PENGEMBANGAN PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN ISLAM, ORIENTASI PEMBELAJARAN (SUBJECT ORIENTED, TEACHER CENTRED, LEARNER CENTRED, ACTIVE LEARNING), MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN, APLIKASI NO LIMIT TO STUDY
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan intinya ialah perjuangan sadar dan bersiklus untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran semoga peserta didik secara aktif berbagi potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, adab mulia serta keterampilan yang diharapkan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Begitu juga dalam pengembangan pendidikan Islam, pendidikan menjadi upaya bersiklus dan berkesinambungan guna berbagi seluruh potensi anak didik (intelektual, emosional, keterampilan, moral dan spiritual) semoga bisa mengemban amanat sebagai khalifah di muka bumi, penerus dan pengembang pemikiran serta nilai-nilai Islam.
Penyelenggaraan sistem pendidikan Islam di Indonesia bertujuan untuk mengarahkan peserta didik beriman dan bertakwa kepada Allah, berakhlakul karimah, bertanggung jawab terhadap pelestarian dan tumbuh kembangnya pemikiran serta nilai-nilai Islam. Memiliki tanggung jawab atas kelestarian tanah air, menyesuaikan diri dan mengantisipasi banyak sekali perubahan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari oleh keimanan dan ketakwaan, serta mempunyai komitmen untuk terus berguru hingga final hayat. Setiap umat diwajibkan mencari ilmu pengetahuan untuk dipahami secara mendalam, dikembangkan dalam kerangka ibadah guna kemaslahatan umat manusia.
Hingga dikala ini upaya pengembangan Pendidikan Islam di tanah air masih menemui ganjalan serius. Pertumbuhan secara kuantitatif telah meningkat secara signifikan, sedangkan pertumbuhan kualitatif nyaris terabaikan. Sementara kalau kita lihat secara jujur, model pendidikan barat yang terus berkembang secara pesat justru berangkat dari titik kualitas. Tentu realitas ini menjadi catatan berharga guna dijadikan sebagai pijakan dalam membenahi sistem pendidikan Islam di Indonesia dikala ini.
Kita menyadari bahwa tidak sedikit forum pendidikan Islam memprihatinkan lantaran rendahnya kemampuan manajerial, metodologi dan proses pembelajarannya, serta sarana dan prasarananya yang terbatas. Sehingga belum memungkinkan terjadinya proses pembudayaan kemampuan, nilai, sikap dan sikap sesuai dengan tuntutan zaman dan bepijak pada nilai-nilai Islam. Salah satu aspek penyebab yang lebih banyak didominasi ialah kurangnya kemampuan manajerial para pengelola dan pelaksana serta ketersediaan dana dalam melaksanakan seluruh perencanaan dan proses pelaksanaan serta pengembangan pendidikan Islam.
Upaya pembenahan sistem pendidikan Islam perlu difokuskan pada proses manajerial yang tepola dan demokratis, konsep dan proses yang menitikberatkan kepada materi dan metode sesuai standar kualitas dan kebutuhan masyarakat, memperhatikan aspek pembelajaran yang dikembangkan dalam iklim yang demokratis, menyadari dan mengakui eksistensi pluralitas dan multi budaya. Peserta didik berada pada posisi sentral, dan menjadi subyek pencari pengetahuan dan pembentuk dirinya. Guru berfungsi sebagai fasilitator dan pendidik yang mempunyai otoritas profesional dan bertanggung jawab atas perkembangan kepribadian anak didik.
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 yang menegaskan bahwa setiap forum pendidikan termasuk forum pendidikan Islam formal harus melaksanakan penjaminan mutu. Hal ini menggambarkan sebuah keinginan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, dengan memutuskan 8 (delapan) standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Lembaga pendidikan Islam sebagai belahan dari sistem pendidikan nasional perlu memacu diri untuk terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dan layanan kepada masyarakat. Di kala globalisasi dikala ini tidak ada pilihan lain kecuali melaksanakan kompetisi dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada pada pendidikan Islam menuju pencapaian kualitas secara optimal. Pendidikan Islam perlu terus merespon perubahan dan perkembangan sosial, melaksanakan penemuan dan pemberdayaan, membentuk jaringan secara kuat, dengan tetap berpijak pada nilai-nilai Islam.
Dalam makalah ini akan membahas wacana : Pengembangan Proses Pembelajaran Pendidikan Islam, Subject Oriented (Orientasi Subjek), Teacher Centred, Learner Centred, Active Learning, Model Dan Strategi Pembelajaran, Aplikasi No Limit To Study.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengembangan Proses Pembelajaran Pendidikan Islam
Kegiatan proses pembelajaran pendidikan Islam, yaitu (1) dimensi keimanan peserta didik terhadap pemikiran agama Islam. (2) dimensi pemahaman atau daypikir serta keilmuan peserta didik terhadap pemikiran agama Islam. (3) dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan pemikiran Islam. (4) dimensi pengalamannya, dalam arti bagaimana pemikiran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta didik itu bisa menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan, mengamalkan dan menaati pemikiran agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai insan yang beriman dan bertaqwa kepada Allah serta mengaktualisasikan dan merealisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Melalui pendidikan Islam yang diselenggarakan di sekolah dengan baik, diharapkan para siswa akan sanggup menghindari sifat-sifat tercela tersebut. Peran pendidikan agama Islam diharapkan sanggup mengatasi dampak negatif tersebut dengan memakai banyak sekali model dan taktik yang sanggup menjawab tantangan tersebut. Dalam mengkaji pendidikan agama Islam yang sanggup meningkatkan kecerdasan kognitif, afektif dan psikomotorik peserta berguru tidak sanggup dilepaskan dengan unsur-unsur seperti: guru, siswa, kurikulum, lingkungan, serta model pembelajaran yang dipilih oleh guru. Aspek-aspek tersebut akan sangat memilih hasil berguru yang diharapkan baik yang berupa dampak pengajaran maupun dampak penggiringnya. Aspek-aspek tersebut sanggup dipetakan dalam bentuk denah berikut ini :
Bagan 1. Aspek-aspek yang terlibat dalam pembelajaran bidang studi PAI untuk meningkatkan kecerdesan peserta didik
Upaya untuk mengoptimalkan aspek-aspek yang kuat dalam pembelajaran tersebut, salah satu cara yang dilakukan pemerintah ialah contohnya dengan melaksanalan pembaharuan kurikulukum, yang dikenal dengan kurikulum berbasis kompetensi. Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas tahun 2002 mengungkapkan bahwa ciri-ciri kurikulum berbasis kompetensi adalah: (1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal; (2) berorientasi pada hasil berguru (learning outcomes) dan keberagaman; (3) Penyampaian dalam pembelajaran memakai pendekatan dan metode yang bervariasi; (4) Sumber berguru bukan hanya guru, tetapi apa saja yang memenuhi unsur edukatif; (5) Penilaian yang menekankan pada proses dan hasil berguru dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. (Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. (Pengembangan Kompetensi Lintas Kurikulum.[1]
Kebijakan tersebut memperlihatkan peluang dan sekaligus tantangan bagi guru-guru PAI untuk lebih memutakhirkan pembelajarannya sesuai dengan tuntutan perkembangan. Pemikiran untuk berbagi dan menyegarkan model-model pembelajaran PAI yang sempurna merupakan hal yang sangat urgen.
Proses pembelajaran pendidkan merujuk pada situasi intraktif antara pendidik dengan peserta didik beserta lingkungan pendidikan yang menyertainya. Dengan begitu, proses yang berlangsung di dalamnya seharusnya diarahkan untuk menjadikan pertumbuhan kepribadian insan yang seimbang dalam pelbagai aspek, dan bisa mengantarkan insan untuk menyerahkan diri kepada Allah baik secara individual maupun kolektif.
Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 wacana pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, diharapkan sanggup membawa perubahan pada sisi managerial dan proses pendidikan Islam.
Tema menarik lain dalam PP 55 tahun 2007 ini ialah kemandirian dan kekhasan pendidikan keagamaan sebagaimana tercantum dalam pasal 12 ayat 2 yaitu : pemerintah melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan keagamaan selama tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.
Peraturan Menteri Agama No 16 Tahun 2010 Bab IV wacana Proses Pembelajaran pasal 8, yaitu :
1. Proses pendidikan agama dilakukan dengan mengedepankan keteladanan dan penyesuaian adab mulia.serta pengamlan pemikiran agama.
2. Proses pendidikan agama dikembangkan dengan memanfaatkan banyak sekali sumber dan media berguru yang sanggup mendorong pencapaian tujuan agama.
3. Proses pembelajaran agama dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakulikuler.
Bagian Kesatu
Proses Pembelajaran Intrakurikuler Pasal 8, yaitu :
1. Proses Pembelajaran Intrakurikuler pendididkan agama meliputi penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pelaksanaan penilaian dan pengawasan untuk terlaksananya pembelajaran yang efektif dan efisien.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip RPP dalam standar proses pendidikan dasar dan menengah.
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Intrakurikuler pendidikan agama meliputi mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan belajar, penilaian hasil berguru dan sumber belajar.
4. Pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan agama terdiri dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.
5. Penilaian pembelajaran pendidikan agama dilakukan secara berkelanjutan untuk mengukur tingkat penguasaan dan pencapaian kompetensi peserta didik.
6. Penilaian sebagaiamana yang dimaksud pada ayat 5dilakukan melalui pengamatan, penilaian hasil karya/tugas, praktik potofolio, penilaian diri, ulangan harian dan ulangan umum.
7. Pengawasan proses pemebelajaran meliputi pemantauan, supervise, evaluasi, pelaoran dan tindak lanjut perbaikan pembelajaran.
Bagian Kedua
Proses Pembelajaran Ekstrakulikuler Pasal 10, yaitu :
1. Proses Pembelajaran Ekstrakulikuler Pendidiakan agama merupakan pendalaman, penguatan, penyesuaian serta ekspansi dari pengembangan dari kegiatan intrakulikuler yang dilaksakan falam bentuk tatap muka atau non tatap muka.
2. Pendalaman sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1merupakan pengayaan materi pendidikan agama.
3. Penguatan sebagaiamna yang dimaksud pada ayat 1merupakan pemantapan keimanan dan ketakwaan.
4. Pembiasaan sebagaiaman yang dimaksud pada ayat 1 merupakan pengamalan dan pembudayaan pemikiran agama serta sikap adab mulia dalam kehidupan sehari-hari.
5. Perluasan dan pengembangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1merupakan penggalian potensi, minat, bakat, keterampilan , dan kemampuan peserta didik dibidang pendidikan agama.
Pasal 11
1. Sekolah sanggup berbagi dan menambah kegiatan ekstrakulikuler pendidikan agama sebagaiaman yang dimaksud pasal 11sesuai dengan kemampuan masing-masing.
2. Pengembangan kegiatan ekstrakulikuler pendidikan agama harus selaras dengan tjuan pendidikan nasional dan memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa.
3. Ketentuan lebih lanjuttentan pembelajaran ekstrakulikuler pendidikan agama pada sekolah ditetapkan oleh Direktir Jenderal atau pejabat ayng ditunjuk oleh menteri.
B. Subject Oriented (Orientasi Subjek)
Subjek pendidikan ialah orang yang berkenaan eksklusif dengan proses pendidikan dalam hal ini pendidik dan peserta didik. Peserta didik yaitu pihak yang merupakan subjek terpenting dalam pendidikan. Hal ini disebabkan atau tindakan pendidik itu diadakan atau dilakukan hanyalah utk membawa anak didik kepada tujuan pendidikan Islam yg dicita-citakan. Dalam PPRI No. 19 tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa yg dimaksud dgn peserta didik ialah anggota masyarakat yang berusaha menyumbangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yg tersedia pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu (PPRI 2005: 12)
Pendidik atau guru secara implisit ia telah merelakan diri dan memikul dan mendapatkan sebagai tanggung jawab pendidikan yg terpikul dipundak pada oranag tua. (Dzarajat 2000: 39)
Maka dgn demikian subjek pendidikan Islam yaitu semua insan yg berproses dalam dunia pendidikan baik formal informal maupunn nonformal yg sama-sama mempunyai tujuan demi pengembangan kepribadiannya. Sehingga menjadi insan yg mempunyai kesadaran penuh kepada sang pencipta.
Aspek siswa; peserta didik lebih ditempatkan sebagai subjek, berperan aktif menggali potensi ruhaninya sendiri untuk lebih menyadari fungsi dan kedudukannya sebagai muslim.
C. Teacher Centred
Tenaga pendidik lebih berperan sebagai fasilitator (guru tidak dominan) dan memanfaatkan banyak sumber berguru serta mengadakan kerjasama yang terpadu dengan lingkungan sekitarnya. Perencanaan pelajaran teacher centred ialah membuat target behavioral (tingkah laku), menganalisis kiprah dan menyusun taksonomi (klasifikasi) instruksional.
Menciptakan target behavioral. Sasaran behavioral (behavioral objective) ialah pernyataan wacana pendidikan yang diharapkan oleh guru Akan terjadi dalam kinerja murid. Menurut Robert Mager (1962) target behavioral harus mengandung tiga bagian, yaitu :
1. Perilaku murid. Fokus terhadap apa yang akan dipelajari atau dilakukan murid.
2. Kondisi di mana sikap terjadi. Menyatakan bagaimana sikap akan dievaluasi atau dites.
3. Kriteria kinerja memilih level kinerja yang sanggup diterima.
Menganalis tugas.
Alat lain dalam perencanaan teacher centred ialah analisis kiprah yang difokuskan pada pemecahan suatu kiprah kompleks yang dipelajari murid menjadi komponen-komponen. Analisis ini sanggup dilakukan dengan tiga langkah dasar, yaitu :
a. Menentukan keahlian atau konsep yang diharapkan murid untuk mempelajari tugas.
b. Mendaftar materi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas.
c. Mendaftar kiprah yang harus dilakukan .
Menyusun Taksonomi Instruksional
Taksonomi instruksional membantu pendidikan teacher centred. Taksonomi ialah klasifikasi. Taksonomi ini mengklasifikasikan target pendidikan menjadi tiga domain yaitu : kognitif, afektif dan psikomotorik.[2]
Strategi pembelajaran :
a. Mengorientasikan :Susuran kerangka pelajaran dan orientasikan murid ke materi.
b. Advance Organizer : acara teknik pengajaran dengan membuat kerangka pembelajaran dan mengorientasikan murid ke materi.
c. Comprative Advance : memperkenalkan materi gres dengan mengkaitkannya dengan apa yang sudah diketahui murid.
D. Learner Centred
Instruksional dan perencanaan learner centred ialah pada siswa, bukan guru. Dalam sebuah studi persepsi terhadap lingkungan pembelajaran yag positif dan hubungan interpersonal dengan guru merupakan faktor yang penting yang memperkuat motivasi dan prestasi murid.
Prinsip ini menekankan pembelajaran dan pembelajar yang aktif dan reflektif. Menurut kelompok ini , pendidikan akan lebih baik apabila focus utamanya ialah pada orang yang belajar.
Strategi Instruksioanl Learner Centred, yaitu :
a. Pembelajaran berbasis problem, yaitu memilih pada pemecahan problem Kehidupan nyata, yakni problem yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang mreflrksikan materi dari kurikulum hal paling penting dieksplorasi dan dipelajari oleh murid.
E. Active Learning
Secara harfiah active artinya: ”in the habit of doing things, energetic” (Hornby, 1994:12), artinya terbiasa berbuat segala hal dengan memakai segala daya. “Learning” berasal dari bahasa Inggris yang berarti pembelajaran. Pembelajaran yang aktif berarti pembelajaran yang memerlukan keaktifan semua siswa dan guru secara fisik, mental, emosional, bahkan moral dan spiritual (htttp://id.wordpress.com/tag/artikel-pendidikan).
Dengan demikian sanggup dipahami bahwa metode pembelajaran berbasis aktive learnig ialah cara yang diguanakan dalam pembelajaran dengan menjadi siswa sebagai pusat pembelajaran dan pendidik menajadi fasilitator dan bahkan menjadi partner berguru bagi perserta dididk.
Dalam model pembelajaran aktif, pengajar sangat bahagia bila peserta didik berani mengungkapkan gagasan dan pandangan mereka, berani mendebat apa yang dijelaskan pengajar lantaran mereka melihat dari segi yang lain. Untuk itu, pengajar selalu memperlihatkan kesempatan bagi peserta didik untuk mengungkapkan gagasa-gagasan alternatif mereka. Mungkin saja, pengajar akan sangat bahagia dan menghargai peserta didik yang sanggup mengerjakan suatu duduk kasus dengan cara-cara yang berbeda dengan cara yang gres saja dijelaskan pengajar. Kebebasan berpkir dan beropini sangat dihargai dan diberi ruang oleh pengajar. Hal ini akan berakibat pada suasana kelas, artinya suasana kelas akan sungguh hidup, menyenangkan, tidak tertekan, dan menyemangati peserta didik untuk bahagia belajar.
F. Model Dan Strategi Pembelajaran
Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu planning mengajar yang memper-hatikan contoh pembelajaran tertentu, hal ini sesuai dengan pendapat Briggs (1978:23) yang menjelaskan model ialah "seperangkat mekanisme dan berurutan untuk mewujudkan suatu proses" dengan demikian model pembelajaran ialah seperangkat mekanisme yang berurutan untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi transaksional ialah bentuk komunikasi yang sanggup diterima, dipahami dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran sehingga memperlihatkan adanya perolehan, penguasaan, hasil, proses atau fungsi berguru bagi si peserta belajar.
Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata metode berasal dari dari dua suku perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui dan hodos berrti “jalan” atau “cara.[3] Dalam Bahasa Arab metode dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.[4] Sedangkan dalam bahasa Inggris metode disebut method yang berarti cara dalam bahasa Indonesia.[5]
Sedangkan berdasarkan terminologi (istilah) para andal memperlihatkan definisi yang bermacam-macam wacana metode, terlebih kalau metode itu sudah disandingkan dengan kata pendidikan atau pengajaran diantaranya :
- Winarno Surakhmad mendefinisikan bahwa metode ialah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan[6]
- Abu Ahmadi mendefinisikan bahwa metode ialah suatu pengetahuan wacana cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur[7]
- Ramayulis mendefinisikan bahwa metode mengajar ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada dikala berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan demikian metode mengajar merupaka alat untuk membuat proses pembelajaran.[8]
- Omar Mohammad mendefinisikan bahwa metode mengajar bermakna segala kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya, cirri-ciri perkembangan muridnya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong murid-muridnya untuk mencapai proses berguru yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laris mereka.[9]
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para andal mengenai pengertian metode di atas, beberapa hal yang harus ada dalam metode ialah :
- Adanya tujuan yang hendak dicapai
- Adanya acara untuk mencapai tujuan
- Aktivitas itu terjadi dikala proses pembelaran berlangsung
- Adanya perubahan tingkah laris sehabis acara itu dilakukan.
Ada istilah lain yang dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi. Pendekatan merupakan pandangan falsafi terhadap subject matter yang harus diajarkan[10] sanggup juga diartikan sebagai pedoman mengajar yang bersifat realistis/konseptual. Sedangkan teknik/strategi ialah siasat atau cara penyajian yang dikuasai pendidik dalam mengajar atau menyajikan materi pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas, semoga materi pelajaran sanggup dipahami dan dipakai dengan baik.
Dalam penerapannya, metode pendidikan Islam menyangkut permasalahan individual atau social peserta didik dan pendidik itu sendiri. Untuk itu dalam memakai metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umummetode pendidikan Islam. Sebab metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dasar metode pendidikan Islam itu diantaranya ialah dasar agamis, biologis, psikologis, dan sosiologis.[11]
Dasar Agamis, maksudnya bahwa metode yang dipakai dalam pendidikan Islam haruslah berdasarkan pada Agama. Sementara Agama Islam merujuk pada Al Qur’an dan Hadits. Untuk itu, dalam pelaksanannya banyak sekali metode yang dipakai oleh pendidik hendaknya diubahsuaikan dengan kebutuhan yang muncul secara efektif dan efesien yang dilandasi nilai-nilai Al Qur’an dan Hadits.
Dasar Biologis, Perkembangan biologis insan mempunyai imbas dalam perkembangan intelektualnya. Semakin dinamis perkembangan biologis seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya. Untuk itu dalam memakai metode pendidikan Islam seorang guru harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.
Dasar Psikologis. Perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik akan memperlihatkan imbas yang sangat besar terhadap penerimaan nilai pendidikan dan pengetahuan yang dilaksanakan, dalam kondisi yang labil dukungan ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh Karenanya Metode pendidikan Islam gres sanggup diterapkan secara efektif bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didiknya. Untuk itu seorang pendidik dituntut untuk berbagi potensi psikologis yang tumbuh pada peserta didik. Sebab dalam konsep Islam kebijaksanaan termasuk dalam tataran rohani.
Dasar sosiologis. Saat pembelanjaran berlangsung ada interaksi antara pesrta didik dengan peserta didik dan ada interaksi antara pendidik dengan peserta didik, atas dasar hal ini maka pengguna metode dalam pendidikan Islam harus memperhatikan landasan atau dasar ini. Jangan hingga terjadi ada metode yang dipakai tapi tidak sesuai dengan kondisi sosiologis peserta didik, kalau hal ini terjadi bukan tidak mungkin tujuan pendidikan akan sulit untuk dicapai.
Keempat dasar di atas merupakan satu kesatuan yang tidak sanggup dipisahkan dan harus diperhatikan oleh para pengguna metode pendidikan Islam semoga dalam mencapai tujuan tidak mengunakan metode yang tidak sempurna dan tidak cocok kondisi agamis, kondisi biologis, kondisi psikologis, dan kondisi sosiologis peserta didik.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran ialah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melaksanakan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melaksanakan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang berguru untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
Menurut Ramayulis pendekatan pandangan falsafi terhadap subject matter yang harus diajarkan dan selanjutnya melahirkan metode mengajar.[12] Menurutnya setidaknya ada enam pendekatan yang sanggup dipakai pendidikan Islam dalam pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu :
Pendekatan pengalaman. Yaitu dukungan pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Dengan pendekatan ini peserta didik diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan, baik secara individual maupun kelompok. Ada pepatah yang menyampaikan bahwa pengalaman ialah guru yang paling baik.
Pendekatan pembiasaan. Pembiasaan ialah suatu tingkah laris tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja yang adakala tanpa dipikirkan. Pendekatan penyesuaian dalam pendidikan berarti memperlihatkan kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan ajarannya.
Pendekatan emosional. Pendekatan emosional ialah perjuangan untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini pemikiran Islam serta sanggup mencicipi mana yang baik dan mana yang buruk.
Pendekatan Rasional, yaitu suatu pendekatan mempergunakan rasio dalam memahami dan mendapatkan kebesaran dan kekuasaan Allah. Dengan kekuatan akalnya insan sanggup membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, bahkan dengan kebijaksanaan yang dimilikinya juga insan juga sanggup membenarkan dan menunjukan adanya Allah.
Pendekatan fungsional, yaitu suatu pendekatan dalam rangka perjuangan memberikan materi agama dengan menekankan kepada segi kemanfaatan pada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tingkat perkembangannya. Ilmu Agama yang dipelajari anak di sekolah bukanlah hanya sekedar melatih otak tetapi diharapkan mempunyai kegunaan bagi kehidupan anak, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan social.
Pendekatan keteladanan. Pendekatan keteladanan ialah memperlihatkan keteladanan baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang dekat antara personal sekolah, sikap pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang mencerminkan adab terpuji, maupun yang tidak langsungmelalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah ketauladanan.
G. Aplikasi No Limit To Study
Dalam GBHN dinyatakan bahwa ”pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, pendidikan ialah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah ”. )
Konsep pendidikan seumur hidup merumuskan suatu asas bahwa pendidikan ialah suatu proses yang terus-menerus (kontinu) dari bayi hingga meninggal dunia. Konsep ini sesuai dengan konsep islam, hadis Nabi Muhammad SAW, yang menganjurkan berguru dari buaian hingga ke liang kubur.
Konsep pendidikan seumur hidup merumuskan suatu asas, bahwa pendidikan ialah suatu proses yang berkelangsungan (kontinu) dari bayi hingga meninggal dunia.
Asas pendidikan seumur hidup itu akan mengubah pandangan wacana status dan fungsi sekolah, dimana kiprah utama pendidikan sekolah ialah mengajar anak didik bagaimana caranya belajar, peranan guru terutama ialah sebagai motivator dan penunjuk jalan anak didik dalam hal belajar, sekolah sebagai kegiatan berguru (learning centre) bagi masyarakat sekitarnya. Sehingga dalam rangka pandangan mengenai pendidikan seumur hidup, maka semua orang secara potensial merupakan anak didik.)
Konsep Belajar Seumur Hidup istilah berguru ini merupakan kegiatan yang dikelola walaupun tanpa organisasi sekolah.
Konsep Pelajar Seumur Hidup untuk mengatasi problema, perlu adanya sistem pendidikan yang bertujuan membantu perkembangan orang-orang untuk mengikuti keadaan dengan lingkungan mereka seumur hidup.
Kurikulum Yang Membantu Pendidikan Seumur Hidup Kurikulum harus didesain atas dasar asa pendidikan seumur hidup. Kurikulum yang demikian merupakan kurikulum yang simpel untuk mencapai tujuan pendidikan.
Arah Pendidikan Seumur Hidup Pada umumnya pendidikan seumur hidup diarahkan pada orang-orang remaja dan pada bawah umur dalam rangka penambahan pengetahuan dan ktrampilan mereka yang sangat dibutuhkan dalam hidup. [13]
Prinsip berguru seumur hidup. Yaitu adanya kesadaran dan kemauan setiap insan untuk selalu membuka diri, berbagi kemampuan dan kepribadiannya melalui kegiatan berguru mengajar. Belajar tidak harus hanya terikat dalam konteks sekolah atau yang formal saja, melainkan sebuah proses berguru sepanjang hayat dimana pun berada (Nurgiyanto, 1988: 157-158). Prinsip berguru seumur hidup mengandung makna bahwa sekolah bagi anak bukanlah satu-satunya masa untuk belajar. Namun, di luar itu siswa sanggup senantiasa berguru secara terus menerus sepanjang hayat. Dengan prinsip ini diharapkan siswa mempunyai kecakapan hidup yang lebih baik dalam menghadapi perubahan dan perkembangan zamannya.
Konsep dan Dasar Pendidikan Seumur Hidup
Konsep pendidikan seumur hidup, bergotong-royong sudah semenjak usang dipikirkan oleh para pakar pendidikan dari zaman kezaman. Apalagi bagi umat islam, jauh sebelum orang-orang barat mengangkatnya, Islam sudah mengenal pendidikan seumur hidup, sebagai mana dinyatakan oleh hadits Nabi SAW yang berbunyi
اطلب العلم من المهد الى اللحد
Artinya: tuntutlah ilmu dari buaian hingga meninggal dunia.
Azas pendidikan seumur hidup itu merumuskan suatu azas bahwa proses pendidikan merupakan suatu proses kontinue, yang bemula semenjak seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Proses pendidikan ini meliputi bentuk-bentuk berguru secara informal, non formal maupun formal baik yang berlansung dalam keluarga, disekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat.
Untuk Indonesia sendiri, konsepsi pendidikan seumur hidup gres mulai dimasyarakat melalui kebijakan Negara ( Tap MPR No. IV / MPR / 1970 jo. Tap No. IV/ MPR / 1978 Tentang GBHN ) yang memutuskan prinsip-prinsip pembangunan nasional, antara lain :
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan insan Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia (arah pembangunan jangka panjang )
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam keluarga (rumah tangga ), sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan ialah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. (BAB IV GBHN belahan pendidikan ).
Di dalam UU Nomor 20 tahun 2003, penegasan wacana pendidikan seumur hidup, dikemukakan dalam pasal 13 ayat (1) yang berbunyi: “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang sanggup saling melengkapi dan memperkaya”. Kaprikornus sanggup pula dikatakan bahwa pendidikan sanggup diperoleh dengan 2 jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan diluar sekolah. Jalur pendidikan sekolah meliputi pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Dan jenis pendidikan ini meliputi pendidikan umum, kejuruan, akademik profesi, vokasi, keagamaan dan khusus.
Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah meliputi pendidikan nonformal dan informal. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau komplemen pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembalikan potensi peserta didik dengan pementingan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta berbagi sikap keprobadian hidup. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan training kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk berbagi peserta didik.
Pendidikan informal yaitu kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan berguru secara mandiri. pendidikan keluarga termasuk jalur pendidikan luar sekolah merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup. Pendidikan keluarga memperlihatkan keyakinan agama, nilai budaya yang meliputi nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, ketrampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepada anggota keluarganya yang bersangkutan. peserta didik berkesempatan untuk berbagi kemampuan dirinya dengan berguru pada setiap dikala dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing.
“setiap warga Negara berkesempatan seluas-luasnya untuk menjadi peserta didik melalui pendidikan sekolah ataupun luar sekolah dengan demikian, setiap warga Negara diharapkan sanggup berguru pada tahap-tahap mana saja dari kehidupanya dalam berbagi dirinya sebagai insan Indonesia “.
Dasar dari pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan berlangsung selama insan hidup, baik dalam maupun diluar sekolah.
2. Implikasi Konsep Pendidikan Seumur Hidup .
Implikasi disini diartikan sebagai jawaban lansung atau konsekuensi dari suatu keputusan. Dengan demikian maksudnya ialah sesuatu yang merupakan tindak lanjut atau follow up dari suatu kebijakan atau keputusan wacana pelaksanaan pendidikan seumur hidup.
Penerapan azas pendidikan seumur hidup pada isi acara pendidikan dan target pendidikan di masyarakat mengandung kemungkinan yang luas. Implikasi pendidika seumur hidup pada acara pendidikan sanggup dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu:
1. Pendidikan baca tulis fungsional
Program ini tidak saja penting bagi pendidikan seumur hidup dikarenakan relefansinya yang ada pada Negara-negara berkembang dengan lantaran masih banyaknya penduduk yang buta huruf, mereka lebih bahagia menonton TV, mendengarkan Radio, Mengakses internet dari pada membaca. Meskipun cukup sulit untuk menunjukan peranan melek huruf fungsional terhadap pembangunan sosial ekonomi masyarakat, namun imbas IPTEK terhadap kehidupan masyarakat contohnya petani, justru disebabkan oleh lantaran pengetahuan-pengetahuan gres pada mereka. Pengetahuan gres ini sanggup diperoleh melalui materi bacaan utamanya.
Oleh lantaran itu, realisasi baca tulis fungsional, minimal memuat dua hal, yaitu:
Memberikan kecakapan membaca, menulis, menghitung (3M) yang fungsional bagi anak didik.
Menyediakan bahan-bahan bacaan yang diharapkan untuk berbagi lebih lanjut kecakapan yang telah dimilikinya.
2. Pendidikan vokasional.
Pendidikan vokasional ialah sebagai acara pendidikan diluar sekolah bagi anak diluar batas usia sekolah, ataupun sebagai pendidikan formal dan non formal, lantaran itu acara pendidikan yang bersifat remedial semoga para lulusan sekolah tersebut menjadi tenaga yang produktif menjadi sangat penting. Namun yang lebih penting ialah bahwa pendidikan vokasional ini dihentikan dipandang sekali jadi lantas selesai.dengan terus berkembang dan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi serta makin meluasnya industrialisasi, menuntut pendidikan vokasiaonal itu tetap dilaksanakn secara kontinue.
3. Pendidikan professional.
Sebagai realisasi pendidikan seumur hidup,dalam kiat-kiat profesi telah tercipta Built in Mechanism yang memungkinkan golongan profesional terus mengikuti banyak sekali kemajuan dan perubahan menyangkut metodologi, perlengkapan, terminologi dan sikap profesionalnya. Sebab bagaimanapun apa yang berlaku bagi pekerja dan buruh, berlaku pula bagi professional, bahkan tantangan buat mereka lebih besar.
4. Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan.
Diakui bahwa diera globalisasi dan informasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan IPTEK, telah mensugesti banyak sekali dimensi kehidupan masyarakat, dengan cara masak yang serba memakai mekanik, hingga dengan cara menerobos angkasa luar. Kenyataan ini tentu saja konsekuensinya berdasarkan pendidikan yang berlangsung secara kontinue (lifelong education).
Pendidikan bagi anggota masyarakat dari banyak sekali golongan usia semoga mereka bisa mengikuti perubahan sosial dan pembangunan juga merupakan konsekuensi penting dari azas pendidikan seumur hidup.
5. Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik
Disamping tuntutan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dalam kondisi kini dimana contoh pikir masyarakat. Yang semakin maju dan kritis, baik rakyat biasa, maupun pemimpin pemerintahan di Negara yang demokratis, diharapkan pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik bagi setiap warga Negara. Pendidikan seumur hidup yang bersifat kontinue dalam koteks ini merupakan konsekuensinya. [14]
BAB III
PENUTUP
Proses pembelajaran pendidkan merujuk pada situasi intraktif antara pendidik dengan peserta didik beserta lingkungan pendidikan yang menyertainya. Dengan begitu, proses yang berlangsung di dalamnya seharusnya diarahkan untuk menjadikan pertumbuhan kepribadian insan yang seimbang dalam pelbagai aspek, dan bisa mengantarkan insan untuk menyerahkan diri kepada Allah baik secara individual maupun kolektif.
Aspek siswa; peserta didik lebih ditempatkan sebagai subjek, berperan aktif menggali potensi ruhaninya sendiri untuk lebih menyadari fungsi dan kedudukannya sebagai muslim. Perencanaan pelajaran teacher centred ialah membuat target behavioral (tingkah laku), menganalisis kiprah dan menyusun taksonomi (klasifikasi) instruksional.
Instruksional dan perencanaan learner centred ialah pada siswa, bukan guru. Dalam sebuah studi persepsi terhadap lingkungan pembelajaran yag positif dan hubungan interpersonal dengan guru merupakan faktor yang penting yang memperkuat motivasi dan prestasi murid.
Active Learning Secara harfiah active artinya: ”in the habit of doing things, energetic” (Hornby, 1994:12), artinya terbiasa berbuat segala hal dengan memakai segala daya. “Learning” berasal dari bahasa Inggris yang berarti pembelajaran. Pembelajaran yang aktif berarti pembelajaran yang memerlukan keaktifan semua siswa dan guru secara fisik, mental, emosional, bahkan moral dan spiritual (htttp://id.wordpress.com/tag/artikel-pendidikan).
Model pembelajaran ialah seperangkat mekanisme yang berurutan untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Konsep pendidikan seumur hidup merumuskan suatu asas bahwa pendidikan ialah suatu proses yang terus-menerus (kontinu) dari bayi hingga meninggal dunia. Konsep ini sesuai dengan konsep islam, hadis Nabi Muhammad SAW, yang menganjurkan berguru dari buaian hingga ke liang kubur.
Daftar Pustaka dan Footnote
- Abd. Al Aziz, Shalih, at tarbiyah wa thuriq al tadris, kairo, maarif, 119 H, dalam Ramayulis,
- Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008,
- Ahmadi, Abu dan Joko Triprasetyo, Strategi Belajar Mengajar, Bandung : Pustaka setia, 2005
- Al Syaibani, Omar Mohammad, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1979
- Echol, Jhon M dan Shadily, Hasan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995
- Ramayulis, , Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008,
- ________,, Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008
- Ramayulis dan Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2009
- Santrock, John , Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Putra Grafika, 2010),
- Surakhmad, Winarno, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, Bandung :Tarsito, 1998
__________________________
[1] [Online] Tersedia: http://www.puskur.or.id/ kurikulum.shtml 2002).
[2] John Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Putra Grafika, 2010), hal. 467
[3]Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta : Kalam mulia, 2009, halaman 209.
[4]Shalih Abd. Al Aziz, at tarbiyah wa thuriq al tadris, kairo, maarif, 119 H, hal. 196 dalam Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008, hal. 2-3.
[5]John M Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995, hal. 379.
[6] Surakhmad, Pengantar interaksi Belajar Mengajar, Bandung : Tarsito, 1998, hal. 96
[7]Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, Bandung : Pustaka Setia, 2005, hal. 52
[8]Ramayulis, Metodologi hal. 3
[9]Omar Mohammad, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1979, hal.553
[10]Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hal 209
[11] Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 216
[12]Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 210
[13] http://zulfikarnasution.wordpress.com/2010/02/27/pendidikan-seumur-hidup-dalam-pendidikan-islam/
[14]http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/14/konsep-dan-dasar-pendidikan-seumur-hidup/