan;
h. Dorongan yang berlebihan untuk dipuji;
i. Proses berguru yang menyimpang;
j. Dorongan pemenuhan kebutuhan ekonomi yang salah; dan
k. Pengaruh lingkungan dan media masa yang negatif
(Coleman, J.W and Cressey, D.R. 1984; Sudarsono, 1995).
2.3.4. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Lingkungan Hidup
Ada beberapa faktor kekuatan sosial (perilaku manusia) yang menimbulkan terjadinya penceran dan ancaman kelestarian lingkungan, antara lain:
a. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan menimbulkan meningkatnya undangan akan makanan, energi dan beberapa kebutuhan lainnya;
b. Konsentrasi penduduk di tempat perkotaan (urbanisasi) menimbulkan munculnya bermacam-macam limbah yang sanggup merusak ekosistem;
c. Proses pembangunan dan modernisasi yang meningkatkan pengunaan tekbologi modern yang bersifat konsumerisme dan mengabaikan keselamatan lingkungan; dan
d. Aktivitas dan prosedur pasar, bekerja tanpa pertimbangan keselamatan atau kelestarian lingkungan hidup.
2.3.5. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Konflik SARA (Suku, Agama, Ras dan Antarkelompok)
Sumber-sumber konflik SARA, yaitu:
a. erbedaan orientasi nilai budaya dan masing-masing saling memaksakan kehendak;
b. Tertutupnya pintu komunikasi antar masing-masing pihak sehingga tidak bisa saling memahami pola budaya;
c. Kepemimpinan yang tidak efektif; pengambilan keputusan yang tidak adil;
d. Ketidakcocokan peran-peran sosial, yang disertai dengan pemaksaan kehendak;
e. Produktivitas masing-masing pihak rendah dalam kelompok, sehingga kebutuhan kelompok tidak terpenuhi;
f. Terjadinya perubahan sosial budaya yang bersifat revolusioner, sehingga terjadi disintegrasi sosial-budaya;
g. Karena latar belakang historis yang tidak baik; dan
h. Kesenjangan sosial-ekonomi
(Soetomo, 1995; Liliweri, A.. 2005).
2.3.6. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Kriminalitas
Hal-hal yang mendorong terjadinya sikap menyimpang dalam bentuk tindakan kriminal antara lain:
a. Terjadinya perubahan sosial, politik, ekonomi yang bersifat revolusi, contohnya terjadi peperangan;
b. Terjadinya kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat yang begitu besar, sebagai akhir kesalahan seni administrasi atau perencanaan dan pelaksanaan jadwal pembangunan;
c. Adanya peluang atau kesempatan untuk terjadinya tindakan kriminal, lantaran alat-alat penegak aturan tidak tegas atau tidak ada kepastian aturan di masyarakat;
d. Pemerintah yang lemah (tidak bersih) dan pegawapemerintah pemerintah yang korup, atau banyak muncul penjahat kerah putih (white collar crime) di setiap departemen pemerintah atau forum pemerintah dan lembaga-lembaga ekonomi;
e. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak terkendali, sehingga jumlah pengangguran dan urbanisasi meningkat;
f. Kondisi kehidupan keluarga yang disintegratif; dan
g. Berkembangnya sikap mental negatif, misalnya: hedonistis, konsumersitis, suka menempuh jalan pintas dalam meraih tujuan dan sejenisnya (Coleman, J.W and Cressey, D.R. 1984; Soetomo, 1995).
2.3.7. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Aksi Protes, Pergolakan Daerah, dan Pelanggaran HAM
Diantara lantaran terjadinya agresi protes, pergolakan tempat dan pelanggaran HAM, antara lain:
a. Terjadinya dominasi secara umum dikuasai kepada minoritas disertai dengan tindakan sewenang-wenang dalam aneka macam aspek kehidupan; atau adanya pemaksaan kehendak antar kelompok di masyarakat;
b. Terjadinya kesenjangan sosial-ekonomi di masyarakat yang sangat tinggi;
c. Terjadinya perebutan antar kelompok di masyarakat ihwal sumber-sumber mata pencaharian hidup;
d. Adanya pemaksaan ideologi kelompok satu kepada kelompok lainnya (berkembangnya sikap eksklusifisme/ primordialisme); dan
e. Adanya tradisi masa kemudian sebagai warisan sejarah ihwal konflik antar kelompok atau antar ethnik.
2.4.Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Sosial
2.4.1. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Pendidikan
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia kini ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan tugas dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini contohnya untuk menuntaskan kasus kualitas guru dan prestasi siswa.
2.4.2. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Kemiskinan
Beberapa langkah strategis yang sanggup dilakukan dalam menanggulangi kemiskinan antara lain:
a. Menyusun perencanaan pembangunan yang tepat dan integral;
b. Melaksanakan jadwal pembangunan di segala bidang, yang berbasis kerakyatan;
c. Meningkatkan kualitas layanan pendidikan secara maksimal sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945;
d. Reformasi birokrasi (transparansi, efisiensi dan akuntabilitas pengelolaan sumber daya pembangunan);
e. Menegakkan kepastian aturan dan berkeadilan; dan
f. Meningkatkan tugas serta lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan media massa dalam proses pembangunan.
(Dwipayana, Ari (Ed). 2003; Tjokrowinoto, W. 2004)
2.4.3. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Penyimpangan Perilaku Remaja dan Kenakalan Remaja
Diantara langkah strategis untuk meminimalkan terjadinya kenakalan remaja antara lain:
a. Menciptakan kehidupan rumah tangga yang beragama (menunjung tinggi nilai spiritual);
b. Menciptakan kehidupan keluarga yang serasi (hubungan antara ayah, ibu dan anak terjalin dengan baik);
c. Mewujudkan kesamaan nilai, norma yang dipegang antara ayah dan ibu dalam mendidik anak;
d. Memberikan kasih sayang secara masuk akal atau proporsional (tidak memanjakan anak);
e. Memberikan perhatian secara proporsional terhadap bermacam-macam kebutuhan anak;
f. Memberikan pengawasan secara masuk akal atau proporsional terhadap pergaulan anak di lingkungan masyarakat atau sahabat bermainnya; dan
g. Memberikan referensi tauladan yang terbaik pada anak, dan setiap proteksi layanan pada aak diarahkan pada upaya membentuk huruf atau mentalitas positif.
(Coleman, J.W and Cressey, D.R. 1984; Wilis,S. 1994).
2.4.4. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Lingkungan Hidup
Ada beberapa langkah strategis dalam menangani kasus pencemaran lingkungan hidup, yaitu:
a. Menerapkan sistem aturan secara tegas dan berkeadilan terhadap setiap pelaku penceramaran lingkungan;
b. Melakukan gerakan perlawanan terhadap pencemaran lingkungan hidup pada semua lapiran masyarakat, contohnya gerakan reboisasi, menjalankan konservasi, dan melaksanakan daur ulang;
c. Melakukan kontrol dan pengendalian terhadap pertumbuhan penduduk;
d. Melakukan penemuan teknologi, yaitu teknologi yang ramah lingkungan;
e. Membudayakan gaya hidup masyarakat yang konsumeris dan mekanis (orientasi kekinian) berubah pada orientasi hidup pada kelangsungan generasi mendatang (orientasi masa depan); dan
f. Mengembangkan pendidikan kelestarian lingkungan di setiap jenjang pendidikan.
(Soetomo, 1996, Usman, S. 1998)
2.4.5. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Konflik SARA (Suku, Agama, Ras dan Antarkelompok)
Strategi penyelesaian konflik, antara lain:
· Pertama, melaksanakan administrasi konflik. Manajemen konflik adalah: “tindakan konstruktif yang direncanakan, diorganisasi, digerakkan dan dievaluasi secara teratur atas semua perjuangan demi mengakhiri konflik”. Ada delapan konsep dalam melaksanakan administrasi konflik, yaitu:
a. Pengakuan diri bahwa dalam setiap masyarakat selalu ada konflik;
b. Analisis situasi yang menimbulkan konflik;
c. Analisis pola sikap pihak-pihak yang terlibat konflik;
d. Menentukan pendekatan konflik yang sanggup dijadikan model penyelesaian;
e. Membuka semua jalur-jalur komunikasi, baik langsung atau tidak langsung;
f. Melakukan negoisasi atau negosiasi dengan pihak-pihak yang terlibat konflik;
g. Rumuskan beberapa anjuran, alternatif, konfirmasi korelasi hingga tekanan; dan
h. Hiduplah dengan penuh motivasi kerja dengan konflik.
Semua konflik mustahil dihilangkan sama sekali, yang bisa hanya diminimalkan.
· Kedua, melaksanakan analisis konflik, yaitu melaksanakan penelitian ihwal pola budaya antar etnik atau kelompok yang sedang konflik. Tujuan penelitian ini adalah:
a. Akan sanggup melacak sejarah etnik, lantaran sejarah budaya etnik sangat memilih huruf etnik masing-masing;
b. Menjelaskan faktor penyebab konflik antar etnik;
c. Melakukan interpretasi terhadap konflik etnik dengan melihat sebab-sebabnya;
d. Mengelaborasi nasionalisme etnik dan peranannya dalam eskalasi konflik sosial; dan
e. Menggambarkan situasi khusus yang terjadi dalam kondisi kekinian dan meprediksi kondisi keakanan;
· Ketiga, melaksanakan pendidikan komunikasi lintas budaya. Diantara seni administrasi pendidikan komunikasi lintas budaya ialah memberlakukan pendidikan multikultural yang terintegrasi pada setiap mata pelajaran di setiap satuan pendidikan. Inti pendidikan multikultural adalah, demokratisasi, humanisasi dan pluralis (Sutrisno, L. 2003; Suryadinata, L., dkk. 2003).
2.4.6. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Kriminalitas
Pendekatan atau metode yang sanggup ditempuh untuk mencegah terjadinya tindakan kriminal adalah:
a. Metode preventif, yaitu cara pencegahan melalui proteksi informasi (penyuluhan), pendidikan, pelaksanaan jadwal pembangunan yang benar;
b. Metode represif, yaitu cara pencegahan melalui proteksi hukuman, penangkapan dan pemenjaraan hingga pada penembakan. Metode terbaik dalam menangani tindak kriminal ialah metode preventif (Wilis,S. 1994).
2.4.7. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Aksi Protes, Pergolakan Daerah, dan Pelanggaran HAM
Ada beberapa langkah strategis yang sanggup dilakukan dalam proses pembangunan masyarakat Indonesia, untuk meminimalkan terjadinya agresi protes, demonstrasi, tindak kriminal, dan pelanggaran HAM, antara lain:
a. Merumuskan pokok-pokok kebijakan pembangunan masyarakat, antara lain:
1. Membangunan harus memihak rakyat, dinamis-berkelanjutan, menyeluruh, terpadu dan terkoordinasikan;
2. Pembangunan harus memanfaatkan secara baik sumber daya masyarakat dan meningkatan partisipasi tugas masyarakatnya;
b. Memprioritaskan pembangunan SDM, yaitu membangun ketaatan pada prinsip-prinsip moral (hukum) dan agama; sikap kesetiakawanan sosial; kreativitas; produktivitas; pengembangan rasionalitas; dan kemampuan menegakkan kemandirian untuk berkarya;
c. Program yang disusun di sektor pembangunan masyarakat, betul-betul memperhatikan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat, dengan memperhatikan skala prioritas dan kondisi lingkungan fisik serta sosio-budaya masyarakatnya;
d. Proses pembangunan sosial, ekonomi dan politik masyarakat, harus lebih meningkatkan kearah otonomi tempat dan otonomi masyarakat yang lebih berkualitas;
e. Proses pelaksanaan pembangunan masyarakat hendaknya dilakukan secara demokratis, transparansi dan akuntabel dalam pengelolaan keuangan; dan
f. Karena basis ekonomi masyarakat Indonesia ialah pertanian, maka jadwal pembangunan harus berbasis pada pembangunan teknologi pertanian di pedesaan.
(Usman, S., 1998; Dwipayana, Ari (Ed). 2003; Tjokrowinoto, 2004)
BAB III
KESIMPULAN
B. Kesimpulan
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta bisa bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia biar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain ialah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Permasalahan sosial yang banyak terjadi di lingkungan sekitar ialah kasus pengangguran. Pengangguran kini terjadi dimana-mana. Hal ini disebabkan banyaknya para pencari kerja. Tetapi, sedikitnya lapangan kerja yang tersedia. Itu hanya salah satu lantaran terjadinya pengangguran. Contoh lantaran lain ialah Sumber Daya Manusia yang kurang berkualitas. Para generasi muda kini lebih suka bemalas-malasan dan bermain dari pada berguru demi menggapai masa depan. Sehingga di dikala mereka sampaumur lantaran tingkat pendidikan mereka sangat rendah sehingga mereka kesulitan mencari pekerjaan dan akan menjadi pengangguran Sehingga terjadi kemiskinan dan kasus social lainnya. Kita harus berusaha mencapai hasil yang terbaik dalam hidup kita sehingga kita akan menjadi insan yang berkualitas dan sanggup membantu mengurangi kasus sosial yang ada di lingkungan sekitar kita.
Jadi permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : kemiskinan, tingkat pendidikan rendah, tindakan kriminal, pengangguran, dan lain-lain. Masih banyak faktor yang menimbulkan munculnya kasus sosial di masyarakat kita. Masalah ini tidak hanya terjadi di Negara kita saja tetapi kasus ini terjadi sama rata di seluruh pelosok dunia.
C. Saran
1. Kembali Kepada Jalan Allah dengan tuntunan Quran dan Sunnah.
2. Meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya insan yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan bisa membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.
3. Kita semua harus bekerja sama dalam mengatasi kasus sosial yang sudah menjadi sorotan bagi kita. Dengan bersama, kasus akan lebih cepat selesai. Apalagi dengan disertai prakek-praktek yang nyata, akan semakin banyak orang sadar akan kehidupan sosial ini.
4. Melakukan perubahan dan perbaikan dimulai dari diri sendiri dan lingkungan yang kondusif, sehabis itu mengajak orang terdekat kita.
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Soetomo, 2008, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sudagung, Hendro Suroyo, Mengurai Pertikaian Etnis: Migrasi Swakarsa Etnis Madura ke
Kalimantan Barat (Jakarta: ISAI dan Ford Foundation, 2001).
Soedijar, Z.A, 1990, penelitian Profil Anak Jalanan di DKI Jakarta, badan Penelitian dan Pengembangan Sosial, Departeman Sosial.
Suwarsono dan Alvin Y. So., Perubahan Sosial dan Pembangunan (Jakarta: LP3ES, 1994).