Teori Berguru Berdasarkan Jean Piaget



MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
TEORI BELAJAR MENURUT JEAN PIAGET
Disusun untuk memenuhi kiprah mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
Yang dibina oleh Kinkin suartini, M. Pd


Disusun oleh :
Laili Fauziah ( 11140163000001)
Mayuriko Olivia Pertiwi (111401630000)
Deden Haryanto ( 111401630000)
Rizka Nabila       (11140163000024)
Fitrian Saraswati yuswandini ( 11140163000031)
Alimatun Nabilah (11140163000021)
Dita Purnama (11140163000009)

Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2015


KATA PENGANTAR

       Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya kami sanggup menuntaskan penyusunan makalah Belajar dan Pembelajaran ini. Kami mengharapkan kiranya makalah yang telah kami susun ini sanggup bermanfaat bagi para pembaca atau pihak lain yang membutuhkan informasi dalam makalah tentang Teori Kognitiv berdasarkan Jean Piaget menyadari bahwa makalah yang kami susun ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami berbesar hati mendapatkan segala kritik dan saran dari aneka macam pihak.  Kami juga tidak lupa memberikan ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing dan pihak-pihak yang telah bersedia membantu kami dalam menuntaskan makalah ini.
       Akhir kata kami mohon maaf atas kekurangan serta kejanggalan baik isi maupun dalam teknik penyusunan.




                                                                                     Jakarta, 3 Desember 2015.


                                                                                                Tim penyusun
  




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
BAB I - PENDAHULUAN .....................................................................................................1
1.1  Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 1
1.2  Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
1.3  Tujuan Penulisan........................................................................................................... 2


BAB II - PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3
2.1  Pengertian Teori Belajar Kognitif................................................................................ 3
2.2  Teori Belajar kognitif berdasarkan Jean Piaget …............................................................ 4
2.2.1        Implikasi Teori Piaget dalam Pendidikan ....................................................... 8
2.2.2        Kritik terhadap teori Piaget dalam fisika …………………………………….9

BAB III - PENUTUP    ........................................................................................................... 10
 3.1 KESIMPULAN .........................................................................................................  10
       3.2 SARAN ...................................................................................................................... 11
3.2   DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 12

 



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Teori-teori berguru bermunculan seiring dengan perkembangan teori psikologi. Salah satu diantara teori berguru yang terkenal yaitu teori berguru behaviorisme dengan tokohnya B.F. Skinner, Thorndike, Watson dan lain-lain. Dikatakan bahwa, teori-teori berguru hasil eksperimen mereka secara prinsipal bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya sikap jasmaniah yang nyata dan sanggup diukur.
Namun seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan, teori tersebut mempunyai beberapa kelemahan, yang menuntut adanya pemikiran teori berguru yang baru. Dikatakan bahwa, teori-teori behaviorisme itu bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon, sehingga terkesan menyerupai kinerja mesin atau robot, padahal setiap insan mempunyai kemampuan mengarahkan diri (self-direction) dan pengendalian diri (self control) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak respon kalau ia tidak menghendaki, contohnya lantaran lelah atau berlawanan dengan kata hati, dan proses berguru insan yang dianalogikan dengan sikap binatang itu sangat sulit diterima, mengingat mencoloknya perbedaan aksara fisik dan psikis antara insan dan hewan. Hal ini sanggup diidentifikasi sebagai kelemahan teori behaviorisme.
Dari kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam teori behaviorisme sanggup diambil suatu pertanyaan, “Upaya apa yang akan dilakukan oleh para jago psikologi pendidikan dalam mengatasi kelemahan teori tersebut ?’’Realitas ini sangat penting untuk dibahas dalam makalah ini.
Untuk itu pembahasan makalah ini diangkat untuk mengungkap masalah-masalah tersebut. Berdasarkan tulisan-tulisan dalam aneka macam literatur, ditemukan bahwa para jago telah menemukan teori gres wacana berguru yaitu teori berguru kognitif yang lebih bisa meyakinkan dan menyumbangkan pemikiran besar demi perkembangan dan kemajuan proses berguru sebagai lanjutan dari teori behaviorisme tersebut.
1.2  Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini tidak lari dari sub pembahasan ada baiknya pemakalah rumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain :
1.  Pengertian teori berguru Kognitif
2.  teori berguru Kognitif berdasarkan Jean Piaget
3.  Implikasi teori berguru Kognitif dalam pendidikan khususnya di Fisika

1.3  Tujuan Penulisan
1.  Mahasiswa bisa menjelaskan serta menjabarkan pengertian teori berguru Kognitif.
2.  Mahasiswa bisa mengetahui teori berguru Kognitif berdasarkan Jean Piaget beserta contoh-contoh pemikirannya.
3.  Mahasiswa bisa mengetahui serta implikasikan teori berguru kognitif dalam proses berguru mengajar.


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif
            Secara bahasa Kognitif berasal dari bahasa latin”Cogitare” artinya berfikir.[1] Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi terkenal sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang meliputi semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap sikap mental yang bekerjasama dengan kasus pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Sedangkan secara istilah dalam pendidikan Kognitif yaitu salah satu teori diantara teori-teori berguru dimana berguru yaitu pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laris seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya wacana situasi yang bekerjasama dengan tujuan, dan perubahan tingkah laku, sangat dipengaruhi oleh proses berguru berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.[2]
            Teori berguru ini hadir dan muncul disebabkan para Ahli Psikologi belum puas dengan klarifikasi yang teori-teori yang terdahulu. Mereka beropini bahwa tingkah laris seseorang selalu di dasarkan pada kognisi, yaitu suatu perbuatan mengetahui atau perbuatan pikiran terhadap situasi dimana tingkah laris itu terjadi[3]. Teori berguru kognitif lebih menekankan pada berguru merupakan suatu proses yang terjadi dalam kecerdikan pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996) bahwa “Belajar yaitu suatu acara mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.
Sehingga sanggup disimpulkan bahwa intinya berguru yaitu suatu proses perjuangan yang melibatkan acara mental yang terjadi dalam diri insan sebagai akhir dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Objek-objek yang di amatinya dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambing yang merupakan sesuatu yang bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalaman kepada temannya. Ketika beliau menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan, beliau tidak sanggup mennghadirkan objek-objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu, beliau hanya sanggup menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat.[4]
Dari keterangan dan klarifikasi di atas sanggup pemakalah simpulkan bahwa Kognitif yaitu salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu ; pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), penilaian (evaluation). Kognitif berarti kasus yang menyangkut kemampuan untuk mengembang kan kemampuan rasional (akal).
2.2 Teori Belajar Kognitif berdasarkan Jean Piaget
            Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika, yaitu proses yang didasarkan atas prosedur biologis, yaitu perkembangan system syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya akan semakin meningkat[5]. Jean Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 hingga 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang cukup umur lantaran kalah pengetahuan , tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan berguru individu.[6]
            Piaget menyebarkan teori perkembangan kognitif yang cukup secara umum dikuasai selama beberapa dekade. Dalam teorinya Piaget membahas pandangannya wacana bagaimana anak belajar. Menurut Jean Piaget, dasar dari berguru yaitu acara anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai pecahan dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam menyebarkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya mempunyai pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif.
            Proses berguru haruslah di sesuaikan dengan perkembagan syaraf seorang anak, dengan bertambahnya umur maka susunan saraf seorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya semakin meningkat. Karena itu proses berguru seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Perjenjangan ini bersifat hierarki, yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak sanggup mempelajari sesuatu yang diluar kemampuan kognitifnya[7].  Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu :
·         Struktur, Piaget memandang ada kekerabatan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.
·         Isi, merupakan pola sikap anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap aneka macam kasus atau situasi yang dihadapinya.
·         Fungsi, Adalah cara yang digunakan organisme untuk menciptakan kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memperlihatkan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Menurut Pieget, proses berguru bekerjsama terdiri dari tiga tahapan, yaitu asimilasi, fasilitas dan equilibrasi.
·         Asimilasi, yaitu proses penyatuan informasi gres ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
·         Akomodasi, yaitu proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.
·         Equilibrasi, yaitu proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Menurut Piaget, bahwa berguru akan lebih berhasil apabila diubahsuaikan dengan tahap perkembangan kognitif akseptor didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melaksanakan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan sahabat sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memperlihatkan rangsangan kepada akseptor didik biar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan aneka macam hal dari lingkungan.
Menurut Piaget aspek perkembangan kognitif meliputi empat tahap[8], yaitu:
·         Sensory-motor (sensori-motor)
Selama perkembangan dalam periode ini berlangsung semenjak anak lahir hingga usia 2 tahun, intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada sikap terbuka. Meskipun primitif dan terkesan tidak penting, intelegensi sensori-motor sesungguhnya merupakan intelegensi dasar yang amat berarti lantaran ia menjadi pondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.
·         Pre operational (praoperasional)
Perkembangan ini bermula pada ketika anak berumur 2-7 tahun dan telah  memiliki penguasaan tepat mengenai objek permanence, artinya anak tersebut sudah mempunyai kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat dan tak didengar lagi. Jadi, padangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dari pandangan pada periode sensori-motor, yakni tidak lagi bergantung pada pengamatan belaka.
·         Concrete operational (konkret-operasional)
Dalam periode positif operasional ini belangsung hingga usia menjelang remaja, kemudian anak mulai memperoleh tamnbahan kemampuan yang disebut sistem of operations (satuan langkah berfikir). Kemampuan ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan insiden tertentu dalam sistem pemikirannya sendiri.
·         Formal operational (formal-operasional)
Dalam perkembngan formal operasional, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak masa remaja, yakni usia 11-15 tahun, akan sanggup mengatasi kasus keterbatasan pemikiran. Dalam pperkembangan kognitif tamat ini seorang remaja telah mempunyai kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni:
o   kapasitas memakai hipotesis
o   kapasitas memakai prinsip-prinsip abstrak
Dalam dua macam kemampuan kognitif yang sangat besar lengan berkuasa terhadap kualiatas skema kognitif itu tentu telah dimiliki oleh orang-orang dewasa. Oleh karenanya, seorang remaja pelajar yang telah berhasil menempuh proses perkembangan formal operasional secara kognitif sanggup dianggap telah mulai dewasa[9]. Dalam perkembangan intelektual, ada tiga aspek yang diteliti oleh Piaget, yaitu struktur (merupakan organisasi mental tingkat tinggi), isi (pola sikap yang khas tercermin pada respon), fungsi (untuk menciptakan kemajuan-kemajuan intelektual). Lima faktor yang mempengaruhi transisi tingkat perkembangan intelektual yaitu : kedewasaan, pengalaman, fisik, pengalaman logika matematis, transmisi sosial, proses keseimbangan. Berikut yaitu Tingkat perkembangan intelektual.

Tingkat Perkembangan Intelektual
No.
Tahapan      
Karakteristik
1.
Sensori motorik
(0-2 tahun)
a) - Melakukan gerak refleks; memegang, mengisap, menangis
b) - Bermain, menjiplak (imitasi)
c) - Sifat permanen objek
d) - Non verbal
2.
Pra-operasional
(2-7 tahun)
a) - Perkembangan bahasa sangat pesat
b) - Bersifat egosentris
c) - Berpikir irreversibel (tdk dpt diubah)
d) - Cenderung berpikir memusat
3.
Operasional konkret
(7-11 tahun)
a) - Berpikir  reversibel
b) - Mampu mengklasifikasi
c) - Mampu melaksanakan operasi: +, -, x, :
d) - Memahami prinsip konservasi: jumlah, volume, luas, berat, dan sebagainya
4.
Operasional formal
(11 tahun---→)
a) - Mampu memperlihatkan alasan yg proporsional & mengkombinasikan beberapa alasan
b) - Mampu menidentifikasi dan mengendalikan variabel
c) - Mampu memperlihatkan alasan yg bersifat deduktif-hipotetik
d) - Mampu berpikir reflektif

2.2.1  Implikasi Teori Pieget untuk Pendidikan
            Para pendidik memandang bahwa teori Pieget itu sanggup digunakan sebagai dasar pertimbangan guru di dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran di dalam kurikulum. Hunt mempraktekkan di dalam acara pendidikan Taman Kanak-kanak yang menekankan pada perkembangan sensori motoris dan proeperasional. Misal berguru menggambar, mengenal benda, dan menghitung.
            Seorang guru yang tidak memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan kognitif anak ini akan cenderung menyulitkan siswa. Contoh, mengajarkan konsep-konsep aneh wacana Shalat kepada sekelompok siswa kelas dua SD, tanpa adanya perjuangan untuk mengkongkretkan konsep-konsepp tersebut, tidak hanya sia-sia, tetapi justru akan lebih membingungkan siswa.
Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran, yaitu :
·         Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh lantaran itu guru mengajar dengan memakai bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
·         Anak-anak akan berguru lebih baik apabila sanggup menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak biar sanggup berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
·         Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan gres tetapi tidak asing.[10]
Teori berguru Piaget dalam aplikasi praktisnya mementingkan keterlibatan siswa dalam proses berguru mengajar, lantaran hanya dengan melibatkan atau mengaktifkan siswa, maka proses asimilasi dan akoomodasi pengetahuan sanggup terjadi dengan baik. Secara umum pengaplikasian teori piaget dalam kegiatan pembelajaran biasanya mengikuti pola berikut :
a.       Menentukan tujuan-tujuan instruksional
b.      Memilih materi pelajaran
c.       Menentukan topik-topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh siswa (dengan bimbingan minimum dari guru).
d.      Menentukan dan merancang kegiatan berguru yang cocok untuk topic-topik yang akan dipelajari siswa.
e.       Mempersiapkan aneka macam pertanyaan yang sanggup memacu kreativitas siswa untuk berdiskusi atau bertanya.
f.       Mengevaluasi proses dan hasil belajar.



2.2.2  Kritik terhadap teori Piaget dalam fisika
            Kebanyakan jago psikologi sepenuhnya mendapatkan prinsip-prinsip umum Piaget bahwa pemikiran belum dewasa intinya berbeda dengan pemikiran orang dewasa, dan jenis logika belum dewasa itu berubah seiring dengan bertambahnya usia. Namun, ada juga peneliti yang meributkan detail-detail inovasi Piaget, terutama mengenai usia ketika anak bisa menuntaskan tugas-tugas spesifik.
Pada sebuah studi klasik, McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan bahwa anak sudah bisa memahami konservasi (conservation) dalam usia yang lebih muda daripada usia yang diyakini oleh Piaget. Studi lain yang mengkritik teori Piaget yaitu bahwa belum dewasa gres mencapai pemahaman wacana objek permanence pada usia di atas 6 bulan. Balillargeon dan De Vos (1991) 104 anak diamati hingga mereka berusia 18 tahun, dan diuji dengan  berbagai kiprah operasional formal berdasarkan tugas-tugas yang digunakan Piaget, termasuk pengujian hipotesa. Mayoritas belum dewasa itu memang belum mencapai tahap operasional formal. Hal ini sesuai dengan studi-studi McGarrigle dan Donaldson serta Baillargeon dan DeVos, yang menyatakan bahwa Piaget terlalu meremehkan kemampuan belum dewasa kecil dan terlalu menilai tinggi kemampuan belum dewasa yang lebih tua.[11]
Dengan demikian sanggup kita lihat jangkauan nya teori Piaget dalam pembelajar di dalam dunia Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya fisika, berdasarkan saya berguru fisika sanggup menjadi daya tarik siswa. Dimana Implikasi teori piaget dalam pembelajaran yaitu siswa hendaknya diberi peluang berbicara dan diskusi dengan teman-temannnya. Proses berguru mengajar menjadi berjalan lancar dengan adanya pengetahuan dari guru dan siswa diberi kesempatan untuk melaksanakan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan sahabat sebaya.








BAB III
PENUTUP


3.1 Simpulan
Dari pembahasan Teori Belajar kognitif sanggup kami simpulkan sebagai berikut :
a. Pandangan Teori Belajar Kognitif adalah:
·         Elemen terpenting dalam proses berguru yaitu pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu.
·         Perilaku insan tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri.
·         Belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk sanggup mengenal dan memahami stimulus yang tiba dari luar. Dengan kata lain, acara berguru insan ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.
·         Belajar pada asasnya yaitu insiden mental, bukan insiden behavioral yang bersifat jasmaniah meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap insiden berguru siswa.
·         Teori berguru kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Tingkah laris insan yang tampak, tak sanggup diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, menyerupai : motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.

b. Tokoh-Tokoh Teori Belajar kognitif yaitu :
·         Piagiet
·         Ausubel
·         Bruner
·         Gestalt






3.2  Saran
Hendaknya pengetahuan wacana kognitif siswa perlu dikaji secara mendalam oleh para calon guru dan para guru demi menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan wacana kognitif siswa, guru akan mengalami kesulitan dalam membelajarkannya di kelas, yang pada risikonya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas. Karena faktor kognitif yang dimiliki oleh siswa merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya aneka macam pengetahuan siswa melalui kegiatan berguru baik secara berdikari maupun secara kelompok



















DAFTAR PUSTAKA
Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Buku Panduan untuk Fakultas Tarbiyah IAIN SU, 2011.
Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana Publishing, 2011.
Abu Ahmad & Widodo Aupriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991.
Syaiful bahri Djamarah,, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2011.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003.



[1] Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Buku Panduan untuk Fakultas Tarbiyah IAIN SU, 2011, hal : 17
[2] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana Publishing, 2011,  hal : 32
3 Abu Ahmad & Widodo Aupriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991, hal : 214-215
[4] Syaiful bahri Djamarah,, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2011, hal : 28-29
[5] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana Publishing, 2011, hal: 33
[6] Di kutip dari : http://valmband.multiply.com/journal/item/12
[7] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana Publishing, 2011, hal: 33
[8] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal : 26
[9] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal : 26
[10] Di kutip dari : http://meetabied.wordpress.com/2010/03/20/teori-perkembangan-kognitif-piaget//
[11] Di kutip dari : http://meetabied.wordpress.com/2010/03/20/teori-perkembangan-kognitif-piaget//
 

Share on Google Plus

About Raden

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.