BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagian besar lembaran sejarah Psikologi mengungkapkan bahwa kondisioning merupakan bentuk berguru yang paling sederhana dan sanggup dipahami secara keseluruhan. Sebab berdasarkan hebat bahwa implementasinya ke arah pembentukan organisasi kelas bersifat lebih rendah menguasainya dibanding proses-proses berguru konsep, berpikir, dan menuntaskan masalah. Salah satu tokoh dalam membuat berguru classical condotioning ialah Ivan Pavlov, ia dikenal; sebagai tokoh behavioriesme.
Teori Behaviorisme menyampaikan bahwa peniruan sangat penting dalam mempelajari bahasa. Teori ini juga menyampaikan bahwa mempelajari bahasa bekerjasama dengan pembentukan kekerabatan antara kegiatan stimulus-respon dengan proses penguatannya. Proses penguatan ini diperkuat oleh suatu situasi yang dikondisikan, yang dilakukan secara berulang-ulang. Sementara itu, lantaran rangsangan dari dalam dan luar mempengaruhi proses pembelajaran, belum dewasa akan merespon dengan menyampaikan sesuatu. Ketika responnya benar, maka anak tersebut akan menerima penguatan dari orang-orang cukup umur di sekitarnya. Saat proses ini terjadi berulang-ulang, usang kelamaan anak akan menguasai percakapan.
Kalimat bijak mengungkapkan sebaik-baik insan ialah yang bermanfaat untuk manusia, mungkin demikianlah ungkapan penulis bila tidak berlebihan terhadap diri Ivan Pavlov yang demikian gemilang, telah mengiringi pemerhati teori berguru untuk senantiasa tidak jenuh mengulasnya, berdasarkan Ivan Pavlov bahwa teori ini “klasik”. Sehingga kesimpulan teori yang ia tangkap”respon” dikontrol oleh pihak luar; ia menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai “stimulus”.
Demikianlah kejeniusan Ivan Pavlov mengenai teori classical conditioning sebagai dasar hasil eksperimennya.
Akibatnya, Ivan Pavlov telah melahirkan model berguru teori classical conditioning bermanfaat, maka merupakan keharusan penulis untuk memberikan kembali, guna mewujudkan dinamika teori Ivan Pavlov sebagai dasar pengembangan dalam praktek berguru mengajar, sehingga sanggup berjalan dengan baik dan tercapai tujuan yang diharaapkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ivan Pavlov
Tokoh ini mempunyai nama lengkap Ivan Petrovich Pavlov, dilahirkan di Rjasan (Rusia), (yang ketika ini Negara Rusia telah menjadi negara-negara kecil) pada tanggal 18 September 1849 dan wafat di Leningrad pada tanggal 7 Februari 1936. Pavlov anak seorang Pendeta; sebagaimana keterangan yang kami kutip bahwa orang bau tanah Ivan Pavlov berkeinginan supaya anaknya kelak mengikuti jejaknya menjadi pendeta, karenaitu dalam pendidikannya, Pavlov memang disiapkan untuk itu. Tetapi Pavlov sendiri merasa tidak cocok dengan pekerjaan sebagai pendeta, ia menentukan berguru kedokteran, dan mengambil spesialisasi dalam bidang fisiologi. Sejak tahun 1890 ia telah menjadi hebat filosofi yang ternama.
Sedangkan sejarah Pavlov mengenai jabatan ia pernah menjabat sebagai guru besar di Akademik Kedokteran milik Militer Rusia sampai tahun 1925.[1]
Eksperimen Pavlov yang sangat berkembang di bidang psikologi dimulai ketika ia melaksanakan studi wacana pencernaan, sehingga dikenal dengan teori Clasical Conditioning,[2] sehingga dalam sejarahnya ia dikenal sebagai ilmuan besar Rusia yang berhasil meraih Nobel pada tahun 1909 dalam lapangan ilmu fisiologi.[3] Ia memandang ilmu pengetahuan sebagai sarana berguru wacana aneka macam kasus dunia dan kasus manusia. Peranan dari ilmuwan menurutnya antara lain membuka diam-diam alam sehingga sanggup memahami hukum-hukum yang ada pada alam. Di samping itu ilmuwan juga harus mencoba memahami bagaimana insan itu berguru dan tidak bertanya bagaimana mestinya insan belajar.[4]
Sebagaimana yang telah penulis kemukakan secara sederhana bahwa Pavlov peletek studi eksperimen-objektif bagi aktifitas saraf (nerves) pada binatang dan insan dengan memakai teori “refleksi terkondisikan”. Melalui ini, Pavlov berhasil menemukan prinsip dasar dari mekanisme kerja otak. Hasil eksperimen yang ia simpulkan wacana “air liur yang mengalir secara alami” dan beberapa kajian eksperimen lainnya menjadi dasar kesimpulan yang diperolehnya wacana fungsi indikator dari kerja mental (psychic).[5]
Pavlov mempunyai beberapa buah karyanya yang penting, sebagaimana dikutip dari Filsafat Islam karangan Ismail Asy-Syarafa ia menerangkan diantaranya:
a. Dua Puluh Tahun Studi Objektiv wacana Aktivitas Saraf (perilaku) pada Binatang (Isyuruuna ‘Aamman mi Ad-Dirasah Al-hayawaanat, 1923.
b. Kuliah wacana Cara Kerja Dua Lingkaran Besar Otak (Muhadharat fi ‘Amali An-Nishfain Al-Kurawiyyaain Al-Kabirainn li Al-Mukh),1927.[6]
B. Teori Belajar Classical Conditioning Ivan Pavlov
Dalam sub judul ini penulis banyak mengutip uraian Hendry C. Ellis, wacana eksperimennya Pavlov di laboratorium pada seekor anjing.[7] Beliau melaksanakan operasi kecil pada pipi anjing itu sehingga potongan dari kelenjar liur sanggup dilihat dari kulit luarnya.[8] Sebuah kanal kecil di pasang pada pipinya untuk mengukur aliran air liurnya. Kondisi anjing itu terpisah dari penglihatan dan bunyi luar, atau diletakkan pada panel gelas.
Rita L. Atkinson, et.al mengungkapkan; lampu dinyalakan.[9] Anjing sanggup bergerak sedikit, tetapitidak mengeluarkan liur. Setelah beberapa detik, bubuk daging diberikan; anjing tersenut lapar dan memakannya.[10] Alat perekam mencatat pengeluaran air liur[11] yang banyak. Prosedur ini beberapa kali. Kemudian lampu dinyalakan tetapi bubuk daging tidak diberikan, namun anjing tetap mengeluarkan air liur. Binatang itu telah berguru mengasosiasikan dinyalakan lampu dengan makanan.[12]
Secara sederhana dari kejadian ini, Pavlov kemudian mengeksplorasi fenomena eksperiment tersebut, dan kemudian berbagi satu study sikap (behavioral study) yang dikondisikan. yang dikenal dengan teori Clasical Conditioning.[13]
Classical conditioning yaitu model pembelajaran yang memakai stimulus untuk membangkitkan rangsangan secara alamiah melalui stimulus lain.[14]
Secara sederhana pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah mekanisme training dimana satu stimulus/ rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam berbagi suatu respon, bahwa mekanisme ini disebut klasik lantaran prioritas historisnya menyerupai dikembangkan oleh Pavlov.[15]
Kata clasical yang mengawali nama teori ini semata-mata digunakan untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu dibidang conditioning (upaya pengkondisian) dan untuk membedakannya dari teori conditioning lainnya.[16]
Menurut teori ini, ketika masakan (makanan disebut sebagai the unconditioned or unlearned stimulus – stimulus yang tidak dikondisikan atau tidak dipelajari) dipasangkan atau diikutsertakan dengan lampu[17] (dinyalakan lampu disebut sebagai the conditioned or learned stimulus-stimulus yang dikondisikan atau dipelajari), maka dinyalakan lampu akan menghasilkan respons yang sama yaitu keluarnya air liur dari anjing percobaan. Peristiwa ini berdasarkan Pavlov merupakan refleks bersyarat[18] dari adanya kasus fungsi otak, sehingga masalaah yang ingin dipecahkan oleh Pavlov dengan eksperimen itu ialah bagaimanakah refleks bersyarat itu terbentuk.[19]Pavlov melaksanakan eksperimen itu berulang-ulang dengan aneka macam variasi.
Dari eksperimen Pavlov, menurutnya respon dikontrol oleh pihak luar; pihak inilah yang menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai stimulus, sebagaimana dijelaskan Agus Suryanto wacana teori Pavlov tersebut, ia menyampaikan semua harus berobjekkan kepada segala yang tampak oleh indera, dari luar.[20]
Peranan orang yang berguru bersifat pasif lantaran untuk mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus tertentu. Sedangkan mengenai penguat berdasarkan Pavlov bahwa stimulus yang ridak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai kekerabatan dengan penguatan. Stimulus itu sendirilah yang mengakibatkan adanya pengulangan tingkah laris dan berfungsi sebagai penguat.[21]
Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi bila stimulus berkondisi diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh stimulus tidak berkondisi? Dalam hal ini akan terjadi pelenyapan atau padam. Dengan kata lain pelenyapan yaitu tidak terjadinya respon atau menurunnya kekuatan respon pada ketika diberikan kembali stimulus berkondisi tanpa diikuti stimulus tak berkondisi sehabis terjadinya respon. Sedangkan penyembuhan impulsif yaitu tindakan atau perjuangan positif untuk menghalangi terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah melalui rekondisioning atau mengkondisikan kembali melalui santunan kedua stimulus berkondisi secara berpasangan.[22]
Dari kejadian pengkondisian klasik ini , merupakan dasar bentuk berguru yang sangat sederhana, sehingga banyak hebat kejiwaan menganggap Pavlov sebagai titik permulaan sempurna untuk penyelidikan belajar.[23]
Lalu kejadian kondisioning juga banyak terdapat pada diri manusia, contohnya anda sanggup menjadi terkondisi terhadap gambar masakan dalam aneka macam iklan yang menampilkan masakan malam dengan steak yang lezat, sanggup memicu respon air liur meskipun anda mungkin tidak lapar.[24]
Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Ivan Pavlov maka terlihat bahwa pentingnya mengkondisi stimulus semoga terjadi respon. Dengan demikian pengontrolan stimulus jauh lebih penting daripada pengontrolan respon. Konsep ini megisyaratkan bahwa proses berguru lebih mengutamakan faktor lingkungan (eksternal) daripada motivasi (internal).
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Teori Pavlov ini merupakan kegiatan yang sangat jenuius sekali ketika di zamannya, akan tetapi disaat memasuki dinamisasi interaksi insan dengan aneka macam latar belakang; budaya, pendidikan (pesatnya ilmu pengetahuan), agama (berbagai keyakinan). Maka teori Pavlov hanya sanggup dikonsumsi dalam ukuran yang sangat sederhana.
Saat ini kita yang bergumul dengan aneka macam paradigma keilmuan Islam, dan meletakkan falsafah pendidikan Islam dengan adanya konsep fitrah. Maka ketika kita memahami dan berinteraksi terhadap teori Pavlov berkesimpulan insan tidaklah sama dengan binatang. Sebab Pavlov menerapakan binatang sebagai dasar analisanya dan meletakkan Insting sebagai hasil substansi eksperimennya. Kondisi ini sangat berbeda pada insan yang mempunyai konsep fitrah28, adanya; ketauhidan, keimanan, pikiran, perasaan, dan hal lainnya yang membedakan pada binatang. Akan tetapi marilah kita ambil pesan yang tersirat pembelajaran darinya alasannya yaitu pertama sekali insan berguru bagaimana menyembunyikan orang yang sudah mati dengan model menanam. Kita berguru dari “burung”. Sebagaimana kejadian belum dewasa Adam yang berselisih paham sehingga mengakibatkan kematian.
B. Implikasi Teori Belajar Classical Conditioning Ivan Pavlov
Sebuah teori akan mempunyai nilai lebih jikalau sanggup bermanfaat dalam aplikasi keseharian manusia, khususnya dalam berbagi sikap kehidupan yang lebih positif. Maka implikasi dari teori berguru ini, yaitu:
Coditioning klasik hubungannya pada guru dan sekolah dalam berguru hendaknya seluruh elemen-elemen penunjang kegiatan berguru harus terkondisikan, alasannya yaitu dengan adanya pengkondisian tersebut berguru akan mengarah pada perubahan positif, contohnya guru dan sekolah memperlihatkan beasiswa pada siswa yang berprestasi, maka bila kondisi itu berlanjut siswa lain pun akan bermetamorfosis lebih tinggi perhatian dan minatnya untuk belajar.
2. Dewasa ini psikologi di Uni Soviet (saat ini telah menjadi negara-negara kecil) boleh dikatakan bahwa seluruhnnya Palovian. Pendapat-pendapat Pavlov dijadikan landasan bagi psikologi Uni Soviet, berdasarkan Sumadi lantaran hal tersebut harmonis dengan filsafat serta akidah histories materialisme, yang berkembang di kawasan tersebut.[25]
Teori berguru ini juga sangat cocok digunakan dalam proses berguru mengajar. Ketika guru memberi pertanyaan yang kemudian diikuti angkatan tangan siswa, suatu menunjukan siswa sanggup menjawabnya. Kondisi-kondisi ini diciptakan untuk memanggil suatu respon atau tanggapan.
DAFTAR PUSTAKA
- Bernstein Douglas A and Peggy W. Nash, Essentials of Psychology, New York: Houghton Mifflin Company, 1999.
- Ellis, Hendry C., Fundamnental Of Human Learning, Memory, and Cognition, Second edition, United States Of America: Wn. C. Brown Company Publishers. 1978.
- Gleitmen, Hendry, Phsychology, Second edition, New York:W.W. Norton dan Company, 1986.
- Rita L. Atkinson, et.al, Intrudoction To Psycology, Eight Edition, Terj, Nurjannah Taufiq, Rukmini Barhana, Editor Agus Gharma, Michael Adryanto, Jakarta: Erlangga, 1983.
- Soekamto, Teoti dan Udin Saripudin Winatapura, Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran, Jakarta; Dikti,1997.
- Sudjana, Nana, Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990.
- Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan Jakarta: Raja Grafindo, 2004.
- Suryanto, Agus, Psikologi Umum, Jakarta: Aksara Baru, 1986.
- Asy-Syarafa, Ismail, Ensiklopedi Filsafat, Terj. Dholfiyullah Muklas, Jakarta:Khalifa, 2005.
- Weiten, Wayne, Psychology Theme & Variations, California: An International Thomson Publishing Company, 1996.
[1] Ismail Asy-Syarafa, Ensiklopedi Filsafat, terj. Sholfiyullah Muklas (Jakarta: Khalifah 2005), h. 70.
[2]Douglas A. Bersntein & Peggy W. Nash, Essentials of Psychology, (New York: Houghton Mifflin Company, 1999), h. 151.
[3] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo,2004), h. 262.
[4]Nana Sudjana, Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran, (Lembaga Penerbit FE-UI, 1990), h. 66.
[5] Ismail Asy-Syarafa, Ensiklopedi Fiksafat, h. 71
[6] Ibid.
[7]Menurut penulis, anjing bukan menjadi problem kita sacara normative, sebagaimana Allah telah memperlihatkan makna bahwa seluruh alam ini akan tunduk kepada kita sabagai Khalifahtullah fii Ardhi, kemudian dari seluruh binatang yang ada di dunia ini, yang telah masuk nirwana yaitu seekor anjing sebagaimana ceritanya ada dalam Al-Qur’an dengan ashabul kahfi.
[8] Hendry C. Ellis, Fundamnental Of Human Learning,Memory, and Cognition, second edition (Unitied States Of America: Wn.C. Bowrn Company publishers, 1978), h. 10.
[9]Analisis penulis mengemukakan ini sebagai stimulus. Istilah stimulus mengacu pada semua hal atau perubahan yang ada dalam lingkungan. Stimulus sanggup berasal dari luar (external stimulus), dan juga dari dalam (internal stimulus).
[10] Stimulus II
[11] Respon. Respons mengacu pada perubahan sikap yang melibatkan adanya acara yang disebabkan oleh otot dan kelenjar. Sama halnya dengan stimulus, respons sanggup berupa respons luar (external) dan respons dari dalam (internal).
[12]Rita L. Atkitson, et.al, Intruduction To Psychology, Eight Edition, Terj. Nurjannah Taufiq, Rukmini Barnana, Editor Agus Gharma, Michael Adrianto (Jakarta: Erlangga, 1983), h. 294-295.
[13]Perkembangan teori ini merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviourisme, sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian mengenai proses berguru dan pengembangan teori-teori wacana belajar
[14]Wayne Weiten, Psychology Theme & Variations, (California: An International Thomson Publishing Company, 1996), h. 151.
[15] Hendry C Ellis, Fundamnetal Of Human Learning Memory, and Cognition, h. 10. Pengkondisian klasik pada insan telah digunakan pula menyerupai dikutip oleh Lewis Lipsit dengan memperagakan keadaan seorang bayi dalam hembusan udara ditiupkan pada mata, respon yang lazim yaitu mengedipkan mata. Bila suatu nada dibunyikan segera sebelum hembusan udara, bayi tersebut akan berguru mengasosiasikan nada dengan hembusan udara dan mengedipkan matanya pada waktu mendengarkan nada saja. Prosedur ini bermanfaat untuk memeriksa proses berguru pada bayi yang sangat muda usia. Lihat juga Rita L. Atkinson, et.al, Introduction to Psychology, h. 299.
[16] Henry Gleitmen, Pscychology, second edition, (New York: W.W. Norton & Company, 1986), h.
[17]Rita L. Atkinson meletakkan conditioned response dalam referensi yakni dinyalakan lampu, sedang Ellis meletakkan conditioned response dalam referensi yakni tombol bel (tuning fork), akan tetapi berdasarkan penulis dalam meletakkan conditioned response bukan merupakan problem yang harus dibedakan.
[18] Substansi penelitian Pavlov wacana kasus fungsi otak (dalam bidang fisiologi).
[19] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, h. 265.
[20]Agus Suyanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Aksara Baru, 1986). h. 116 ia mengungkapkan bahwa teori Pavlov sama halnya dengan Psychoreflesologi yakni hanya berobjek kepada apa yang tampak dari luar, yaitu tingkah laku.
[21] Toeti Soekamto dan Udin Saripudin Winaputra, Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran (Jakarta, Dikti, 1977), h. 18.
[22]Nana Sudjana, Teori-teori Belajar, h. 70.
[23] Rita L. Atkinson, et. Al, Introduction to Psychology, h. 299.
[24] Henry C. Ellis, Fundamental of Human Learning, Memory and Cognition, h. 14
[25] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan. h. 266.