BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan selesai pendidikan Islam yakni terciptanya insane kamil. Menurut Muhaimin bahwa insan kamil yakni insan yang mempunyai wajah Qur’ani, tercapainya insan yang mempunyai dimensi religius, budaya dan ilmiah. Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, pendidik yang mempunyai tanggung jawab mengantarkan insan kea rah tujuan tersebut. Jusru itu keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial, lantaran kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge) tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value/qimah) pada peserta didik. Bentuk nilai yang di internalisasikan paling tidak meliputi: nilai etis, nilai pragmatis, nilai imbas sensorik dan nilai religius.
Secara factual, pelaksanaan internalisasi nilai dan transformasi pengetahuan pada peserta didik secara integral merupakan kiprah yang cukup berat di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks apalagi pada abad globalisasi dan informasi. Tugas yang berat tersebut di tambah lagi dengan pandangan sebagian masyarakat yang melecehkan keberadaan pendidik di sekolah, di luar sekolah maupun dalam kehidupan social masyarakat. Hal ini disebabkan lantaran profesi pendidikdari segi bahan kurang menguntungkan, lantaran sebagian masyarakat dalam abad globalisasi ini dipengaruhi paham materialisme yang mengakibatkan mereka bersifat materialistik. Berbeda dengan citra wacana pendidik pada umumnya pendidik Islam, yakni orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dalam membuatkan potensinya, dan dalam pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidik
1. Secara Etimologi
Secara etimologi, dalam konteks pendidikan Islam pendidik disebut dengan murabbi, mu’allim, dan muaddib. Kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi. Kata mu’allim isim fail dari ‘allama, yu’allimu sebagaimana ditemukan dalam Al-Quran (Q.S. Al-Baqarah:31), sedangkan kata muaddib berasal dari addaba, yuaddibu, ibarat sabda Rasul: “Allah mendidikku, maka Dia memperlihatkan kepadaku sebaik-baik pendidikan”. Ketiga term itu, mu’allim, murabbi, muaddib, mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan konteks kalimat, walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna.
Kata atau istilah “murabbi” misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan ibarat initerlihat dalam proses orang renta membesarkan anaknya. Mereka tentunya berusaha memperlihatkan pelayanan secara penuh biar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta moral yang terpuji. Sedangkan untuk istilah “mu’allim”, pada umumnya digunakan dalam membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan (pengajaran), dari seseorang yang tahu kepada orang yang tidak tahu. Adapun istilah “muaddib”, berdasarkan Al- Attas, lebih luas dari istilah “mu’allim” dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.
2. Secara Terminologi
Para pakar memakai rumusan yang berbeda wacana pendidik.
- Zakiah Daradjat, beropini bahwa pendidik yakni individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, perilaku dan tingkah laris peserta didik.
- Marimba, dia mengartikan sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban sebagai pendidik, yaitu insan cerdik balig cukup akal yang lantaran hak dan kewajibannya bertanggung jawab wacana pendidikan peserta didik.
- Ahmad Tasir, menyampaikan bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik.
B. Jenis Pendidik
Pendidik dalam pendidikan Islamada beberapa macam.
1. Allah SWT.
Dari banyak sekali ayat Al-Quran yang membicarakan wacana kedudukan Allah sebagai pendidik sanggup dipahami dalam firman-firman yang diturunkanNyakepada Nabi Muhammad SAW. Allah mempunyai pengetahuan yang amat luas. Dia juga sebagai Pencipta.
Firman Allah SWT. yang artinya:
- “segala kebanggaan bagi Allah Rabb bagi seluruh alam”. (Q.S. Al-Fatihah: 1)
- “Dan (Allah) allama (mengajarkan) segala macam nama kepada Adam…(Q.S. Al-Baqarah: 31)
- Sabda Rasulullah SAW. Yang artinya: “Tuhanku telah addabani (mendidik)ku sehingga menjadi baik pendidikan”.
Berdasarkan ayat dan hadits di atas sanggup dipahami bahwa Allah SWT sebagai pendidik bagi manusia.
2. Nabi Muhammad SAW.
Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai mu’allim (pendidik). Nabi sebagai akseptor wahyu Al-Quran yang bertugas memberikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada insan ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada pada dasarnya menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik ditunjuk eksklusif oleh Allah SWT.
3. Orang Tua
Pendidik dalam lingkungan keluarga yakni orang tua. Hal ini disebabkan lantaran secara alami belum dewasa pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar pandangan hidup, perilaku hidup dan keterampilan hidup banyak tertanam semenjak anak berada di tengah orang tuanya. Al-Quran menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki oleh orang renta sebagai guru, yaitu mempunyai kesadaran wacana kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio sanggup bersyukur kepada Allah, suka menasehati anaknya biar manyekutukan Tuhan, memerintahkan anaknya biar menjalankan perintah shalat, tabah dalam menghadapi penderitaan. (lihat Q.S. Lukman: 12-19). Itulah sebabnya orang renta disebut “pendidik kudrati” yaitu pendidik yang telah diciptakan oleh Allah qudratnya menjadi pendidik.
4. Guru
Pendidik di forum pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah semenjak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, dan hingga dosen-dosen di akademi tinggi, kiyai di pondok pesantren, dan lain sebagainya. Namun guru bukan hanya mendapatkan amanat dari orang renta untuk mendidik, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan pertolongan untuk mendidiknya. Sebagai pemegang amanat, guru bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya. Allah SWT menjelaskan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kau memberikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kau apabila menetapkan aturan di antara insan supaya kau menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-sebaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. An-Nisa’: 58)
C. Keutamaan Pendidik
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa ada sekelompok nasyarakat yang menganggap pekerjaan mendidik atau jabatan sebagai guru yakni yang rendah jikalau dibandingkan dengan pekerjaan lain ibarat di kantor, BUMN, pengusaha dan sebagainya. Ini disebabkan lantaran pandangan masyarakat bersifat materialistik yang mempertuhankan harta benda. Tapi kalau dilihat secara mendalam bahwa pekerjaan sebagai guru yakni suatu pekerjaan yang luhur dan mulia, baik ditinjau dari sudut masyarakat, Negara dan dari sudut keagamaan.
Dalam pemikiran Islam pendidik sangatlah dihargai kedudukannya. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dan RasulNya. Firman Allah QS.Al- Mursalat:11 Artinya : “Allah meningkatkan derajat orang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Sabda Rasulullah SAW: Artinya :”Sebaik-baik kau yakni orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya”. (H.R. Bukhari)---“ Tinta para ulama lebih tinggi nilainya daripada darah para syuhada”. (H.R. Abu Daud dan Turmidzi)
Firman Allah dan sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan (Pendidik). Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan sanggup mengantarkan insan untuk selalu berfikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada pada alam, sehingga bisa membawa insan semakin akrab dengan Allah. Dengan kemamapuan yang ada pada insan terlahir teori-teori untuk kemaslahatan manusia.
Al-Ghazali mengkhususkan guru dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan menempatkan guru eksklusif setelah kedudukan Nabi ibarat pola sebuah syair yang diungkapkan oleh Syauki yang berbunyi: “berdiri dan hormatilah guru dan berilah ia penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul”.
Al-Ghazali menyatakan sebagai berikut: seseorang yang berilmu dan kemudian mengamalkan ilmunya itu dialah yang disebut dengan orang besar di semua kerajaan langi, dia bagaikan matahari yang menerangi alam sedangkan ia mempunyai cahaya dalam dirinya, ibarat minyak kasturi yang mengharumi orang lain lantaran ia harum. Seseorang yang menyibukkan dirinya dalam mengajar berarti dia telah menentukan pekerjaan yang terhormat. Oleh lantaran itu hendaklah seorang guru memperhatikan dan memelihara moral dan sopan santun dalam tugasnya sebagai seorang pendidik. G
D. Tugas, Tanggung jawab, Dan Hak Pendidik
1. Tugas Pendidik
Keutamaan seorang pendidik disebabkan oleh kiprah mulia yang diembannya. Tugas yang diemban seorang pendidik hampir sama dengan kiprah seorang Rasul.
a. Tugas secara umum, yakni :
Sebagai “warasat al-anbiya”, yang pada hakikatnya mengemban misi rahmatal li al-alamin, yakni suatu misi yang mengajak insan untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribaian yang berjiwa tauhid, kreatif, berinfak shaleh dan bermoral tinggi.
Selain itu kiprah yang utama adalah, menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati insan untuk bertaqarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan kiprah pendidik pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni meng-internalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.
b. Tugas secara khusus, yakni :
1) Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan kegiatan pengajaran dan melakukan kegiatan yang telah disusun, dan evaluasi setelah kegiatan itu dilaksanakan.
2) Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil , seiring dengan tujuan Allah membuat manusia.
3) Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas kegiatan yang dilakukan itu.
2. Tanggung Jawab Pendidik
Berangkat dari uraian di atas maka tanggung jawab pendidik sebagaimana disebutkan oleh Abd al-Rahman al-Nahlawi adalah, pendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melakukan syari’atNya, mendidik diri supaya berinfak saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melakukan kebenaran, saling menasehati biar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu. Pendidikan akan mempertanggungjawabkan atas segala kiprah yang dilaksanakannya kepada Allah SWT sebagaimna hadits Rasul:
Artinya :
“Dari Ibnu Umar r.a. berkata : Rasulullah SAW bersabda: Masing-masing kau yakni pengembala dan masing-masing kau bertanggungjawab atas gembalanya: pemimpin yakni pengembala, suami yakni pengembala terhadap anggota keluarga, dan istri yakni pengembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang di antara kalian yakni pengembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang digembalanya”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Kata “ra’in dalam hadits di atas berarti bahwa setiap orang cerdik balig cukup akal dibebani kewajiban serta diserahi kepercayaan untuk menjalankan dan memelihara suatu urusan serta dituntut untuk berlaku adil dalam urusan itu. Kata “ra’iyyah” berarti setiap orang yang mempunyai beban tanggungjawab bagi orang lain, ibarat istri dan anak bagi suami atau ayah. Sedangkan kata “al-amir” berarti bagi setiap orang yang memegang kendali pemerintah, yang meliputi pemerintahan dengan kepala Negara dan aparatnya. Tanggung jawab dalam Islam bernilai keagamaan, berarti kelalaian seseorang terhadapnya akan dipertanggungjawabkan di hari selesai zaman dan bernilai keduniawian, dalam arti kelalaian seseorang terhadapnya sanggup dituntut di pengadilan oleh orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya.
Melihat luasnya ruang lingkup tanggung jawab dalam pendidikan Isla, yang meliputi kehidupan dunia dan alam abadi dalam arti yang luas sebagaimana uraian di atas, maka orang renta tidak sanggup memikul sendiri tanggung jawab pendidikan anaknya secara tepat lebih-lebih dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa berkembang dengan maju. Orang renta mempunyai keterbatasan dalam mendidik anak mereka, makanya kiprah dan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya diamanahkan kepada pendidik lain (orang lain) baik yang berada di sekolah maupun di masyarakat. Orang renta menyerahkan anaknya ke sekolah sekaligus berarti melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru di sekolah, lantaran tidak semua orang yang sanggup menjadi guru sekaligus menjadi pendidik.
Tugas dan tanggung jawab guru tidak akan terealisasi dengan baik tanpa pertolongan orang renta dan masyarakat lantaran guru sebagai pendidik mempunyai ketrebatasan.
3. Hak Pendidik
Pendidik yakni mereka yang terlibat eksklusif dalam membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkannya dalam rangka mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai termasuk pelatihan moral mulia dalam kehidupan peserta didik. Dengan demikian waktu dan kesempatannya dihabiskan untuk mendidik peserta didiknya, sehingga dia tidak mempunyai waktu lagi untuk berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari. Justru itu pendidik berhak untuk mendapatkan:
a. Gaji, mengenai penerimaan honor ini pada awalnya terdapat perselisihan pendapat. Mengenai honor ini ahli-ahli piker dan filosof-filosof berbeda pendapat dalam hal guru mendapatkan honor atau menolaknya. Yang paling populer untuk menolak honor yakni Socrates.
Sedangkan Al-Ghazali menyimpulkan mengharamkan gaji. Sementara utu Al-Qabisi (935-1012) yang memandang honor itu tidak dapattidak harus diadakan.
Karena pendidik telah menapakan lapangan profesi, tentu mereka berhak untuk mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan ekonomi, berupa honor atau honorarium. Seperti di Negara kita, pendidik merupakan pecahan pegawanegeri Negara yang mengabdi untuk kepentingan Negara melalui sector pendidikan, diangkat menjadi pegawai negeri sipil, diberi honor dan tunjangan tenaga kependidikan. Namun kalau dibandingkan dengan Negara maju, penghasilannya belum memuaskan. Akan tetapi karenatugas itu mulia, tidak menjadi halangan bagi pendidik dalam mendidik peserta dididknya. Bagi pendidik yang statusnya non PNS maka mereka ada yang digaji oleh yayasan bahkan mereka tidak sedikit mereka tidak mendapatkannya akan tetapi mereka tetap mengabdi dalam rangka mencari ridha Allah SWT.
b. Mendapatkan penghargaan
Guru yakni debu al-ruh (bapak rohani) bagi peserta didiknya. Dialah yang memperlihatkan santapan rohani dan memperbaiki tingkah laris peserta didik. Justru itu profesi guru wajib dimuliakan, mengingat kiprahnya yang sangat signifikan dalam menyiapkan generasi mendatang ibarat yang diungkapkan oleh Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, yang dikutip Zainudin dkk.
“menghormati guru berarti penghormatan terhadap belum dewasa kita. Bangsa yang ingin maju peradabannya yakni bangsa yang bisa memperlihatkan penghormatan dan penghargaan kepada para pendidik. Inilah salah satu diam-diam keberhasilan bangsa Jepang yang mengutamakan dan memprioritaskan guru setelah hancurnya Hirosima dan Nagasaki, pertama sekali yang dicari oleh Kaisar Hirohito yakni para guru. Dalam waktu yang relatif singkat bangsa Jepang kembali berdiri dari kehancuran sehingga menjadi modern pada masa sekarang.
E. Peran Pendidik
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran merupakan peranan yang sangat penting, peranan guru itu belum sanggup digantikan oleh tegnologi ibarat radio, tape recorder, internet maupun oleh computer yang paling modern. Banyak unsure-unsur manusiawi ibarat sikap, system nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan keteladanan yang dibutuhkan dari hasil proses pembelajaran, yang tidak dicapai kecuali melalui pendidik. Demikianlah betapa pentingnya peranan guru dan betapa beratnya kiprah dan tanggung jawab guru, terutama tanggungjawab moral untuk digugu dan ditiru. Di selolah seorang guru menjadi ukuran atau pedoman bagi murid-muridnya, di masyarakat guru dipandang sebagi suri tauladan bagi setoap warga masyarakat.
Konsep operasional, pendidikan Islam yakni proses transformasi dan internalisasi nilai-nilai Islam dan pengetahuan dalam rangka membuatkan fitrah dan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik guna mencapai keseimbangan dan kesetaraan dalam banyak sekali aspek kehidupan, maka pendidik mempunyai kiprah yang sangat penting dalam pendidikan Islam. Sehubungan dengan hal tersebut Al-Nahlawi menyatakan bahwa kiprah guru hendaklah mencontoh kiprah yang dilakukan Rasulullah yaitu mengkaji dan mengembangkanilmu Ilahi.
BAB III
PENUTUP
Dalam rangka melakukan kiprah sebagai pewaris para nabi (waratsatul Anbiya’), para pendidik hendaklah bertolak pada amar ma’ruf dan nahi munkar dalam artian mengakibatkan prinsip tauhid sebagai sentra penyebaran misi iman, Islam dan ihsan, dan kekuatan rohani pokok yang dikembangkan oleh pendidikadalah individualitas, sosialitas dan moralitas (nilai-nilai agama dan moral). Peran dan fungsi yang cukup berat untuk diemban ini tentu saja membutuhkan sosok seorang guru atau pendidikan yang utuh dan tahu dengan kewajiban dan tanggungjawab sebagai seorang pendidik. Pendidik itu harus mengenal Allah SWT dalam arti yang luas, dan Rasul, serta memahami risalah yang dibawanya.
DAFTAR PUSTAKA
- Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet. 3 1996
- Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, Ruh At-Tarbiyah, waal Ta’lim, Saudi Arabia: Dar al-Ahya, tt.
- Ramayulis dan Jalaludin, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 1989
- Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994
- Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994.