Makalah Pembangunan Aturan Dan Aturan Adat



Ilustrasi Palu Hakim Lambang Hukum. (Foto. Repro)
Pembangunan Hukum dan Hukum Adat
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Hukum Adat
Dosen pengampu: A. Turmudzi

Disusun oleh:

Anisa Rahmatul Ulfah
Laeli Fajriyah
Lilis Zulianti


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.         PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa, sebelum Belanda masuk ke Indonesia di masa ke-17, negeri ini sudah mengenal tatanan sosial dan kehidupan yang telah berkembang, Belanda tidak menemukan suatu komunitas yang primitif, melainkan aneka macam kerajaan dan karya-karya budaya fisik maupun non fisik yang terkadang berkualitas dunia, menyerupai candi Borobudur.[1] Tatanan-tatanan aturan telah ada di Indonesia jauh sebelum bertemu dengan aturan modern. Masyarakat Indonesia telah hidup dengannya selama beratus-ratus tahun.

Dikaitkan dengan pembangunan, bahwa pembangunan merupakan suatu proses yang direlevankan dengan pandangan-pandangan ataupun harapan yang optimistis sifatnya dan sanggup dibandingkan dengan masa sebelumnya. Pandangan-pandangan atau harapan tersebut pada umumnya hendak diwujudkan dalam usaha-usaha untuk mencapai taraf kehidupan material dan spiritual yang lebih baik daripada keadaan yang telah dicapai. Beberapa alasannya yaitu timbulnya pembangunan antara lain warga masyarakat dan para pemimpin negara yang telah bebas dari Perang Dunia II berkeinginan besar lengan berkuasa untuk hidup sederajat dengan masyarakat dari negara yang dikategorikan sebagai negara yang telah modern dan kompleks.
Akan tetapi, perjuangan untuk merealkan pembangunan tidak semudah dengan apa yang dibayangkan yakni cukup dengan pembangunan secara materil-ekonomis. Ternyata bahwa pembangunan secara materil-ekonomis saja, tidaklah cukup apabila yang diinginkan dan dicita-citakan yaitu suatu taraf kehidupan yang lebih baik.
Untuk mencapai tujuan pembangunan, yaitu peningkatan suatu taraf kehidupan secara general, maka dapatlah ditempuh dengan aneka macam jalan, baik secara terpisah maupun secara simultan. Salah satu cara yaitu cara stuktural, yang meliputi perencanaan, pembentukan, dan penilaian terhadap lembaga-lembaga sosial yang ada.
Dari sedikit pemaparan diatas dapatlah ditarik point akhir dasar, bahwa pembangunan di Indonesia meliputi baik aspek materil maupun spiritual daripada masyarakat. Artinya, pembangunan meliputi baik bidang karya, cipta maupun rasa. Dengan demikian, maka pembangunan juga meliputi dan berkaitan bersahabat dengan hukum, yang merupakan salah satu sarana yang menjadi social engineering untuk menjaga keserasian dan keutuhan masyarakat.[2]

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan segelintir pengantar tersebut, pembahasan selanjutnya akan dikerucutkan pada bagaimana pembangunan aturan dan aturan adat?

II.      PEMBAHASAN
A.  Pengertian Hukum Adat
Hukum Adat yaitu aturan yang berlaku dan berkembang dalam lingkungan masyarakat di suatu daerah. Ada beberapa pengertian mengenai Hukum Adat. Menurut:
1.      M.M. Djojodiguno Hukum Adat yaitu suatu karya masyarakat tertentu yang bertujuan tata yang adil dalam tingkah laris dan perbuatan di dalam masyarakat demi kesejahteraan masyarakat sendiri.
2.      R. Soepomo, Hukum Adat yaitu aturan yang tidak tertulis yang meliputi peraturan hidup yang tidak ditetapkan oleh pihak yang berwajib, tetapi ditaati masyarakat berdasar keyakinan bahwa peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.[3]
3.      Van Vollenhoven Hukum Adat yaitu keseluruhan aturan tingkah laris positif dimana di satu pihak mempunyai hukuman sedangkan di pihak lain tidak dikodifikasi.
4.      Surojo Wignyodipuro memperlihatkan definisi Hukum Adat pada umumnya belum atau tidak tertulis yaitu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang meliputi peraturan tingkah laris insan dalam kehidupan sehari-hari, senantiasa ditaati dan dihormati lantaran mempunyai akhir aturan atau sanksi.
5.      Soejono Soekanto, aturan tabiat hakikatnya merupakan aturan kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akhibat aturan (das sein das sollen).[4]
Dari lima definisi di atas, sanggup disimpulkan bahwa Hukum Adat merupakan sebuah aturan yang tidak tertulis dan tidak dikodifikasikan, namun tetap ditaati dalam masyarakat lantaran mempunyai suatu hukuman tertentu bila tidak ditaati. Dari pengertian Hukum Adat yang diungkapkan diatas, bentuk Hukum Adat sebagian besar yaitu tidak tertulis. Padahal, dalam sebuah negara hukum, berlaku sebuah asas yaitu asas legalitas. Asas legalitas menyatakan bahwa tidak ada aturan selain yang dituliskan di dalam hukum. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum. Namun di suatu sisi bila hakim tidak sanggup menemukan hukumnya dalam aturan tertulis, seorang hakim harus sanggup menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Diakui atau tidak, namun Hukum Adat juga mempunyai kiprah dalam Sistem Hukum Nasional di Indonesia.
B.  Pembangunan Hukum
Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan, meliputi aneka macam segi kehidupan. Salah satu dari segi pembangunan yaitu pembangunan hukum, yang pada hakikatnya berkaitan pula dengan segi-segi kehidupan lainnya. Kaitan dari segi aturan dengan segi-segi kehidupan lainnya yang sama-sama merupakan tanda-tanda sosial.

Bidang kehidupan pokok terbagi atau memperlihatkan tiga segi, yaitu bidang politik (I), ekonomi (II), dan sosial (III). Ada aspek-aspek bidang politik yang bersifat murni Politik (IA), namun ada potongan dari bidang politik yang diatur oleh bidang pertahanan-keamanan (IB) serta oleh bidang aturan (IC). Demikian pula halnya dengan bidang ekonomi dan sosial, yang mengandung segi murni dan hal-hal yang diatur oleh bidang pertahanan-keamanan serta hukum, sebagaimana digambarkan diatas dengan instruksi II dan III masing-masing A, B dan C.
Dengan menelaah citra tersebut dimuka, kiranya sudah terang betapa eratnya hubungan antara pembangunan aturan dengan pembanguna di bidang-bidang kehidupan lainnya. Hal itu seyogianya sanggup dimengerti, mengingat bahwa tujuan aturan yaitu kedamaian yang berarti keserasian antara ketertiban dengan ketenteraman.
Setiap pembangunan  yang dilakukan dalam masyarakat, mempunyai dasar-dasar tertentu, yang paling sedikit mencakup: a. Agama, b. Filsafat, c. Ideologi, d. Ilmu Pengetahuan, e. Teknologi.

C.  Hukum Adat Dalam Pembangunan
Sebagaimana halnya dengan negara-negara atau masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang lainnya, maka Indonesia juga sedang mengalami suatu masa transisi. Dalam hal ini, maka masa transisi tersebut meliputi aneka macam bidang kehidupan, contohnya bidang hukum. Salah satu aspek dari bidang aturan tersebut adalah, suatu masa transisi dari sistem aturan tidak tertulis menuju sistem aturan yang tertulis. Walaupun demikian, dengan adanya aturan tertulis yang mengatur potongan terbesar dari kehidupan masyarakat, aturan tertulis niscaya akan tetap berfungsi.
Hukum tidak tertulis atau aturan tabiat didasarkan pada proses interaksi pada masyarakat,dan kemudian berfungsi sebagai pola,untuk mngorganisasikan serta memperlancar proses interaksi tersebut,sehingga sering kali aturan tabiat dinamakan a system of stabilized intrtactional ecpectancies (Lon.L.Fuller 1969:10). Dengan demikian seringkali timbul dugaan,bahwa aturan tabiat identik dengan aturan perikatan atau aturan perjanjian.
Apabila pembicaraan dikembalikan sejenak pada aturan tabiat sebagai suatu sistem harapan-harapan didalam proses interaksi,maka timbul pertanyaan hingga batas-batas manakah sistem harapan-harapan tersebut sanggup dinamakan aturan adat.
Dengan demikian sanggup dikatakan,bahwa manfaat aturan tabiat bagi pembangunan atau pembangunan aturan khususnya,adalah:
1.        Ada kecenderungan didalam bukum tabiat untuk merumuskan keteratutan prilaku mengenai peranan dan fungsi.
2.        Di dalam aturan tabiat biasanya perilaku-perilaku dengan segala akibat-akibatnya dirimuskan secara menyeluruh,terutama untuk sikap menyimpang dengan sangsinya yang negatif.
3.        Biasanya didalam aturan tabiat dirumuskan perihal pola penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi,yang adakala bersifat simbolis,dengan mengadakan atau menyelenggarakan upacara-upacara tertentu.[5]

D.  Kedudukan Hukum Adat dalam Perundang-undangan
Perundang-undangan sesuai dengan UU No. 10 Tahun  2004, maka tata urutan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1.      Undang-undang Dasar 1945;
2.      Undang-undang/ Perpu
3.      Peraturan Pemerintah;
4.      Peraturan Presiden
5.      Peraturan Daerah;
Hal ini tidak memperlihatkan tempat secara formil aturan tabiat sebagai sumber aturan perundang-undangan, kecuali aturan tabiat dalam wujud sebagai aturan tabiat yang secara formal diakui dalam perundang-undangan, kebiasaan, putusan hakim atau atau pendapat para sarjana.
E.   Pengakuan Adat oleh Hukum Formal
Mengenai masalah penegak aturan tabiat Indonesia, ini memang sangat prinsipil lantaran tabiat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, tabiat merupkan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam masalah sala satu tabiat suku Nuaulu yang terletak di kawasan Maluku Tengah, ini butuh kajian tabiat yang sangat mendetail lagi, masalah kemudian yaitu pada ketika ritual tabiat suku tersebut, dimana proses tabiat itu membutuhkan kepala insan sebagai alat atau prangkat proses ritual tabiat suku Nuaulu tersebut. Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan eksekusi mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau tabiat setempat dalam menjatuhan putusan pidana terhadap masalah yang berkaitan dengan tabiat setempat.[6]
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat tabiat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 wacana Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat. Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip akreditasi terhadap “hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat aturan adat” sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi:
1.             Penyamaan persepsi mengenai “hak ulayat” (Pasal 1)
2.             Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat aturan tabiat (Pasal 2 dan 5).
3.             Kewenangan masyarakat aturan tabiat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana diakui keberadaan aturan barat, aturan agama dan aturan adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih memakai aturan tabiat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya. Di tinjau secara preskripsi (dimana aturan tabiat dijadikan landasan dalam memutuskan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait yaitu UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan aturan tabiat dalam kepemilikan tanah.[7]
F.   Hukum Adat sebagai pelestarian nilai-nilai tabiat istiadat.
Kesimpukan-kesimpulan seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta tahun 1975 di atas telah dijelaskan secara rinci dimanakah bekerjsama kedudukan aturan tabiat dalam tata aturan nasional di Indonesia. Dalam seminar tersebut dijelaskan mengenai pengertian aturan adat, kedudukan dan kiprah aturan tabiat dalam sistem aturan nasional, kedudukan aturan tabiat dalam perundang-undangan, aturan tabiat dalam putusan hakim, dan mengenai pengajaran dan penelitian aturan tabiat di Indonesia. Hasil seminar diatas dibutuhkan sanggup menjadi pola dalam pengembangan aturan tabiat selanjutnya mengingat kedudukan aturan tabiat dalam tata aturan nasional di Indonesia sangat penting dan mempunyai peranan baik dalam sistem aturan nasional di Indonesia, dalam perundang-undangan, maupun dalam putusan hakim.
Hukum tabiat yaitu aturan tidak tertulis yang hidup di dalam masyarakat tabiat suatu kawasan dan akan tetap hidup selama masyarakatnya masih memenuhi aturan tabiat yang telah diwariskan kepada mereka dari para nenek moyang sebelum mereka. Oleh lantaran itu, keberadaan aturan tabiat dan kedudukannya dalam tata aturan nasional tidak sanggup dipungkiri walaupun aturan tabiat tidak tertulis dan menurut asas legalitas yaitu aturan yang tidak sah. Hukum tabiat akan selalu ada dan hidup di dalam masyarakat
Hukum Adat yaitu aturan yang benar-benar hidup dalam kesadaran hati
nurani warga masyarakat yang tercermin dalam pola-pola tindakan mereka sesuai
dengan adat-istiadatnya dan pola sosial budayanya yang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional. Era kini memang sanggup disebut sebagai era kebangkitan masyarakat tabiat yang ditandai dengan lahirnya aneka macam kebijaksanaan maupun keputusan
Pengadilan. Namun yang tak kalah penting yaitu perlu pengkajian dan
pengembangan lebih jauh dengan implikasinya dalam penyusunan aturan nasional
dan upaya penegakan aturan yang berlaku di Indonesia.

G.  Hukum Adat dalam Pembangunan Hukum Nasional.
Dalam pembangunan aturan nasional Indonesia, ciri-ciri aturan modern harusnya dipenuhi. Kalau dipenuhi, bagaimana kedudukan aturan adat? Dalam hal ini aturan tabiat tidak sanggup diabaikan begitu saja dalam pembentukan aturan nasional.Dalam seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional, dirumuskan bahwa Hukum Adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan–bahan Pembangunan Hukum Nasional yang menuju kepada unifikasi aturan yang  dan yang terutama akan dilakukan melalui pembuatan peraturan perundangan, dengan tidak mengabaikan timbul/tumbuhnya dan berkembangnya aturan kebiasaan dan pengadilan dalam Pembinaan Hukum. Dengan Demikian Hukum Adat ditempatkan pada posisi penting dalam proses pembangunan aturan nasional.
Memperkembangkan unsur-unsur asli, unsur-unsur absurd mungkin saja mempunyai kegunaan bagi pembentukan aturan nasional, sehingga pada hakekatnya masalahnya yaitu bagaimana peranan aturan tabiat (yang merupakan konk sistem nilai dan budaya ) dalam pembentukan aturan nasional yang fungsional (yang kemudian dinamakan “Hukum Indonesia Modern “) (Soerjono Soekanto, Tahun 1976).
Untuk mengetahui peranan aturan tabiat dalam pembentukan/pembangunan aturan nasional, maka harus diketahui nilai-nilai sosial dan budaya yang menjadi latar belakang aturan tabiat tersebut, serta kiprahnya masing masing yaitu: (Soerjono Soekanto,1976).
1.             Nilai –nilai yang menunjang pembangunan(hukum), nilai –nilai mana harus dipelihara dan malahan diperkuat.
2.             Nilai-nilai yang menunjang pembangunan (hukum ), apabila nilai-nilai tadi diubahsuaikan atau diharmonisir dengan proses pembangunan.
3.             Nilai-nilai yang menghambat pembangunan(hukum), akan tetapi secara berangsur –angsur akan berubah apabila lantaran faktor –faktor lain dalam pembangunan.
4.             Nilai-nilai yang secara definitif menghambat pembangunan (hukum)dan oleh lantaran itu harus dihapuskan dengan sengaja.
Dengan demikian berfungsinya Hukum Adat dalam proses pembangunan /pembentukan aturan nasional yaitu sangat tergantung pada tafsiran terhadap nilai-nilai yang menjadi latar belakang aturan tabiat itu sendiri. Dengan cara ini sanggup dihindari akhir negatif, yang menyampaikan bahwa aturan tabiat mempunyai peranan terpenting atau lantaran sifatnya yang tradisional,maka Hukum Adat harus ditinggalkan.
Dalam kepustakaan memang dikemukakan adanya tiga golongan pendapat yang menyoroti  kedudukan aturan tabiat pada mas sekarang, yaitu:
1.             Golongan yang menentang Hukum Adat, yang memandang Hukum Adat, sebagia aturan yang sudah ketinggalan jaman yang harus segera ditinggalkan dan digantin dengan peraturan – peraturan aturan yang lebih modern.Aliran ini beropini bahwa aturan tabiat tak sanggup memenuhi kebutuhan aturan di masa kini, lebih – lebih untuk masa mendatang sesuai dengan perkembangan modern.
2.             Golongan yang mendukung sepenuhnya terhadap aturan adat. Golongan ini mengemukakan pendapat yang sangat mengagung-agungkan Hukum Adat, lantaran aturan tabiat yang paling cocok dengan kehidupan bangsa Indonesia sehingga oleh karenanya harus tetap dipertahankan terus sebagai dasar bagi pembentukan Hukum Nasional.
3.             Golongan Moderat yang mengambil jalan tengah kedua pendapat golongan diatas. Golongan ini menyampaikan bahwa hanya sebagian saja dari pada aturan tabiat yang sanggup dipergunakan dalam lingkungan Tata Hukum Nasional, sedangkan untuk selebihnya akan diambil dari unsur-unsur aturan lainnya. Unsur-unsur aturan tabiat yamg masih mungkin dipertahankan terus yaitu berkenaan dengan masalah aturan kekeluargaan dan aturan warisan, sedangkan untuk lapangan aturan lainnya sanggup diambil dari unsur-unsur materi –bahan aturan yang berasal dari  luar, misal aturan barat.
Dari pendapat dari ketiga golongan tersebut, kami menyetujui pendapat golongan yang ketiga (golongan moderat), alasannya yaitu memang dalam kenyataannya banyak ketentuan aturan tabiat yang tidak sesuai dengan tuntutan jaman modern., akan tetepi yang perlu diperhatikan disini ialah bahwa asas- asas Hukum Adat bersifat universal harus tetap mendasari Pembinaan Hukum Nasionaldalam rangka menuju kepada tata aturan nasional yang baru, walaupun asaa-asas dan kaidah-kaidah gres akan lebih mendominasi aturan nasional, menyerupai apa yang dikatakan oleh Soetandjo Wignjosoebroto:” Hukum Nasional tak hanya hendak merefleksi pilihan atas kaidah- kaidah aturan suku/lokal atau aturan tradisional untuk menegakkan tertib sosial  masa kini, akan tetapi juga hendak berbagi kaidah-kaidah gres yang dipandang fungsional untuk mengubah dan membangun masyarakat gres guna kepentingan masa depan. Maka kalau demikian halnya, asas –asas dan kaidah-kaidah aturan gres akan banyak mendominasi aturan nasional “.
Kemudian dalam meninjau pemberian Hukum Adat dalam pembentukan aturan nasional, perlu disimak  pula pandangan Paul Bohannan, yang menyatakan bahwa aturan itu timbul dari pelembagaan ganda, yaitu diberikannya suatu kekuatan khusus, sebuah senjata bagi berfungsinya pranata-pranata “adat istiadat”: perkawinan, keluarga, agama. Namun,ia juga menyampaikan bahwa aturan itu tumbuh sedemikian rupa dengan ciri dan dinamikanya sendiri. Hukum membentuk masyarakat yang mempunyai struktur dan dimensi hukum; aturan tidak menjadi sekedar pencerminan, tetapi berinteraksi dengan pranata-pranata tertentu. Selanjutnya ia beropini bahwa aturan secara istimewa berada diluar fase masyarakat, dan proses inilah yang sekaligus merupakan tanda-tanda alasannya yaitu dari perubahan sosial (Periksa. Mulyana W. Kusumah dan Paul S. Baut, 1988,h.198). Pandangan Bohannan tersebut mempunyai kegunaan untuk menyangkal keunggulan peraturan hukum, untuk memahami sifat umum dari masyarakat-masyarakat yang tidak stabil atau mengalami kemajuan. Disamping itu juga merupakan abstraksi untuk merumuskan hakekat infinit aturan itu dengan pengandaian kebenaran yang belum pasti. Hukum tidak mempunyai hakekat menyerupai itu tetapi mempunyai sifat historis yang sanggup dirumuskan.

III.   PENUTUP
A.  Kesimpulan
Hukum tabiat merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat suatu daerah. Walaupun sebagian besar Hukum Adat tidak tertulis, namun ia mempunyai daya ikat yang besar lengan berkuasa dalam masyarakat. Ada hukuman tersendiri dari masyarakat bila melanggar aturan aturan adat.
Hukum Adat yang hidup dalam masyarakat ini bagi masyarakat yang masih kental budaya aslinya akan sangat terasa. Penerapan aturan tabiat dalam kehidupan sehari-hari juga sering diterapkan oleh masyarakat. Bahkan seorang hakim, bila ia menghadapi sebuah kasus dan ia tidak sanggup menemukannya dalam aturan tertulis, ia harus sanggup menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Artinya hakim juga ha rus mengerti perihal Hukum Adat. Hukum Adat sanggup dikatakan sebagai aturan perdata-nya masyarakat Indonesia.

B.  Saran
Dengan bertambahnya ilmu mengenai potongan pembangunan aturan dan pembangunan aturan adat, dibutuhkan bekal yang ada diterapkan, diexplore, dan dipakai dengan baik dalam bermasyarakat. Sehingga tercipta ketaatan terhadap kaidah-kaidah yang ada, terkhusus dalam hal pembangunan aturan dan pembangunan  hukum tabiat ini.



Daftar Pustaka
http://karyailmiahkampus.blogspot.com/search?q=v-behaviorurldefaultvmlo/17-11-2013/10:51 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat/17-11-2013/10:48 WIB
Ngani, Nico, Perkembangan Hukum Adat di Indonesia, Jakarta, Pustaka Yustisia, 2012
Raharjo, Satjipto Hukum, Masyarakat dan Pembangunan, Bandung, Penerbit Alumni, 1980
Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2012
Sudiyat, Imam Asas-Asas Hukum Adat, Yogyakarta,Liberty, 1978



[1] Satjipto Rahardjo. Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, (Genta Press, Yogyakarta:2008) Hal:48.
[2] Soerjono Soekanto, Hukum Adat di Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta:2012), Hal:301
[3] Lihat Juga http://karyailmiahkampus.blogspot.com/search?q=v-behaviorurldefaultvmlo/17-11-2013/10:51 WIB.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat/17-11-2013/10:48 WIB
[5] Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm.374-375.
[6] Imam Sudiyat, Asas-Asas Hukum Adat, (Yogyakarta,Liberty, 1978) hlm.136
[7] OpCit, Nico Ngawi, hlm. 51
Share on Google Plus

About Raden

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.